Dalam khazanah keulamaan Indonesia, nama Abuya Anom (KH. Tb. Ahmad Bakri Shohib) merupakan salah satu sosok yang tak terpisahkan dari sejarah perkembangan Islam di Tanah Air, khususnya di wilayah Banten. Beliau dikenal luas sebagai seorang ulama besar, pendidik, dan mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) yang memiliki karisma luar biasa dan pengikut yang sangat banyak. Perjalanan hidup dan dakwahnya meninggalkan jejak mendalam yang terus dikenang hingga kini.
Lahir di Kampung Ambek, Desa Cibungur, Kecamatan Leuwisadeng, Bogor, Jawa Barat, Abuya Anom menempuh pendidikan agama sejak usia dini. Beliau mengenyam pendidikan di berbagai pesantren terkemuka di Jawa Barat, termasuk di Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, di bawah bimbingan Syekh Abdullah Mubarak. Di sanalah, beliau tidak hanya memperdalam ilmu fiqih, tafsir, dan hadis, tetapi juga mendalami ajaran Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah.
Ketekunan dan kecerdasannya dalam belajar membuat beliau diakui sebagai santri yang istimewa. Setelah menamatkan pendidikan, Abuya Anom kembali ke kampung halamannya dan mendirikan Pondok Pesantren Sirrul Asrar di Cibungur. Pondok pesantren ini kelak menjadi pusat kegiatan dakwah dan pendidikan Islam yang berpengaruh besar.
Sebagai seorang mursyid TQN, Abuya Anom memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran dzikir dan tasawuf. Beliau senantiasa mengajarkan pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui dzikir, tawakkal, dan kesucian hati. Ceramah-ceramahnya yang lugas namun penuh makna selalu dinanti oleh ribuan jamaahnya. Pengajian beliau tidak hanya berfokus pada aspek spiritual semata, tetapi juga menyentuh persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan.
Selain aktif dalam kegiatan keagamaan, Abuya Anom juga dikenal sebagai sosok yang peduli terhadap kesejahteraan umat. Beliau mendorong santri dan jamaahnya untuk memiliki keterampilan hidup, berwirausaha, dan berkontribusi positif bagi lingkungan sekitar. Semangat dakwahnya tidak pernah padam, bahkan di usia senja. Ia terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk memberikan pencerahan dan bimbingan spiritual.
Inti dari ajaran Abuya Anom adalah penekanan pada pentingnya "iman, ilmu, dan amal saleh" yang terintegrasi. Beliau mengajarkan bahwa keimanan yang kokoh harus dibarengi dengan pengetahuan yang luas dan diwujudkan dalam perbuatan nyata yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Tarekat TQN yang beliau amalkan menjadi sarana bagi para pengikutnya untuk membersihkan diri, mendekatkan diri kepada Allah, dan meneladani akhlak Rasulullah SAW.
Salah satu kutipan terkenal dari Abuya Anom yang mencerminkan semangat pengabdiannya adalah: "Hidup itu untuk berbakti, bukan untuk dilayani." Pesan sederhana namun sarat makna ini menjadi pengingat bagi kita semua akan hakikat kehidupan yang sejati.
Warisan terpenting Abuya Anom tidak hanya berupa Pondok Pesantren Sirrul Asrar yang terus berkembang, tetapi juga ribuan santri dan jamaah yang telah beliau bina. Mereka tersebar di berbagai penjuru negeri, melanjutkan estafet dakwah dan pengabdian sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh sang mursyid. Semangat pluralisme dan kerukunan yang selalu beliau junjung tinggi juga menjadi pelajaran berharga bagi generasi penerus.
Kisah hidup Abuya Anom adalah bukti nyata bagaimana seorang ulama dapat memberikan pengaruh besar bagi masyarakat melalui keteladanan, ilmu pengetahuan, dan pengabdian spiritual yang tulus. Sosoknya akan selalu dikenang sebagai salah satu pilar keislaman di Indonesia yang kehadirannya memberikan cahaya pencerahan bagi banyak insan.