Abah Qoyum

Teladan Kebaikan dan Kearifan Lokal

Kisah Inspiratif Abah Qoyum dalam Merangkul Perbedaan

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang seringkali diwarnai ketegangan dan perbedaan pandangan, sosok Abah Qoyum muncul sebagai oase keteduhan. Ia adalah figur yang dikenal luas di kalangan masyarakat, terutama di wilayah Jawa Barat, sebagai seorang ulama kharismatik dan mursyid tarekat yang memiliki kedalaman spiritual luar biasa. Namun, lebih dari sekadar kedalaman ilmunya, Abah Qoyum dikenal karena kebijaksanaannya yang merangkul, ketulusannya yang tulus, dan kemampuannya dalam menyatukan umat dari berbagai latar belakang.

Nama lengkapnya adalah KH. Uci Turtusi, namun publik lebih akrab memanggilnya dengan sebutan Abah Qoyum. Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Al-Istiqomah di Desa Bakung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten. Pondok pesantren yang dipimpinnya bukan hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga pusat kegiatan sosial dan spiritual bagi masyarakat luas. Abah Qoyum memiliki cara tersendiri dalam menyampaikan ajaran agama, yang tidak kaku namun penuh makna, sehingga mudah diterima oleh berbagai kalangan, baik tua maupun muda, dari berbagai profesi dan status sosial.

Salah satu warisan terpenting dari Abah Qoyum adalah penekanannya pada pentingnya akhlak mulia dan kerukunan. Beliau kerap menekankan bahwa perbedaan adalah sunnatullah, dan tugas manusia adalah bagaimana mengelola perbedaan tersebut dengan penuh kasih sayang dan saling pengertian. Ajaran ini bukan hanya teoritis, tetapi tercermin dalam sikap dan tutur kata beliau sehari-hari. Beliau tidak pernah membeda-bedakan santri atau tamunya berdasarkan suku, ras, agama, apalagi perbedaan pandangan politik atau mazhab. Semua disambut dengan senyum hangat dan dialog yang membangun.

Abah Qoyum sedang memberikan nasihat dengan senyum ramah

Dedikasi Abah Qoyum tidak hanya sebatas pada forum-forum keagamaan. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan kemanusiaan dan sosial. Berbagai program pemberdayaan masyarakat, bantuan bagi yang membutuhkan, hingga advokasi untuk perdamaian dan toleransi seringkali menjadi bagian dari aktivitas beliau. Pendekatannya yang humanis dan egaliter menjadikannya panutan yang dicintai oleh banyak orang. Beliau mengajarkan bahwa ilmu agama yang hakiki adalah yang mampu membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kemaslahatan umat manusia.

Dalam pandangan Abah Qoyum, kehidupan beragama yang sejati adalah yang tercermin dalam sikap sehari-hari: sabar, ikhlas, tawadhu', dan senantiasa menebar kebaikan. Beliau mengajarkan para santrinya untuk tidak hanya mendalami kitab-kitab klasik, tetapi juga memahami konteks zaman dan beradaptasi dengan perubahan, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip ajaran Islam yang luhur. Cara belajarnya yang interaktif dan dialogis membuat para santri merasa nyaman untuk bertanya dan berdiskusi, sehingga proses belajar menjadi lebih hidup dan bermakna.

Semangat Abah Qoyum dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil 'alamin terus menginspirasi banyak orang. Beliau mengajarkan bahwa menjadi seorang Muslim yang baik berarti menjadi pribadi yang membawa rahmat bagi sekelilingnya. Ini mencakup sikap hormat kepada orang tua, kasih sayang kepada anak-anak, kepedulian terhadap tetangga, dan kepekaan terhadap kondisi sosial. Ajaran ini sederhana namun sangat fundamental dalam membangun masyarakat yang harmonis dan beradab.

Kehadiran Abah Qoyum adalah bukti nyata bahwa kearifan lokal dan nilai-nilai spiritualitas dapat menjadi perekat sosial yang kuat. Di era disrupsi informasi ini, di mana perbedaan seringkali dibesar-besarkan, teladan seperti Abah Qoyum menjadi sangat berharga. Ia mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati bukan pada seberapa keras kita mempertahankan perbedaan, melainkan seberapa bijak kita merangkulnya demi kebaikan bersama. Sosok Abah Qoyum akan selalu dikenang sebagai seorang pendidik, mursyid, dan teladan yang senantiasa menebar cahaya kebaikan dan kedamaian.

🏠 Homepage