Simbol keilmuan dan keberkahan
Di jantung Pulau Borneo, tepatnya di Martapura, Kalimantan Selatan, lahir seorang ulama kharismatik yang jejak langkahnya menorehkan kebaikan dan ketakwaan mendalam di hati jutaan umat. Beliau adalah Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, yang lebih dikenal dengan sapaan akrab Abah Guru Sekumpul. Kehidupan dan ajarannya menjadi mercusuar spiritual bagi banyak orang, menjadikan beliau sosok yang selalu dikenang sebagai seorang Wali Qutub, pemimpin para wali pada masanya.
Abah Guru Sekumpul lahir pada tanggal 11 Februari 1942, di Desa Tunggul Anom, Martapura. Sejak usia dini, beliau telah menunjukkan ketertarikan yang luar biasa pada ilmu agama dan akhlak mulia. Kakek beliau, Tuan Guru H. Jamaluddin, adalah seorang ulama terkemuka yang turut berperan dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai keislaman pada diri Abah Guru. Perjalanan intelektual beliau berlanjut dengan belajar kepada para ulama besar lainnya, mengasah pemahaman fiqih, tafsir, hadis, dan tasawuf hingga mencapai kedalaman yang luar biasa.
Kecintaan Abah Guru Sekumpul pada Rasulullah SAW dan keluarganya sangatlah mendalam. Beliau senantiasa mengajarkan pentingnya meneladani akhlak Rasulullah dan mencintai ahlul bait. Sholawat dan doa beliau senantiasa mengalir untuk kemaslahatan umat. Kehidupan beliau yang zuhud, sederhana, namun penuh keberkahan, menjadi inspirasi bagi siapa saja yang mendambakan kedekatan dengan Allah SWT. Beliau tidak pernah mencari popularitas atau kekayaan duniawi, namun ketulusan dan keikhlasannya justru menarik banyak hati.
Ajaran Abah Guru Sekumpul berpusat pada penguatan akidah, pembersihan hati (tazkiyatun nafs), dan penjagaan syariat Islam. Beliau menekankan pentingnya berakhlak mulia, bersikap tawadhu', sabar, dan senantiasa berbakti kepada kedua orang tua serta guru. Ceramah-ceramah beliau yang lugas namun penuh makna, seringkali diselingi dengan untaian syair indah dan cerita-cerita hikmah, mampu menyentuh relung hati pendengarnya. Beliau mengajarkan bahwa kunci kebahagiaan dunia dan akhirat adalah dengan senantiasa mengingat Allah dan Rasul-Nya, serta berbuat baik kepada sesama.
Di samping ajaran-ajarannya yang mencerahkan, Abah Guru Sekumpul juga dikenal memiliki banyak karomah. Berbagai kisah kesaksian dari masyarakat tentang pertolongan dan kemudahan yang mereka dapatkan setelah berdoa melalui perantaraan Abah Guru terus tersebar luas. Karomah-karomah ini bukanlah tujuan utama, melainkan anugerah dari Allah SWT sebagai bentuk pengakuan atas ketinggian derajat spiritual dan keikhlasan beliau dalam mengabdikan diri kepada agama dan umat. Karomah ini justru semakin menguatkan keyakinan umat terhadap kebesaran Allah dan kedekatan Abah Guru dengan-Nya.
Sumber pencerahan dan bimbingan
Kepergian Abah Guru Sekumpul pada usia 63 tahun, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2005, meninggalkan duka yang mendalam bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, warisan spiritual dan ajaran beliau terus hidup dan berkembang. Majelis taklim yang didirikan dan dilanjutkan oleh para santrinya menjadi pusat kegiatan keagamaan yang ramai dikunjungi. Ribuan orang masih berziarah ke makam beliau di Sekumpul, Martapura, untuk mendoakan dan merenungi jejak kehidupannya yang penuh berkah.
Gelar Wali Qutub bukanlah gelar yang disematkan sembarangan. Hal ini merujuk pada tingginya kedudukan spiritual beliau di sisi Allah SWT, yang dipercaya mampu mengayomi dan menjadi pusat spiritual bagi para wali lainnya. Keberadaan Abah Guru Sekumpul adalah anugerah besar bagi umat Islam, khususnya di Nusantara. Kisah beliau adalah pengingat bahwa keberkahan itu datang dari ketulusan, keikhlasan, dan kecintaan yang mendalam kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sampai kini, semangat dan ajaran Abah Guru Sekumpul terus menginspirasi jutaan insan untuk senantiasa berada di jalan kebaikan dan ketakwaan. Beliau adalah mutiara dari Borneo yang sinarnya takkan pernah padam.