Abah Anom dan Guru Sekumpul: Dua Pilar Kearifan Spiritual dalam Dakwah Islam

Doa & Ilmu

Simbol kedalaman spiritual dan penyebaran ilmu.

Dalam lanskap dakwah Islam di Indonesia, terdapat sosok-sosok ulama kharismatik yang jejaknya terus membekas, menginspirasi jutaan umat. Dua di antaranya adalah Abah Anom dari Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, dan KH. Zaini Abdul Ghani, atau yang lebih dikenal sebagai Guru Sekumpul dari Martapura, Kalimantan Selatan. Keduanya, meski berasal dari latar belakang geografis dan tradisi yang berbeda, berbagi semangat yang sama dalam menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin.

Abah Anom: Sang Murabbi Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah

Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, atau Abah Anom, adalah figur sentral dalam pembaharuan dan penyebaran ajaran Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) di Indonesia. Lahir pada tahun 1915, beliau tumbuh dalam lingkungan pesantren yang kental dengan nuansa tasawuf. Abah Anom memiliki visi besar untuk menghidupkan kembali amalan tarekat yang terkadang dianggap kuno oleh sebagian kalangan. Ia tidak hanya mengajarkan ritual-ritual ibadah, tetapi juga menekankan pentingnya akhlak mulia, pembersihan hati, dan pengabdian kepada sesama sebagai manifestasi keimanan.

Di bawah kepemimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren Suryalaya berkembang pesat. Ribuan santri dari berbagai penjuru negeri datang untuk menimba ilmu dan dibai'at dalam tarekat. Beliau dikenal dengan metode "manajemen kalbu" yang mengintegrasikan dzikir dan ibadah ritual dengan aktivitas sehari-hari, termasuk kegiatan sosial dan ekonomi. Pendekatan ini membuat ajaran tasawuf terasa relevan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan modern. Abah Anom juga aktif dalam kegiatan kemanusiaan dan dakwah lintas agama, menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang merangkul dan membawa kedamaian.

Guru Sekumpul: Cahaya dari Bumi Martapura

Sementara itu, dari tanah Banjar, Kalimantan Selatan, muncul sosok KH. Zaini Abdul Ghani Al-Banjari atau Guru Sekumpul. Beliau adalah ulama besar yang sangat dicintai oleh masyarakatnya, tidak hanya di Kalimantan tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia dan bahkan hingga Malaysia dan Brunei Darussalam. Sejak muda, Guru Sekumpul telah menunjukkan ketekunan luar biasa dalam menuntut ilmu agama, berguru kepada banyak ulama besar di tanah air maupun di Timur Tengah.

Karisma Guru Sekumpul terpancar dari caranya menyampaikan dakwah yang santun, penuh hikmah, dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Beliau gemar mengutip ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis, lalu mengaitkannya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Majelis taklim beliau selalu dihadiri ribuan, bahkan puluhan ribu jamaah, yang membuktikan kedalaman pengaruh spiritual dan keilmuannya. Guru Sekumpul dikenal sebagai seorang zuhud (sederhana) dan wara' (berhati-hati dalam urusan agama), namun tetap dekat dengan rakyat.

Salah satu ciri khas dakwah Guru Sekumpul adalah penekanannya pada kecintaan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, serta para sahabat dan auliya'. Beliau juga sangat menekankan pentingnya menjaga silaturahmi, berbakti kepada orang tua, dan berbuat baik kepada sesama. Karyanya yang monumental adalah kitab "Sifat 24" dan kitab-kitab lain yang disusunnya untuk memudahkan masyarakat memahami ajaran Islam.

Kesamaan Visi dalam Keragaman Pendekatan

Meskipun gaya dakwah dan spesialisasi keilmuan mereka berbeda, Abah Anom dan Guru Sekumpul memiliki kesamaan fundamental dalam visi mereka. Keduanya adalah pewaris perjuangan para ulama terdahulu yang berdedikasi menyebarkan Islam. Mereka percaya bahwa pondasi utama kehidupan beragama adalah keikhlasan, cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta amal shaleh yang berkelanjutan. Keduanya juga menekankan pentingnya ilmu agama sebagai bekal utama dalam menjalani kehidupan.

Abah Anom, dengan fokus pada tasawuf dan pembinaan spiritual melalui tarekat, mengajarkan cara mendekatkan diri kepada Allah dari sisi batiniah. Sementara Guru Sekumpul, dengan pendekatan dakwah yang lebih luas dan menyentuh akar tradisi keilmuan Islam, memperkuat pemahaman umat akan ajaran-ajaran syariat dan akhlak. Keduanya adalah teladan bagaimana ajaran Islam dapat disampaikan dengan cara yang sesuai dengan konteks zaman dan budaya, namun tetap terjaga kemurniannya.

Warisan Abah Anom dan Guru Sekumpul terus hidup melalui pondok-pondok pesantren, majelis taklim, dan ribuan santri serta jamaah yang mereka bina. Kisah dan ajaran mereka menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berjuang dalam dakwah Islam yang moderat, damai, dan membawa rahmat bagi seluruh alam semesta.

🏠 Homepage