Indonesia, dengan kekayaan budaya dan spiritualitasnya yang mendalam, telah melahirkan banyak tokoh yang menjadi mercusuar bagi umat. Di antara mereka, nama Buya Hamka dan Abah Anom bersinar terang, meskipun dengan latar belakang dan pendekatan yang berbeda, keduanya meninggalkan jejak spiritual yang tak terhapuskan dalam sejarah kebangsaan. Kisah mereka adalah tentang perjuangan, ketulusan, dan bagaimana spiritualitas dapat membentuk pribadi serta memberikan pencerahan bagi ribuan orang.
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka, adalah seorang ulama, sastrawan, dan intelektual Muslim terkemuka dari Indonesia. Lahir di Minangkabau, Sumatera Barat, Buya Hamka memiliki perjalanan hidup yang luar biasa, diwarnai dengan dakwah yang gigih, karya tulis yang mendalam, dan pergerakan kebangsaan. Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang ahli tafsir Al-Qur'an yang mumpuni, tetapi juga sebagai pujangga yang mahir merangkai kata-kata indah dalam prosa dan puisi.
Karya-karya Buya Hamka, seperti "Tafsir Al-Azhar" dan novel-novelnya yang menyentuh hati seperti "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" serta "Di Bawah Lindungan Ka'bah", telah menginspirasi jutaan pembaca. Melalui tulisan-tulisannya, Buya Hamka berhasil menyajikan ajaran Islam yang humanis, toleran, dan relevan dengan konteks zaman. Ia mengajarkan pentingnya akhlak mulia, keadilan, dan kecintaan tanah air, yang semuanya berakar pada nilai-nilai Al-Qur'an dan Sunnah.
Dalam setiap ceramah dan tulisannya, Buya Hamka senantiasa menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan keimanan. Ia melihat bahwa keduanya saling melengkapi dan tidak boleh dipisahkan. Semangatnya dalam memperjuangkan Islam yang otentik dan murni, serta menolak segala bentuk takhayul dan bid'ah, menjadikannya sosok yang dihormati oleh berbagai kalangan. Warisan intelektual dan spiritualnya terus hidup dan menjadi rujukan hingga kini.
Di sisi lain, K.H. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, atau yang akrab disapa Abah Anom, adalah seorang mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau adalah sosok ulama kharismatik yang mendedikasikan hidupnya untuk membimbing umat melalui jalur spiritual tasawuf.
Abah Anom dikenal sebagai pewaris tradisi tarekat yang membawa pencerahan dan ketenangan batin bagi jutaan pengikutnya. Melalui dzikir dan amalan tarekat, ia mengajarkan bagaimana mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan hati, dan mencapai ma'rifatullah. Pendekatannya yang penuh kasih sayang, kesabaran, dan keteladanan membuat para santri dan jamaahnya merasakan kedekatan spiritual yang mendalam.
Kehidupan Abah Anom adalah cerminan dari ajaran tasawuf itu sendiri: zuhud (hidup sederhana), tawadhu' (rendah hati), dan ikhlas (tulus tanpa pamrih). Ia tidak mencari popularitas atau kekuasaan, namun senantiasa mengutamakan pelayanan kepada umat. Pondok Pesantren Suryalaya yang dipimpinnya menjadi pusat zikir dan pembinaan spiritual yang terus berkembang, bahkan hingga ke mancanegara. Metode ijazah mursyid yang diberikan oleh Abah Anom telah menumbuhkan ribuan da'i dan pembimbing spiritual di berbagai daerah.
Meskipun Buya Hamka lebih dikenal dengan dakwah intelektual dan karya sastrawinya, sementara Abah Anom fokus pada pembinaan spiritual melalui tarekat, keduanya memiliki benang merah yang kuat: semangat untuk membimbing umat ke jalan kebaikan dan keridhaan Allah. Keduanya mengajarkan pentingnya keikhlasan, kesabaran, dan cinta kasih sebagai fondasi kehidupan seorang Muslim.
Buya Hamka melalui tulisannya mengingatkan kita akan pentingnya pemahaman agama yang benar dan penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sementara Abah Anom melalui bimbingan spiritualnya menunjukkan cara menenangkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Keduanya adalah bukti bahwa spiritualitas dapat hadir dalam berbagai bentuk, namun memiliki tujuan yang sama: mengantarkan manusia pada kesempurnaan diri dan kebahagiaan hakiki.
Kisah hidup dan perjuangan Buya Hamka serta Abah Anom menjadi inspirasi abadi bagi generasi kini dan mendatang. Mereka adalah teladan bagaimana seorang hamba Allah dapat memberikan kontribusi yang luar biasa bagi masyarakat dan agamanya, dengan tetap teguh pada prinsip dan menjalankan amanah ilahi dengan sebaik-baiknya.