Ketika perayaan besar seperti Tahun Baru Imlek tiba, jalanan dipenuhi dengan suara genderang yang menggelegar dan simbal yang riuh. Di tengah keramaian itu, muncullah makhluk agung, berwarna-warni, menari dengan lincah, melompat, dan bermanuver di atas tiang-tiang tinggi. Kesenian ini dikenal secara luas sebagai Barongsai.
Namun, dalam obrolan sehari-hari, seringkali muncul pertanyaan fundamental yang membingungkan banyak orang, bahkan di kalangan penonton yang rutin menyaksikannya: apakah Barongsai itu sebenarnya representasi dari singa atau naga? Kekeliruan ini berakar dari penampilannya yang fantastis, jauh dari citra singa alami, serta kemiripannya yang samar dengan mitologi Tiongkok yang kaya akan figur naga. Klarifikasi atas pertanyaan ini bukan hanya soal nomenklatur, melainkan kunci untuk memahami kedalaman filosofi, sejarah, dan teknik pertunjukan yang membedakan dua entitas raksasa dalam budaya Tiongkok: Singa (Shi, 獅) dan Naga (Long, 龍).
Jawaban atas pertanyaan identitas Barongsai adalah mutlak: Barongsai adalah Tari Singa. Dalam bahasa Mandarin, kesenian ini disebut Wǔ Shī (舞獅), yang secara harfiah berarti ‘Tari Singa’. Sebutan 'Barongsai' sendiri merupakan istilah serapan yang populer di Indonesia, kemungkinan besar berasal dari gabungan kata ‘Barong’ (istilah Jawa-Bali untuk makhluk mitologi atau topeng) dan ‘Sai’ (pelafalan Hokkien untuk Singa).
Pengidentifikasian Barongsai sebagai singa didukung oleh bukti historis dan filosofis yang mendalam. Singa, meskipun bukan fauna asli Tiongkok, diimpor melalui jalur perdagangan kuno (Jalur Sutra) dan dengan cepat diadaptasi ke dalam mitologi sebagai makhluk pelindung, penjaga gerbang, dan pembawa keberuntungan, khususnya pada masa Dinasti Han dan Wei. Desain Barongsai yang fantastis dan tidak realistis justru merupakan manifestasi dari singa mitologis, yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural untuk mengusir roh jahat (Nian) dan membawa kemakmuran.
Untuk menghindari kebingungan, penting untuk memahami bahwa tarian tradisional Tiongkok yang melibatkan makhluk fantastis dibagi menjadi dua kategori besar berdasarkan identitas makhluknya:
Meskipun keduanya adalah simbol kekuatan dan keberuntungan, fungsi dan manifestasi artistik keduanya sangat berbeda. Singa Barongsai adalah makhluk individual yang berinteraksi langsung dengan penonton dan lingkungannya, sementara Naga Liong adalah kesatuan kolektif yang berfokus pada presentasi keagungan dan aliran energi kosmik.
Salah satu alasan utama mengapa Barongsai sering disalahpahami sebagai naga adalah karena penampilannya yang sangat jauh dari singa Afrika yang kita kenal. Barongsai memiliki skala warna yang cerah (merah, hijau, emas), mata yang besar dan menonjol, mulut yang lebar dengan taring mencolok, serta ornamen seperti tanduk kecil atau bulu-bulu fantasi. Ini adalah ciri khas desain Singa Budha (Fú Shī) atau singa penjaga yang dipengaruhi oleh estetika Asia Timur.
Setiap Barongsai dirancang dengan mempertimbangkan makna filosofis yang mendalam:
Faktor lain yang membedakannya dari naga adalah struktur gerak dan tubuh. Kepala Barongsai yang berat dipegang oleh penari depan, memungkinkan kepala untuk membuka, menutup, mengedip, dan menggerakkan telinga—semua meniru ekspresi hewan mamalia, bukan reptil raksasa. Bagian tubuhnya, yang hanya ditempati oleh penari belakang, sangat pendek dan fokus pada pergerakan kaki dan pinggul yang kuat untuk melompat dan berdiri. Naga, sebaliknya, memiliki tubuh yang sangat panjang, memanjang, dan kurang memiliki ekspresi wajah individualistik.
Sejarah Barongsai sangat panjang, diperkirakan berasal dari sekitar abad ketiga Masehi di Tiongkok. Meskipun demikian, Barongsai bukanlah entitas tunggal. Ia terbagi menjadi dua aliran utama yang sangat berbeda dalam penampilan dan gaya tari, yang mungkin berkontribusi pada kebingungan publik.
Barongsai Utara, yang dikenal karena penampilannya yang lebih menyerupai singa alami, seringkali berwarna kuning keemasan, merah, atau oranye. Mereka memiliki bulu-bulu yang lebih tebal dan realistis. Gaya tari ini sangat akrobatik, meniru gerakan bermain singa, berlari, berguling, dan memanjat. Tarian ini sering memasukkan elemen seperti 'Singa Betina' dan 'Anak Singa', dan melibatkan pengontrol yang menggunakan bola sutra (xiù qiú) untuk memimpin singa dalam permainan.
Barongsai Selatan (yang paling sering kita lihat di Indonesia dan diaspora Tiongkok di seluruh dunia, terutama dari Guangdong dan Fujian) adalah sumber utama kekeliruan naga. Singa Selatan memiliki kepala yang sangat fantastis, berwarna cerah, dan mata yang menonjol. Desain ini sering memasukkan elemen dari hewan mitologi lain, seperti tanduk dari Qilin (Kilin) atau taring yang besar, sehingga membuatnya tampak jauh lebih seperti makhluk fantasi daripada singa biasa.
Gaya Selatan menekankan kekuatan, dramatisasi, dan ekspresi emosi yang kuat. Mereka adalah master dalam manuver panggung tinggi (seperti melompat dari tiang ke tiang, dikenal sebagai johng atau jong) dan ritme drum yang agresif. Transformasi penampilan Singa Selatan menjadi sangat berlebihan ini adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan mereka sebagai simbol pengusir nasib buruk dan pemanggil nasib baik—sebuah peran yang, secara tradisional, juga dipegang oleh naga.
Untuk benar-benar mengukuhkan bahwa Barongsai adalah singa, bukan naga, kita harus menelaah perbandingan langsung dengan Tari Naga (Liong), yang mewakili kategori kesenian yang sepenuhnya terpisah. Meskipun keduanya menampilkan makhluk mitologis yang membawa keberuntungan, filosofi dan implementasi pertunjukannya bagaikan siang dan malam.
Barongsai hanya membutuhkan dua individu yang sangat terlatih untuk menggerakkan satu kostum singa. Mereka bekerja dalam sinkronisasi yang intens, di mana penari kepala harus memikul beban berat kepala dan bertanggung jawab atas ekspresi, sementara penari ekor memberikan kekuatan pendorong untuk lompatan dan keseimbangan. Tujuannya adalah meniru satu makhluk hidup.
Sebaliknya, Liong (Naga) membutuhkan minimum delapan penari, dan idealnya lebih dari dua puluh, tergantung panjang tubuh naga. Setiap penari bertanggung jawab untuk menggerakkan segmen tubuh naga yang ditopang tiang, memastikan gerakan naga tampak mulus dan bergelombang. Koreografi Liong adalah tentang menciptakan ilusi makhluk tunggal yang sangat panjang dan anggun, di mana setiap penari hanyalah bagian kecil dari keseluruhan yang agung.
Gerakan Barongsai adalah serangkaian manuver yang bersifat terrestrial (daratan). Mereka meniru interaksi singa dengan lingkungan: mencuci muka, menggaruk, tidur, dan yang paling terkenal, mengejar 'sayuran' (cǎi qīng). Gerakan ini melibatkan lompatan vertikal, pijakan kuda-kuda (mǎ bù) yang kuat, dan akrobatik yang menguji kekuatan fisik dan koordinasi.
Gerakan Liong (Naga) bersifat celestial (langit dan air). Gerakan mereka adalah horizontal, memfokuskan pada spiral, angka delapan, dan formasi gelombang yang cepat. Tujuannya adalah menciptakan aliran energi yang tak terputus, seringkali mengejar 'mutiara yang menyala' (hǔo zhū) yang dipegang oleh penari depan, melambangkan pencarian kebijaksanaan atau kekuatan kosmik.
Intinya, Barongsai adalah makhluk tunggal, fokus pada ekspresi keberanian dan pengusiran roh jahat dari ruang fisik (rumah, toko). Liong adalah representasi kolektif dari kekuatan kosmik, meminta hujan, keberuntungan luas, dan kekuasaan imperial.
Ritual Barongsai yang paling terkenal dan unik, yang tidak ditemukan dalam tarian naga, adalah Cǎi Qīng (採青), atau 'memetik sayuran hijau'. Ritual ini adalah jantung dari pertunjukan Barongsai, memperkuat identitasnya sebagai makhluk yang berinteraksi dengan dunia nyata.
Dalam Cǎi Qīng, seikat selada air (atau sayuran hijau lainnya, seringkali dengan angpao di dalamnya) digantung tinggi-tinggi. Barongsai harus menunjukkan rasa penasaran, berhati-hati, dan akhirnya memakan sayuran tersebut. Proses ini adalah narasi mini dari sebuah petualangan.
Naga, yang melambangkan kekuatan yang lebih agung dan jauh, tidak pernah melakukan ritual Cǎi Qīng. Tugas utamanya adalah bermanuver di udara dan menari untuk menghormati langit, bukan berinteraksi dengan persembahan daratan.
Musik adalah pembeda lain yang krusial. Orkestra Barongsai, sering disebut 'Empat Permata' (Gong, Simbal, Genderang Besar, Genderang Kecil), menyediakan ritme yang kompleks yang mengikuti emosi singa.
Setiap ketukan drum adalah isyarat bagi penari tentang gerakan yang harus mereka lakukan. Hal ini menciptakan komunikasi non-verbal yang sangat spesifik dan merupakan ciri khas Tari Singa. Musik Liong, meskipun sama-sama meriah, cenderung lebih mengalir dan ritmis dalam pola gelombang yang panjang, bukan serangkaian jeda dan akselerasi dramatis yang menjadi ciri khas Barongsai.
Di Indonesia, Barongsai tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang, terutama setelah dicabutnya larangan pertunjukan budaya Tiongkok. Adaptasi lokal ini justru memperkuat identitasnya sebagai ‘Singa’ yang unik.
Penggunaan istilah Barongsai di Indonesia adalah bukti percampuran budaya. 'Barong' merujuk pada makhluk mitologi Jawa dan Bali, yang juga merupakan makhluk pelindung dengan topeng raksasa. Asosiasi ini secara tidak langsung menghubungkan Barongsai dengan tradisi lokal makhluk pelindung, tetapi identitasnya sebagai singa Tiongkok tetap utuh, terutama di kalangan komunitas Tionghoa.
Selama periode pelarangan, pertunjukan ini harus disembunyikan atau diubah formatnya. Namun, ketika muncul kembali, komunitas Tionghoa Indonesia dengan bangga menunjukkan garis keturunan Barongsai yang jelas sebagai Singa Selatan, lengkap dengan teknik akrobatik tiang yang ekstrem. Praktisi di Indonesia sangat ketat dalam membedakan Barongsai (Singa) dari Liong (Naga) karena mereka mengikuti standar global Federasi Barongsai Internasional.
Pijakan tiang (johng) adalah evolusi Barongsai modern yang paling memukau dan merupakan demonstrasi akrobatik daratan yang luar biasa. Barongsai Selatan menari di atas serangkaian tiang besi atau kayu (tinggi 1 hingga 3 meter) yang diposisikan seperti formasi tebing. Tujuan dari gerakan ini adalah meniru singa yang mencari makanan di habitat yang sulit, melompati jurang dan menyeimbangkan diri di atas titik sempit.
Gerakan spesifik seperti "menyeberangi sungai dengan daun teratai" (melompat dari tiang ke tiang dengan jarak yang signifikan) dan "melihat ke kejauhan" (berdiri tegak di atas tiang tunggal) adalah aksi yang hanya dapat dilakukan oleh Barongsai karena struktur dua penari yang ringkas. Naga, dengan tubuhnya yang panjang dan digerakkan oleh banyak tiang penyangga, tidak mungkin melakukan manuver vertikal yang ekstrem ini.
Meskipun Barongsai adalah Singa, sulit untuk sepenuhnya melepaskan kehadirannya dari konteks kebudayaan yang sama dengan naga. Kebingungan seringkali muncul karena dalam hierarki mitologi Tiongkok, singa mitologis seringkali digambarkan sebagai makhluk yang setara dengan naga dalam hal kekuatan magis dan kekuasaan spiritual.
Baik singa (Barongsai) maupun naga (Liong) berbagi tugas utama: melindungi dan memberkati. Naga sering ditempatkan di atap kuil (karena ia adalah penguasa langit dan air), sementara singa batu (shī) diletakkan di gerbang kuil atau istana (sebagai penjaga daratan). Keduanya berfungsi sebagai penangkal kejahatan, dan dalam pertunjukan perayaan, mereka sering muncul bergantian atau bahkan bersamaan.
Selain itu, desain kepala Barongsai Selatan memang meminjam beberapa fitur yang secara visual dapat mengingatkan pada naga—terutama taring yang tajam, mata yang melotot, dan penampilan yang bersisik atau berbulu tebal yang berbeda dari mamalia biasa. Para seniman kuno menggabungkan ciri-ciri hewan-hewan paling kuat (singa, naga, macan) untuk menciptakan makhluk pelindung yang paling menakutkan bagi roh jahat.
Untuk menguatkan identitas singa, mari kita tinjau elemen-elemen spesifik yang tidak dimiliki oleh naga:
Keseluruhan narasi Barongsai adalah narasi tentang Keberanian dan Kemanusiaan yang Ditinggikan. Ia adalah makhluk yang berinteraksi dengan kita, terkadang malu-malu, terkadang marah, dan terkadang gembira. Ia lebih dekat dengan peran monyet (Sun Wukong) yang lincah atau anjing penjaga yang setia, ketimbang naga yang megah dan transenden.
Penting untuk diakui bahwa Barongsai bukan hanya soal perayaan Imlek; ia adalah warisan budaya yang memiliki lapisan sejarah yang sangat tebal, dengan variasi yang mencerminkan sejarah migrasi Tiongkok dan dinamika politik di berbagai dinasti.
Pada masa Dinasti Tang (abad ke-7 hingga ke-10), Tari Singa menjadi sangat populer dan dianggap sebagai bentuk hiburan istana yang penting. Catatan historis menyebutkan adanya ‘Tari Singa Besar Perdamaian’ (Tàipíng Shī), di mana kostum singa dibuat sangat besar dan mewah. Ini menunjukkan bahwa bahkan ribuan tahun lalu, fokus pertunjukan adalah pada sosok ‘Singa’ yang fantastis, bukan naga.
Perbedaan antara gaya Utara (yang lebih kuno dan realistis) dan Selatan (yang lebih fantastis dan akrobatik) mencerminkan dua jalur evolusi: Utara fokus pada representasi singa peliharaan istana yang dimuliakan, sementara Selatan fokus pada singa sebagai penangkal roh jahat yang dibawa oleh para imigran dan pelaut yang membutuhkan perlindungan spiritual di wilayah yang tidak dikenal.
Barongsai Selatan, khususnya, tidak dapat dipisahkan dari seni bela diri (Wushu). Penarinya harus memiliki latar belakang kungfu yang kuat. Gerakan kuda-kuda, keseimbangan, dan kekuatan kaki yang diperlukan untuk menahan beban penari di atas tiang semuanya berasal dari pelatihan seni bela diri.
Setiap sekolah kungfu di Tiongkok Selatan memiliki gaya Barongsai mereka sendiri, di mana setiap gerakan kaki dan pinggul (misalnya, kuda-kuda Sembilan Bintang, Kuda-kuda Kucing, Kuda-kuda Macan) adalah aplikasi langsung dari teknik bertarung. Ini menjelaskan mengapa Barongsai tampil begitu bertenaga dan agresif—ia adalah singa yang siap bertarung melawan roh jahat. Naga, di sisi lain, tarian Liong jarang sekali menuntut keterampilan fisik yang berbasis pertarungan, melainkan lebih menekankan pada keluwesan dan kerja tim.
Dalam tradisi Tiongkok, Barongsai seringkali dibagi berdasarkan karakterisasi moral dan historis. Lima singa utama (kadang-kadang disebut Lima Karakteristik) membantu mengukuhkan identitas mereka, yang semuanya berakar pada sifat singa, bukan naga:
Pembagian karakter berdasarkan tokoh sejarah Tiga Negara (semua adalah manusia yang memiliki sifat-sifat khusus yang diwakilkan oleh singa) adalah cara yang jelas untuk menunjukkan bahwa Barongsai adalah representasi dari karakter dan emosi individualistik yang kuat. Naga (Liong), sebagai simbol kosmik yang seragam, tidak pernah dibagi berdasarkan karakter historis manusia.
Diskusi yang sangat panjang mengenai karakterisasi ini, yang melibatkan analisis setiap warna hiasan, jumbai, dan bentuk mata, menunjukkan betapa rumitnya identitas Barongsai sebagai Singa. Misalnya, Barongsai yang memiliki bibir merah lebar dan gigi kecil biasanya digambarkan sebagai 'singa bahagia' yang baru saja menerima keberuntungan. Singa dengan bibir hitam dan taring menonjol dianggap sebagai 'singa yang sedang marah' atau bertarung, yang perlu menumpahkan hawa negatif.
Kompleksitas ekspresi ini adalah inti dari Tari Singa: ia meniru kehidupan seekor makhluk. Keunikan ini adalah alasan Barongsai menempati tempat khusus, terpisah dari Tari Naga yang lebih fokus pada presentasi formasi dan keagungan spiritual daripada drama emosional.
Meskipun Barongsai adalah singa, dalam konteks Tiongkok, ia adalah singa yang telah melampaui status hewan biasa. Ia menjadi perwujudan roh pelindung. Inilah mengapa ia dihormati hampir setara dengan naga dalam hal spiritualitas.
Sebuah Barongsai baru, sebelum dapat tampil, harus melalui upacara 'titik mata' (diǎn jīng). Upacara ini melibatkan seorang figur yang dihormati (pendeta Tao, biarawan Budha, atau tokoh masyarakat senior) yang menggunakan tinta merah untuk memberi 'roh' atau 'kehidupan' pada mata, tanduk, dan cermin Barongsai. Tanpa upacara ini, kostum Barongsai hanyalah sehelai kain dan bambu yang mati.
Proses pemberian roh ini mengubah singa mekanis menjadi Singa Budha—makhluk suci yang siap mengemban tugas mengusir kejahatan. Kekuatan yang dimasukkan ke dalam kepala Barongsai adalah kekuatan yang bersifat melindungi tempat usaha dan rumah, memurnikan energi, dan membawa qi (energi vital) yang positif.
Filosofi di balik pemberian roh ini sangat berbeda dari naga. Sementara naga adalah manifestasi alami dari kekuatan alam (air, hujan, langit), Barongsai adalah entitas yang dihidupkan melalui ritual manusia untuk tujuan perlindungan yang sangat spesifik dan terikat pada ruang fisik.
Selain Imlek, Barongsai juga sering dipertunjukkan dalam festival-festival penting lainnya, seperti Festival Hantu (sebagai pengusir roh jahat yang berkeliaran) atau pembukaan toko baru. Dalam setiap konteks ini, tugas Barongsai adalah membersihkan dan memberkati. Ia bergerak lincah di sekitar sudut-sudut yang gelap, diyakini bahwa roh jahat akan takut pada suara gemuruh drum dan penampilannya yang garang.
Naga, meskipun juga membawa keberuntungan, cenderung ditampilkan dalam perayaan yang lebih bersifat umum dan komunal, seperti pawai kota besar, karena ia melambangkan kesuksesan seluruh komunitas atau negara, bukan perlindungan individual terhadap tempat usaha tertentu. Gerakan Liong yang panjang dan membutuhkan ruang yang luas jarang terlihat di dalam ruangan atau di depan pintu ruko, yang merupakan habitat alami Barongsai.
Oleh karena itu, jika kita melihat fungsinya, Barongsai bertindak sebagai singa pelindung Tiongkok yang ditugaskan di tingkat jalanan, berinteraksi langsung dengan manusia. Ini adalah perbedaan kontekstual yang jauh lebih penting daripada kemiripan visual yang samar-samar dengan naga.
Untuk menutup perdebatan abadi ini, kita dapat merangkum perbedaan yang menegaskan identitas Barongsai sebagai singa, bukan naga, melalui tiga dimensi utama: Struktur, Fungsi, dan Kesenian.
Barongsai memiliki kepala tunggal yang besar, dua kaki, dan tubuh yang pendek, digerakkan oleh dua orang yang menyinkronkan gerakan mamalia. Ia memiliki mata, telinga, dan mulut yang dapat dimanipulasi untuk menunjukkan emosi yang bersifat hewan/manusiawi.
Liong memiliki tubuh bersisik yang panjang tak terhingga, digerakkan oleh puluhan tiang, dan hanya memiliki kepala dan ekor di ujung-ujung tubuh. Ekspresinya agung, tanpa nuansa emosional yang berubah-ubah seperti Barongsai.
Barongsai melakukan Cǎi Qīng, ritual memakan sayuran hijau dan memuntahkan keberuntungan, fokus pada pengusiran roh jahat dari area terbatas dan spesifik (rumah/toko). Ia adalah pelindung daratan.
Liong berfokus pada formasi kosmik dan mengejar mutiara, melambangkan kekuasaan, keberuntungan nasional atau regional, dan memanggil cuaca baik (hujan). Ia adalah penguasa langit dan air.
Barongsai menggunakan gerakan Wushu, akrobatik vertikal, dan kekuatan pijakan yang hebat (tiang jong). Musiknya adalah drum yang terputus-putus dan dinamis, mengikuti setiap perubahan emosi dan gerakan singa.
Liong menggunakan gerakan undulasi yang anggun, formasi spiral kolektif, dan gerakannya bersifat horizontal. Musiknya adalah ritme mengalir yang menciptakan ilusi terbang.
Meskipun Barongsai seringkali ditampilkan dengan keagungan yang mengingatkan pada mitologi naga, penampilan dan fungsinya secara tegas menempatkannya dalam kategori Tari Singa. Penampilan fantastis Barongsai adalah penghormatan terhadap singa mitologis, makhluk yang dibawa ke Tiongkok sebagai simbol keberanian dan perlindungan ilahi, dan yang telah diadaptasi selama berabad-abad menjadi penari akrobatik yang kita kenal dan cintai saat ini.
Oleh karena itu, setiap kali genderang bergemuruh dan seekor Barongsai melompat tinggi, ingatlah bahwa Anda sedang menyaksikan kekuatan Singa yang perkasa, sang Raja Hewan yang diutus dari dunia spiritual Tiongkok untuk membawa kegembiraan dan mengusir kemalangan dari ambang pintu Anda. Barongsai adalah Singa, dan ia bangga dengan warisan tersebut, sebuah singa yang bertransformasi menjadi ikon budaya yang tak tertandingi.