Denting Gong dan Akrobatik Megah: Menyingkap Pesona Barongsai di Kota Kasablanka
Pusat Perayaan dan Keajaiban Budaya di Jantung Kota
Kota Kasablanka, atau yang akrab disebut Kokas, telah lama menjadi lebih dari sekadar pusat perbelanjaan premium di Jakarta Selatan. Dalam beberapa periode khusus, terutama saat perayaan Tahun Baru Imlek, Kokas bertransformasi menjadi panggung megah yang menyajikan pertunjukan budaya Tionghoa yang paling dinantikan: tarian Singa atau Barongsai. Kehadiran Barongsai di Kokas bukan hanya sekadar hiburan musiman; ia adalah manifestasi hidup dari akulturasi budaya yang kuat di Indonesia, sebuah perpaduan energi modern dari mal mewah dengan ritual tradisi yang berusia ribuan tahun.
Fenomena Barongsai di lokasi komersial seperti Kokas memberikan dimensi baru pada makna tarian tersebut. Di satu sisi, ia menarik keramaian luar biasa, menjadikan mal sebagai destinasi utama perayaan. Di sisi lain, ia memainkan peran vital dalam melestarikan seni pertunjukan yang sempat terlarang selama era Orde Baru. Saat Barongsai menari di tengah atrium Kokas yang luas, di bawah kilauan lampu kristal dan dikelilingi ribuan pasang mata, mereka membawa serta harapan akan keberuntungan, menolak bala, dan menyatukan komunitas dalam kegembiraan kolektif yang sulit ditemukan di tempat lain. Pertunjukan ini adalah puncak dari sejarah, filosofi, dan kemampuan atletik yang luar biasa, dirangkum dalam satu pertunjukan dinamis yang mampu membius penonton dari segala usia dan latar belakang.
Barongsai: Sejarah, Filosofi, dan Akar Tradisinya
Untuk memahami mengapa pertunjukan Barongsai di Kokas terasa begitu istimewa, kita harus menelusuri sejarahnya yang panjang. Barongsai, atau *Wu Shi* (Tarian Singa) dalam bahasa Mandarin, adalah salah satu elemen budaya Tionghoa yang paling terkenal, berakar kuat sejak zaman Dinasti Han (206 SM – 220 M). Tarian ini awalnya dipercaya sebagai ritual pengusiran roh jahat dan pembawa keberuntungan, khususnya saat pergantian musim atau perayaan besar.
Legenda tentang asal-usul Barongsai sangat bervariasi, namun salah satu yang paling populer adalah kisah mengenai seekor singa mitos yang menyelamatkan desa dari roh jahat atau monster buas. Karena singa bukanlah hewan endemik di Tiongkok kuno, kostum singa dibuat berdasarkan deskripsi yang dibawa oleh para pedagang dan penjelajah, menghasilkan makhluk yang fantastis, penuh warna, dan sedikit menyerupai perpaduan naga dan singa. Desain kepala yang rumit, dengan mata besar yang berkedip, tanduk, dan mulut lebar, dirancang untuk memancarkan kekuatan magis dan sekaligus kegembiraan.
Filosofi Warna dan Simbolisme Gerakan
Setiap detail dalam Barongsai memiliki makna yang mendalam. Warna kostum singa adalah kunci untuk mengidentifikasi karakter dan keberuntungannya: Warna Merah melambangkan keberanian dan keberuntungan, sering kali digunakan untuk singa yang muda dan energik. Warna Emas atau Kuning melambangkan kemakmuran dan kekuasaan, sementara Warna Hitam sering dikaitkan dengan kedewasaan atau singa yang lebih tua dan bijaksana. Kepala singa yang dilengkapi dengan cermin kecil di dahi dipercaya dapat memantulkan kembali roh jahat yang mencoba mendekat, sehingga melindungi lokasi tempat ia menari.
Gerakan tariannya sendiri adalah sebuah narasi. Setiap ayunan kepala, setiap lompatan, dan setiap kibasan ekor mengikuti ritme dramatis dari musik pengiring. Gerakan-gerakan ini meniru tingkah laku singa dalam berbagai suasana: saat tidur, saat bangun, saat mencari makan, saat bermain, dan yang paling penting, saat mengatasi rintangan. Ini adalah representasi visual dari perjalanan hidup, di mana keberuntungan harus diupayakan dengan kekuatan dan ketangkasan.
Akulturasi Barongsai di Bumi Nusantara
Di Indonesia, Barongsai memiliki perjalanan sejarah yang unik, mencerminkan keragaman dan dinamika politik negara ini. Tarian ini dibawa oleh imigran Tiongkok selama berabad-abad, dan segera berasimilasi dengan budaya lokal, terutama di kota-kota pelabuhan besar seperti Jakarta (Batavia), Semarang, dan Surabaya. Namun, tarian ini sempat mengalami masa gelap. Selama rezim Orde Baru, pertunjukan Barongsai, bersamaan dengan ekspresi budaya Tionghoa lainnya, dilarang tampil di ruang publik sebagai bagian dari kebijakan asimilasi yang ketat.
Pelarangan ini memaksa seni Barongsai untuk bertahan secara sembunyi-sembunyi di dalam kuil (klenteng) atau di kalangan komunitas tertutup. Kondisi ini secara paradoksal, justru memperkuat ikatan antara para pelestari budaya. Ketika larangan dicabut pada awal milenium oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Barongsai meledak kembali ke ruang publik dengan energi yang luar biasa. Inilah yang menjadi dasar mengapa pertunjukan Barongsai di lokasi modern seperti Kokas memiliki resonansi emosional yang kuat; ia adalah simbol kebebasan berekspresi budaya dan pengakuan identitas.
*Kepala Barongsai Merah, simbol energi dan keberuntungan yang ditampilkan di Kokas.*
Kota Kasablanka: Kanvas Modern untuk Tradisi Kuno
Memilih Kota Kasablanka sebagai lokasi utama pertunjukan Barongsai Imlek adalah keputusan strategis yang menggarisbawahi pergeseran dinamika budaya Tionghoa di Jakarta. Kokas, dengan desain interiornya yang elegan dan area atrium yang masif, menawarkan panggung yang ideal, terutama untuk jenis Barongsai Selatan (Nán Shī) yang dikenal dengan akrobatik tiang yang spektakuler.
Atrium Kokas yang memiliki langit-langit tinggi memungkinkan instalasi tiang-tiang (*jūgāi*) dengan ketinggian yang menantang, memberikan ruang bagi para penari untuk melakukan manuver berbahaya. Tata letak panggung yang terbuka, dikelilingi oleh lantai-lantai mal, menciptakan amfiteater vertikal dadakan. Penonton tidak hanya melihat dari satu sudut pandang, melainkan dari berbagai ketinggian, yang menambahkan kedalaman visual dan ketegangan pada setiap lompatan yang dilakukan singa.
Logistik dan Persiapan di Balik Layar
Pertunjukan Barongsai dengan skala sebesar yang ditampilkan di Kokas melibatkan perencanaan logistik yang rumit. Tim manajemen mal bekerja sama erat dengan perkumpulan Barongsai ternama. Ini meliputi:
- Keamanan dan Keselamatan: Mengingat tingginya atraksi yang melibatkan lompatan dari tiang ke tiang setinggi beberapa meter, area panggung harus steril dan dilengkapi matras keselamatan tersembunyi.
- Pengaturan Massa: Ribuan orang berkerumun. Tim keamanan harus memastikan jalur evakuasi tetap terbuka dan penonton tidak terlalu dekat dengan panggung demi keselamatan.
- Akustik: Suara dentuman drum, simbal, dan gong yang khas harus diperkuat dan disesuaikan agar bergema dengan sempurna di ruang atrium yang besar tanpa menimbulkan gema berlebihan yang mengganggu ritme.
Seluruh proses ini memastikan bahwa pengalaman menonton tidak hanya spektakuler secara visual, tetapi juga aman dan nyaman bagi pengunjung yang datang dari berbagai pelosok Jakarta.
Anatomi Pertunjukan: Teknik dan Ketangkasan Tingkat Tinggi
Pertunjukan Barongsai bukanlah tarian sembarangan; ia adalah disiplin fisik yang menuntut sinkronisasi, kekuatan, dan keberanian ekstrem. Di Kokas, yang paling sering ditampilkan adalah gaya Selatan, yang berfokus pada teknik akrobatik yang disebut *Gao Wei Di Qiao* (Melompati Tiang Tinggi).
Peran Ganda dan Sinkronisasi
Setiap singa dijalankan oleh dua penari: Kepala (Tou) dan Ekor (Wei). Penari Kepala harus memiliki kekuatan lengan dan punggung yang luar biasa, serta kemampuan untuk memanipulasi ekspresi wajah singa (mengedipkan mata, membuka mulut) sesuai dengan emosi yang disajikan. Penari Ekor, yang bertanggung jawab atas bagian belakang dan gerakan melengkung tubuh singa, adalah fondasi yang harus kuat dan stabil, terutama saat mengangkat penari Kepala untuk mencapai tiang tertinggi atau melakukan pose keseimbangan.
Sinkronisasi antara keduanya harus sempurna. Dalam atraksi tiang, jarak antara satu tiang dan tiang lainnya bisa mencapai dua hingga tiga meter. Penari Kepala harus melompat ke udara, sementara Penari Ekor mendorong dan menopang beratnya, semua dilakukan dalam hitungan detik. Kesalahan sepersekian detik dapat berakibat fatal, itulah sebabnya pelatihan untuk grup Barongsai elit memerlukan dedikasi bertahun-tahun.
Ritual Mencabut Sayuran (*Cai Qing*)
Inti dari banyak pertunjukan Barongsai, termasuk yang ada di Kokas, adalah ritual *Cai Qing* (Mencabut Sayuran Hijau). Tradisionalnya, sayuran hijau (seperti selada) digantung tinggi bersama amplop merah berisi uang (*Angpao*). Sayuran (Qing) terdengar seperti kata untuk keberuntungan (Cai), sehingga ritual ini melambangkan 'memanen keberuntungan'.
Di lingkungan mal modern, *Cai Qing* sering kali dimodifikasi. Angpao dan sayuran bisa digantung di atas balon, di pintu masuk toko, atau bahkan diletakkan di atas tumpukan produk. Tantangan bagi singa adalah mendekati dan 'memakan' Qing tersebut dengan elegan, biasanya setelah melalui serangkaian gerakan waspada, bermain, dan akhirnya, melompat untuk mengambilnya. Setelah berhasil 'memakan' Qing, singa akan mengunyah dan kemudian 'meludahkannya' kembali kepada penonton atau pemilik toko—sebagai lambang penyebaran keberuntungan.
Rhythm of Fortune: Dentuman Musik yang Mendorong Energi
Barongsai tidak akan lengkap tanpa orkestra perkusi yang mengiringinya. Musik adalah jiwa tarian ini, berfungsi sebagai kompas emosi dan penentu kecepatan gerakan singa. Orkestra Barongsai terdiri dari tiga instrumen utama, yang sering disebut sebagai "Tiga Harta Karun Musik Barongsai":
- Gong (Luo): Memberikan latar belakang ritmis yang berat dan panjang, seringkali menandakan perubahan suasana atau gerakan besar. Dentuman gong yang dalam memberikan rasa agung dan otoritas.
- Simbal (Bo): Simbal, dengan suara yang tajam dan cepat, berfungsi sebagai penekanan utama (*accent*) pada setiap gerakan singa. Simbal menentukan kapan singa membuka mata, kapan ia melangkah, dan kapan ia beristirahat.
- Drum (Gu): Drum adalah instrumen yang paling penting. Drummer adalah konduktor pertunjukan, mengatur tempo mulai dari ritme lambat yang menandakan singa sedang tidur atau waspada, hingga ritme cepat yang menggambarkan serangan atau kegembiraan yang eksplosif. Pola tabuhan drum yang sangat cepat inilah yang memicu adrenalin penonton di Kokas.
Setiap ritme perkusi memiliki nama dan makna spesifik, seperti "Tujuh Bintang" (Qi Xing) yang digunakan untuk menyambut penonton, atau ritme "Memanjat Gunung" saat singa bersiap melakukan akrobatik tiang. Ketika musik berhenti mendadak, itu adalah momen hening yang penuh ketegangan, sebelum akhirnya meledak lagi dengan gerakan akrobatik puncak.
*Perkusi Barongsai adalah konduktor emosi dan gerakan tarian.*
Si Kepala Besar yang Ceria: Peran Buddha Maitreya
Di setiap pertunjukan Barongsai yang sukses di Kokas, kehadiran karakter pendukung yang vital sering kali mencuri perhatian: *Da Tou Fo* atau Buddha Kepala Besar, yang di Indonesia sering diidentifikasi sebagai Maitreya atau Biksu Tertawa. Karakter ini, yang mengenakan topeng besar dan membawa kipas atau tongkat, adalah antitesis dari kegagahan singa; ia lucu, ceroboh, dan selalu ceria.
Peran Maitreya sangat penting dalam dinamika pertunjukan. Secara naratif, ia adalah pelatih atau penggoda singa. Ia sering menari di sekitar singa, mengusiknya, atau memandunya menuju sayuran keberuntungan (*Qing*). Maitreya bertindak sebagai jembatan antara singa yang serius dan mitologis dengan penonton yang bersemangat.
Maitreya yang lincah dan berinteraksi langsung dengan penonton berfungsi memecah ketegangan saat Barongsai sedang mempersiapkan manuver sulit, dan memberikan sentuhan humor yang universal, menjadikannya sangat populer di kalangan anak-anak. Di Kokas, interaksi Maitreya dengan pengunjung, seperti berfoto bersama atau bermain kejar-kejaran ringan, meningkatkan suasana perayaan, memperkuat peran Barongsai sebagai pertunjukan yang inklusif dan ramah keluarga.
Lebih dari Sekadar Pertunjukan: Dampak Sosial dan Ekonomi Barongsai di Kokas
Kehadiran Barongsai di pusat perbelanjaan elit seperti Kota Kasablanka tidak hanya berdampak pada aspek budaya, tetapi juga ekonomi dan sosial secara luas. Pertunjukan ini menjadi magnet pariwisata lokal yang signifikan, mengubah Kokas menjadi salah satu titik kumpul utama perayaan Imlek di Jakarta.
Peningkatan Kunjungan dan Bisnis Ritel
Periode Imlek, yang diwarnai oleh penampilan Barongsai reguler, selalu mencatat lonjakan jumlah pengunjung yang drastis. Fenomena ini memberikan keuntungan langsung bagi para penyewa ritel. Orang datang bukan hanya untuk menonton tarian singa, tetapi juga untuk makan malam, membeli pakaian, dan berbelanja hadiah. Manajemen mal memanfaatkan energi positif Barongsai untuk menciptakan suasana belanja yang lebih menarik dan meriah, seringkali melibatkan singa untuk "memberkati" toko-toko tertentu, yang dipercaya membawa keberuntungan bagi bisnis mereka di tahun yang baru.
Selain itu, industri jasa yang terkait dengan Barongsai, seperti pembuatan kostum, pelatihan, dan perlengkapan musik, mengalami peningkatan permintaan. Kelompok Barongsai profesional, yang mungkin hanya memiliki pekerjaan paruh waktu di waktu biasa, mendapatkan pemasukan signifikan selama musim perayaan, membantu menopang kelangsungan hidup seni ini.
Merajut Kebhinekaan Melalui Seni
Aspek sosial Barongsai di Kokas mungkin adalah yang paling berharga. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, pertunjukan Barongsai di ruang publik terbuka seperti mal berfungsi sebagai alat pemersatu. Penonton yang memadati atrium terdiri dari berbagai suku, agama, dan latar belakang. Semua orang, tanpa terkecuali, terpesona oleh tarian singa yang energik dan akrobatik.
Hal ini mengirimkan pesan kuat tentang toleransi dan penerimaan. Barongsai, yang dulunya merupakan seni eksklusif bagi komunitas Tionghoa, kini menjadi milik publik dan dinikmati sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Di Kokas, pertunjukan ini menjadi demonstrasi visual nyata bahwa perbedaan budaya dapat dirayakan bersama dalam harmoni, jauh dari segregasi atau stigma masa lalu.
Tantangan Kontemporer dan Masa Depan Seni Barongsai
Meskipun Barongsai kini mendapatkan tempat terhormat di panggung modern seperti Kokas, pelestarian seni ini menghadapi tantangan kontemporer yang serius. Persaingan untuk mempertahankan kualitas artistik dan atletik sangat ketat, membutuhkan dukungan finansial dan dedikasi generasi muda.
Kebutuhan Pelatihan dan Regenerasi
Pelatihan Barongsai adalah proses yang melelahkan. Kelompok-kelompok Barongsai harus berjuang keras untuk merekrut dan mempertahankan anggota muda, yang harus menyeimbangkan latihan intensif dengan tuntutan akademik atau pekerjaan. Penguasaan teknik akrobatik tiang, khususnya, membutuhkan fisik prima dan jam latihan yang tak terhitung. Pendanaan untuk perawatan kostum, yang harganya bisa sangat mahal, dan penggantian instrumen musik yang rusak juga menjadi beban berkelanjutan.
Kokas, melalui penyediaan panggung yang bergengsi dan bayaran profesional, secara tidak langsung membantu meningkatkan standar dan profesionalisme Barongsai. Dengan tampil di mal besar, kelompok Barongsai dipaksa untuk menyajikan kualitas terbaik, mendorong mereka untuk berinvestasi dalam pelatihan dan perlengkapan yang mutakhir.
Adaptasi terhadap Modernitas
Masa depan Barongsai terletak pada kemampuan untuk beradaptasi tanpa kehilangan inti tradisionalnya. Di Kokas, kita melihat adaptasi ini dalam bentuk kolaborasi dengan elemen modern—misalnya, singa yang menari diiringi musik yang sedikit dimodifikasi atau menggunakan properti yang lebih kontemporer. Meskipun beberapa puritan mungkin menentang modernisasi, adaptasi ini penting untuk menarik minat generasi milenial dan Gen Z, memastikan bahwa seni ini tetap relevan dan menarik di tengah derasnya hiburan digital.
Pemanfaatan media sosial oleh manajemen Kokas untuk mempromosikan pertunjukan Barongsai juga berperan besar. Video-video akrobatik di tiang yang viral membantu menjangkau audiens yang lebih luas, memastikan bahwa dentuman gong dan simbal terus bergema, tidak hanya di atrium mal tetapi juga di dunia maya.
Detail Gerakan Utama: Bahasa Tubuh Sang Singa
Untuk mengapresiasi sepenuhnya tarian Barongsai di Kokas, penting untuk memahami bahasa tubuh yang dibawakan oleh dua penari di balik kostum. Setiap langkah dan ekspresi singa mencerminkan emosi atau tindakan tertentu, mengikat penonton dalam alur naratif yang tanpa kata. Gerakan dasar dalam Barongsai Selatan terbagi menjadi beberapa kategori penting:
1. *Sui* (Tidur dan Bangun)
Gerakan ini sering membuka pertunjukan, menggambarkan singa yang sedang tertidur atau beristirahat. Musik pengiringnya tenang dan lambat. Penari Kepala akan menundukkan kepala, sesekali menggerakkan telinga. Kebangkitan (*Xing*) dilakukan dengan tiba-tiba, ditandai dengan tabuhan drum yang cepat dan keras, diikuti dengan singa yang menguap dan membuka mata lebar-lebar. Di Kokas, momen kebangkitan ini selalu menjadi pembuka yang menarik perhatian ribuan penonton yang menunggu di sekitar railing setiap lantai.
2. *Xi* (Bermain dan Curiositas)
Ini adalah gerakan yang paling interaktif. Singa akan menunjukkan rasa ingin tahu, mencium tanah, melihat sekeliling, dan bermain dengan benda-benda di sekitarnya. Pergerakan ini ditandai dengan langkah ringan, cepat, dan gerakan kepala yang lincah. Ini adalah saat di mana Maitreya (Buddha Tertawa) biasanya muncul, menggoda singa untuk bermain atau mencoba mengambil sayuran. *Xi* menciptakan suasana santai sebelum ketegangan akrobatik dimulai.
3. *Zheng* (Mencari dan Mendapatkan)
Gerakan *Zheng* adalah saat singa menyadari adanya 'harta karun' (Qing atau Angpao) yang digantung tinggi. Seluruh fokus singa akan tertuju pada target tersebut. Gerakan ini melibatkan langkah-langkah yang hati-hati, waspada terhadap potensi bahaya (meski tidak ada di panggung mal). Ini mencapai klimaksnya dalam gerakan *Cai Qing*, yang menuntut konsentrasi penuh dari kedua penari untuk mencapai target di ketinggian tiang atau panggung yang menantang di tengah atrium Kokas.
4. *Tiao Yue* (Melompat dan Akrobatik)
Ini adalah puncak atletik. Jika pertunjukan menggunakan tiang, Penari Ekor akan menjadi tumpuan bagi Penari Kepala. Gerakan ini melibatkan lompatan eksplosif dan keseimbangan ekstrem di atas platform kecil. Ketinggian tiang di Kokas seringkali mencapai level yang menantang. Manuver seperti "Melangkah di Bunga Plum" (serangkaian tiang) atau "Jembatan Terjal" membutuhkan kekuatan inti dan koordinasi sempurna, menjadikannya tontonan yang paling memukau bagi pengunjung.
Peran Kelompok Barongsai dalam Ekosistem Kota Jakarta
Kelompok-kelompok Barongsai yang tampil di Kota Kasablanka biasanya merupakan tim profesional yang tergabung dalam federasi atau perkumpulan seni bela diri (*Koung Fu*). Keterlibatan mereka di Kokas adalah pengakuan atas status mereka sebagai yang terbaik di Jakarta, bahkan di Indonesia.
Perkumpulan ini bukan hanya tempat berlatih tarian, tetapi juga pusat komunitas yang mengajarkan disiplin, kerja tim, dan penghormatan terhadap tradisi. Generasi muda yang bergabung dengan kelompok Barongsai belajar nilai-nilai penting yang melampaui sekadar menari. Mereka belajar bagaimana menghadapi rasa takut (saat melompat dari ketinggian) dan bagaimana mempercayai rekan tim mereka sepenuhnya (saat diangkat di tiang).
Dengan tampil di tempat umum seperti Kokas, mereka tidak hanya mencari rezeki musiman, tetapi juga mengemban tugas edukasi. Mereka menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa seni tradisional Tionghoa adalah bagian integral dari identitas Indonesia, menginspirasi rasa bangga dan keinginan untuk melestarikan warisan leluhur di tengah hiruk pikuk kehidupan ibu kota. Kesuksesan Barongsai di panggung mal adalah barometer keberhasilan kelompok-kelompok ini dalam menjangkau dan berintegrasi dengan masyarakat luas.
Inovasi dan Eksplorasi: Membawa Barongsai ke Era Berikutnya
Meskipun Barongsai adalah seni kuno, pertunjukannya di Kokas seringkali menampilkan inovasi yang menarik. Para koreografer terus mencari cara baru untuk menantang penari dan memukau penonton. Beberapa inovasi yang mulai terlihat di pertunjukan modern meliputi:
- Penggunaan LED dan Efek Khusus: Beberapa kelompok mulai memasukkan lampu LED di mata atau ekor singa, yang memberikan efek dramatis, terutama saat pertunjukan dilakukan di malam hari atau di area mal yang minim cahaya.
- Integrasi Bela Diri: Pertunjukan seringkali diawali dengan demonstrasi seni bela diri Wushu atau Kung Fu, menunjukkan keterampilan fisik para penari sebelum mereka masuk ke dalam kostum singa.
- Kisah Naratif yang Lebih Jelas: Alih-alih hanya berfokus pada *Cai Qing*, beberapa pertunjukan mulai memasukkan cerita-cerita kecil, misalnya kisah heroik singa yang menyelamatkan permata atau melawan makhluk mitologis lain, memberikan dimensi teater yang lebih dalam.
Inovasi-inovasi ini memastikan bahwa tradisi Barongsai tetap hidup dan relevan bagi audiens yang terpapar teknologi dan hiburan canggih. Kokas, sebagai platform premium, menjadi tempat uji coba yang sempurna untuk memamerkan evolusi artistik ini, menjembatani hormat terhadap masa lalu dengan antusiasme terhadap masa depan.
Penutup: Gema Keberuntungan di Jantung Jakarta
Pertunjukan Barongsai di Kota Kasablanka adalah sebuah peristiwa budaya yang melampaui batas perayaan Imlek semata. Ini adalah perayaan akulturasi, kehebatan atletik, dan semangat komunitas yang tak pernah padam. Dari dentuman drum yang menggelegar di atrium, hingga lompatan akrobatik yang menantang gravitasi di atas tiang-tiang tinggi, setiap elemen pertunjukan membawa janji keberuntungan dan energi positif yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan.
Barongsai di Kokas membuktikan bahwa tradisi dapat berinteraksi harmonis dengan modernitas. Ia berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya melestarikan warisan budaya yang kaya, sambil merangkul masa depan yang inklusif. Bagi ribuan pengunjung yang berdiri tegak, mendongak ke atas, dan bersorak gembira, tarian singa ini bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah pengalaman transformatif—sebuah gema keberuntungan yang terus berdetak di jantung Kota Jakarta.
Semangat Singa ini akan terus kembali, membawa harapan baru dan memukau generasi-generasi mendatang, menegaskan bahwa Barongsai adalah harta tak ternilai yang akan terus menari di panggung-panggung termegah Indonesia.