Barongan set adalah manifestasi artistik dan spiritual dari kegagahan makhluk mitologi yang dihormati di berbagai kebudayaan, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Lebih dari sekadar topeng atau kostum, sebuah Barongan set mewakili entitas budaya yang kompleks, menyimpan lapisan sejarah, filosofi kepercayaan kuno, dan teknik seni kerajinan tangan yang luar biasa. Pemahaman mendalam tentang komponen, fungsi, dan ritual yang menyertai Barongan set menjadi kunci untuk mengapresiasi warisan tak benda yang tak ternilai harganya ini.
Representasi visual topeng utama Barongan, simbol kegarangan dan otoritas spiritual.
Secara etimologis, kata "Barongan" berakar dari kata barong, yang merujuk pada bentuk topeng besar atau kostum binatang mitologi. Dalam konteks budaya Jawa, Barongan seringkali identik dengan sosok Singa Barong, sebuah figur raksasa berwujud singa yang gagah, terkait erat dengan seni pertunjukan Reog Ponorogo. Namun, penggunaan istilah Barongan set mencakup lebih dari sekadar Singa Barong; ia merujuk pada keseluruhan perlengkapan yang dibutuhkan untuk sebuah pertunjukan, termasuk topeng utama, iringan musik, kostum penari, dan elemen spiritualnya.
Sejarah Barongan set tidak terlepas dari pengaruh Hindu-Buddha yang pernah mendominasi Nusantara, berpadu dengan kepercayaan animisme dinamisme lokal. Sosok singa atau harimau sering dianggap sebagai penjaga gerbang spiritual dan pelindung kerajaan. Di Jawa Timur, Barongan set sangat terkait dengan cerita Ki Ageng Kutu atau Bantarangin, tokoh yang menentang kekuasaan Raja Brawijaya V di akhir era Majapahit, di mana Singa Barong diciptakan sebagai sindiran yang kuat terhadap sang Raja.
Dalam narasi lain, terutama di Jawa Tengah (seperti Barongan Blora atau Kudus), Barongan diyakini sebagai penjelmaan roh leluhur atau makhluk gaib yang memiliki kekuatan penyembuhan atau pelindung desa. Perbedaan narasi ini menunjukkan betapa Barongan set memiliki adaptabilitas yang tinggi, menyerap dan merefleksikan cerita rakyat setempat sambil tetap mempertahankan bentuk fisik yang gagah dan menyeramkan.
Bagi masyarakat desa di Jawa, Barongan set bukan hanya properti pertunjukan; ia adalah pusaka. Kepemilikan dan perawatan Barongan set sering kali diatur oleh ritual yang ketat. Set ini diyakini memiliki ‘isi’ atau roh, yang membuatnya sakral. Ketika tidak digunakan, Barongan set disimpan di tempat khusus, seringkali bersama sesajen. Kehadiran pertunjukan Barongan set diyakini dapat menolak bala, mengundang hujan, atau membersihkan desa dari energi negatif.
Inti dari pertunjukan Barongan set adalah interaksi antara dunia nyata (penonton dan penari) dan dunia spiritual (roh yang merasuki atau diwakili oleh Barongan). Aksi kerasukan (ndadi) yang sering terjadi dalam pertunjukan, di mana penari menunjukkan kekuatan supranatural atau perilaku buas, adalah bukti nyata dari peran Barongan sebagai jembatan antara dua alam tersebut. Fenomena ini menambah lapisan magis yang membuat pertunjukan Barongan set selalu dinanti dan dihormati.
Sebuah Barongan set yang lengkap terdiri dari beberapa komponen inti, yang masing-masing dibuat dengan detail dan filosofi tersendiri. Kualitas material dan pengerjaan menentukan kekuatan spiritual dan estetika dari set tersebut.
Kepala Barongan adalah elemen terpenting dan paling sakral. Biasanya dibuat dari kayu keras, seperti kayu Jati atau Pule, yang diyakini memiliki kekuatan alami. Proses pembuatannya sangat panjang, seringkali harus melalui ritual puasa atau penentuan hari baik.
Topeng ini harus mampu menahan beban dan gerakan ekstrem, termasuk saat dipanggul oleh penari (Jathil) atau saat diayunkan dalam gerakan tarian. Berat kepala Barongan set bisa mencapai 30 hingga 50 kilogram, yang membutuhkan kekuatan fisik luar biasa dari sang pemikul, atau Jathil, dan menunjukkan betapa pentingnya persiapan spiritual dan fisik dalam pementasan Barongan set.
Warna dominan Barongan set adalah merah, melambangkan keberanian, amarah, dan energi vital (prana). Warna lain seperti emas (kemuliaan) dan hitam (kekuatan mistis) juga digunakan untuk detail. Cat yang digunakan dulunya berasal dari bahan alami, namun kini sering menggunakan cat modern yang tahan lama. Ukiran pada topeng Barongan set sangat detail, menampilkan kerutan, jambul, dan ornamen yang membuat ekspresi Barongan tampak hidup dan mengintimidasi.
Tubuh Barongan set adalah bagian yang menutupi penari, memberikan ilusi bahwa makhluk itu adalah satu kesatuan besar.
Pertunjukan Barongan set tidak akan lengkap tanpa iringan musik Gamelan yang khas, sering disebut Gamelan Barongan. Musik ini berfungsi bukan hanya sebagai pengatur ritme, tetapi juga sebagai pemanggil roh dan pendorong semangat penari.
Meskipun komposisi dapat bervariasi antar daerah, instrumen utama dalam Barongan set biasanya meliputi:
Ritme yang dimainkan untuk mengiringi Barongan set memiliki ciri khas kecepatan dan intensitas. Musik dimulai perlahan saat Barongan set diarak masuk, meningkat drastis saat Barongan mulai "mengamuk" atau menunjukkan kesaktiannya, dan kembali mereda saat Barongan dalam keadaan istirahat atau menenangkan diri. Musik inilah yang menjadi jiwa pementasan Barongan set.
Setiap detail pada Barongan set membawa makna filosofis yang dalam, mencerminkan pandangan hidup masyarakat Jawa terhadap keseimbangan alam, kekuatan gaib, dan dualisme.
Singa Barong, atau sosok Barongan secara umum, melambangkan Raja Hutan yang memiliki kekuatan tak terbatas, otoritas, dan keberanian. Namun, ia juga melambangkan sifat liar, primitif, dan tak terkendali. Dalam konteks pertunjukan, Barongan set adalah simbol kekuatan yang harus dihormati dan dikendalikan oleh manusia. Ini merefleksikan ajaran Jawa tentang pentingnya pengendalian diri meskipun memiliki kekuatan besar.
Banyak pertunjukan Barongan set menampilkan interaksi dengan karakter lain, seperti Bujang Ganong (punggawa yang cerdik) atau Jathil (penari kuda lumping yang anggun). Kontras antara kegarangan Barongan set dan kehalusan karakter pendamping menciptakan dualitas kosmis: kekuatan (Barongan) harus diimbangi dengan kecerdasan (Bujang Ganong) dan keindahan (Jathil). Barongan set menjadi poros tempat energi pertunjukan berputar.
Pemilihan warna pada Barongan set bukan kebetulan:
Sebelum sebuah Barongan set digunakan, terutama yang dianggap pusaka, diperlukan ritual khusus. Ritual ini meliputi:
Kegagalan dalam melaksanakan ritual ini diyakini dapat menyebabkan Barongan set menolak untuk menari atau bahkan menimbulkan malapetaka bagi penari dan desa. Oleh karena itu, Barongan set dijaga dengan penuh ketulusan dan penghormatan.
Meskipun istilah Barongan set seringkali merujuk pada Singa Barong dari Reog Ponorogo, terdapat banyak varian Barongan set di berbagai daerah di Jawa dan di luar Jawa, masing-masing dengan ciri khas yang unik.
Barongan dari daerah Jawa Tengah, khususnya Blora dan Kudus, memiliki perbedaan signifikan dari saudaranya di Timur. Barongan Blora set cenderung lebih sederhana dalam kostum, tidak menggunakan bulu merak, tetapi menggunakan ijuk atau rambut kuda yang disisir tebal. Topengnya memiliki ekspresi yang lebih buas dan kadang lebih primitif.
Di Kudus, Barongan set seringkali terkait erat dengan kisah Sunan Kudus dalam penyebaran Islam, di mana kesenian ini diadaptasi untuk media dakwah, menghilangkan unsur-unsur yang dianggap terlalu syirik, namun tetap mempertahankan energi pertunjukan yang kuat. Fokus utama Barongan set Jawa Tengah adalah kekuatan magis dan kesurupan massal.
Ini adalah bentuk Barongan set yang paling terkenal secara internasional. Ciri khasnya adalah penggunaan mahkota bulu merak yang sangat besar dan berat, disebut Dadak Merak. Seluruh set ini dipanggul oleh satu orang penari utama, yang memikul topeng dan Dadak Merak menggunakan gigitan dan kekuatan leher yang luar biasa. Barongan set versi Ponorogo memerlukan koordinasi tim yang sangat tinggi karena melibatkan puluhan penari pendamping.
Konteks pertunjukannya sangat heroik, seringkali menceritakan tentang Raja Singa Barong yang angkuh dan konflik-konflik kerajaan. Kostum Barongan set ini adalah yang paling mahal dan kompleks dari semua varian karena melibatkan ribuan helai bulu merak yang harus dipelihara dengan baik.
Meskipun Barong Bali memiliki nama yang sama, ia memiliki filosofi dan bentuk yang sangat berbeda, meskipun sama-sama merupakan topeng binatang. Barong Bali adalah perwujudan kebaikan (Dharma) yang selalu bertarung melawan Rangda (kejahatan). Barong Bali set biasanya dimainkan oleh dua orang penari (kepala dan ekor).
Barong set di Bali lebih menekankan pada narasi mitologi Hindu, terutama kisah Calonarang. Topeng Barong Bali dihiasi ukiran yang lebih detail dan rumit dengan dominasi warna emas, mencerminkan kekayaan seni ukir tradisional Bali. Varian-varian seperti Barong Ket, Barong Landung, dan Barong Bangkal, semuanya merupakan bagian dari Barongan set dalam konteks kebudayaan Bali.
Pembuatan Barongan set adalah gabungan antara seni ukir, kerajinan kulit, dan ritual spiritual. Seorang pengrajin Barongan set (disebut juga Undhagi atau seniman topeng) harus menguasai teknik pahat dan memiliki pemahaman mendalam tentang karakter yang diukirnya.
Langkah pertama dalam membuat Barongan set adalah pemilihan kayu. Kayu tidak bisa dipotong sembarangan. Seringkali, pohon yang akan ditebang harus didoakan terlebih dahulu. Terdapat kepercayaan bahwa kayu dari pohon tua yang tumbuh di tempat wingit (angker) memiliki energi yang lebih besar dan cocok untuk menjadi Barongan set sakral.
Jenis kayu yang umum dipilih adalah Pule karena ringan dan seratnya halus. Setelah kayu dipotong dan dibentuk kasar, ia dijemur dalam jangka waktu lama untuk memastikan stabilitas dan daya tahan. Proses penjemuran ini bisa memakan waktu berbulan-bulan, memastikan bahwa Barongan set tidak akan retak saat digunakan di bawah tekanan pementasan yang ekstrem.
Proses pemahatan Barongan set membutuhkan ketelitian tinggi. Seniman harus dapat menangkap ekspresi garang dan agung. Detail yang paling penting adalah area sekitar mata, alis, dan taring, yang harus memberikan kesan hidup (mbrebes mili).
Pada Barongan set modern, sering ditambahkan mekanisme engsel pada rahang bawah, memungkinkan Barongan set untuk "mengunyah" atau menggeram saat penari menggoyangkan rahangnya, meningkatkan dramatisasi pertunjukan. Penambahan hiasan seperti rambut sintetis atau bulu (ijuk) dilakukan pada tahap akhir, sebelum proses pewarnaan yang final.
Pewarnaan Barongan set dilakukan secara bertahap. Lapisan dasar biasanya cat hitam atau merah gelap untuk menutup pori-pori kayu. Lapisan selanjutnya adalah warna utama (merah terang) dan detail emas. Beberapa Barongan set pusaka tidak dicat ulang secara total; sebaliknya, mereka dibiarkan tampak tua sebagai tanda kehormatan dan sejarah, hanya diolesi minyak khusus sebagai pengawet.
Pembuatan Dadak Merak, bagian tak terpisahkan dari Barongan set Ponorogo, adalah kerajinan tersendiri. Ini melibatkan rangka bambu atau rotan yang diikat, kemudian ditutupi kain beludru, dan terakhir ditanamkan ribuan helai bulu merak. Proses penataan bulu harus sangat rapi agar ketika dipanggul, kipas bulu tersebut dapat mekar secara simetris dan dramatis. Keahlian ini diwariskan turun-temurun dan sangat dijaga kerahasiaannya.
Inti dari keberadaan Barongan set adalah pertunjukannya. Pertunjukan ini bukan sekadar tarian, melainkan ritual yang melibatkan perpindahan energi dan keadaan trans.
Sebuah pementasan Barongan set tradisional mengikuti alur yang ketat:
Pawang (atau Dalang) adalah tokoh kunci dalam Barongan set. Ia adalah mediator antara roh Barongan dan penonton. Tugasnya sangat berat:
Pawang tidak hanya menguasai seni pertunjukan tetapi juga ilmu spiritual yang membuat seluruh Barongan set dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Barongan set menghadapi tantangan besar di tengah arus modernisasi, tetapi upaya pelestarian terus dilakukan agar warisan ini tidak punah.
Salah satu dilema terbesar adalah komersialisasi. Barongan set yang dulunya hanya dipentaskan untuk ritual sakral atau peringatan desa, kini sering dipentaskan untuk acara pariwisata, festival budaya, atau bahkan sebagai bagian dari promosi. Komersialisasi ini membantu menjaga ekonomi seniman dan pengrajin Barongan set, namun dikhawatirkan mengikis nilai sakral dan filosofi yang terkandung di dalamnya. Beberapa kelompok memilih memiliki dua Barongan set: satu untuk ritual (pusaka) dan satu lagi untuk pertunjukan komersial.
Kebutuhan akan regenerasi adalah mendesak. Menjadi penari Barongan set utama membutuhkan latihan fisik yang ekstrem dan disiplin spiritual yang tinggi. Generasi muda seringkali kurang tertarik pada latihan keras ini. Demikian pula, jumlah pengrajin Barongan set yang mahir dalam teknik ukir tradisional dan memahami ritual pembuatan kayu semakin berkurang. Upaya pelestarian kini melibatkan pendirian sanggar dan sekolah khusus untuk seni Barongan set, memastikan bahwa teknik dan filosofi diwariskan secara utuh.
Pemanfaatan media digital dan internet telah membantu Barongan set mendapatkan pengakuan global. Dokumentasi video, unggahan di media sosial, dan festival virtual memungkinkan kesenian ini dinikmati oleh khalayak luas. Namun, penting untuk menyajikan konteks budaya yang benar agar Barongan set tidak hanya dilihat sebagai atraksi eksotik, melainkan sebagai warisan budaya yang kaya makna.
Kini, Barongan set juga banyak diproduksi dalam bentuk miniatur atau replika topeng sebagai oleh-oleh, membuka pasar baru bagi pengrajin dan memastikan bahwa ikon Barongan tetap relevan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Instrumen Gamelan, pengiring utama yang mengatur irama magis pertunjukan Barongan set.
Fungsi Barongan set melampaui sekadar hiburan atau ritual keagamaan; ia juga memainkan peran penting dalam tata kelola sosial dan menjaga hukum adat di beberapa komunitas tradisional. Kehadiran Barongan set dalam upacara tertentu seringkali menandakan dimulainya atau berakhirnya siklus penting dalam kehidupan masyarakat, seperti panen raya atau pergantian pemimpin adat.
Dalam konteks desa yang masih memegang teguh tradisi, Barongan set dapat berfungsi sebagai simbol otoritas. Ketika terjadi sengketa atau pelanggaran norma adat yang serius, terkadang pertunjukan Barongan set diinisiasi sebagai bentuk pengukuhan kembali nilai-nilai moral. Rasa takut dan hormat yang ditimbulkan oleh sosok Barongan set secara tidak langsung memperkuat kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang berlaku. Ini adalah kekuatan yang sangat unik dari kesenian tradisional, di mana seni menjadi alat kontrol sosial yang efektif.
Seni pertunjukan Barongan set, dengan semua komponennya, termasuk topeng yang garang dan musik yang menggetarkan, diciptakan untuk menumbuhkan kembali kesadaran kolektif terhadap asal-usul dan kekuatan gaib yang dipercaya melindungi komunitas. Jika Barongan set dipentaskan dalam keadaan normal, ia adalah hiburan; jika dipentaskan dalam keadaan ritual, ia adalah penegasan kembali ikatan spiritual dan sosial masyarakat.
Seperti banyak seni tradisional Jawa lainnya, Barongan set juga menjadi media kritik sosial yang efektif, meskipun kritik ini sering disamarkan dalam bentuk komedi atau drama kerajaan. Khususnya pada Barongan set yang berhubungan dengan Reog Ponorogo, kisah-kisah yang dibawakan seringkali menyindir kekuasaan, keserakahan, dan penyalahgunaan wewenang. Sosok Singa Barong yang sombong atau Patih Bujang Ganong yang cerdik dapat mewakili berbagai lapisan masyarakat dan pemimpin politik.
Fleksibilitas naratif ini memungkinkan pertunjukan Barongan set tetap relevan dari generasi ke generasi. Setiap kali ada perubahan sosial atau politik yang signifikan, pawang Barongan set dapat menyisipkan pesan-pesan baru, menjaga agar seni ini tetap dinamis dan memiliki daya rekat dengan isu-isu kontemporer tanpa kehilangan akar tradisionalnya. Barongan set berfungsi sebagai cermin reflektif bagi masyarakat.
Dalam beberapa dekade terakhir, estetika Barongan set telah menginspirasi banyak seniman kontemporer Indonesia, baik dalam seni rupa, desain fesyen, maupun film. Desain topeng Barongan set yang ekspresif, penggunaan warna yang berani (merah, emas, hitam), dan motif-motif ornamennya sering diadaptasi untuk menciptakan karya-karya baru yang memadukan tradisi dan modernitas. Topeng Barongan set telah bertransformasi dari sekadar alat ritual menjadi ikon desain yang mewakili identitas budaya Indonesia yang kuat dan tak terkalahkan.
Seniman grafis sering menggunakan citra Barongan set untuk menyampaikan pesan tentang keberanian nasional atau ketahanan budaya. Bahkan, teknik ukir kayu yang digunakan untuk membuat kepala Barongan set telah diterapkan pada perabotan atau dekorasi rumah mewah, menunjukkan bahwa keahlian tradisional ini memiliki nilai ekonomi dan estetika yang tinggi di pasar global.
Perbincangan tentang Barongan set tidak akan lengkap tanpa menyoroti upaya khusus yang dilakukan oleh komunitas adat untuk menjaga keutuhan spiritualnya. Ketika sebuah Barongan set dianggap "hidup" atau "berisi," perawatannya memerlukan tingkat kesungguhan yang berbeda dibandingkan dengan benda seni biasa.
Di banyak desa, Barongan set pusaka disimpan dalam tempat khusus yang disebut Pura-Pura atau Sanggar, yang berfungsi sebagai semacam kuil kecil. Tempat ini dijaga kebersihannya dan sering dikunjungi oleh pawang untuk melakukan meditasi atau ritual pemujaan. Penyimpanan Barongan set yang benar melibatkan:
Perawatan fisik yang detail ini selaras dengan perawatan spiritual, memastikan bahwa energi positif dari Barongan set tetap terjaga, dan siap digunakan ketika dibutuhkan oleh komunitas.
Seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memanggul atau menari dengan Barongan set utama harus mematuhi serangkaian kode etik yang ketat. Kode etik ini seringkali mencakup:
Kode etik ini memastikan bahwa hubungan antara manusia dan Barongan set tetap dalam ranah penghormatan dan bukan hanya sekadar eksploitasi seni belaka. Warisan Barongan set adalah tanggung jawab kolektif yang harus dijaga dengan hati-hati.
Ketika Barongan set semakin dikenal di panggung internasional, tantangan terbesar adalah bagaimana menyeimbangkan antara tuntutan globalisasi (kemasan yang menarik, durasi yang lebih pendek) dan menjaga otentisitas ritual dan filosofinya. Banyak kelompok seni Barongan set kini harus beradaptasi, misalnya dengan menyediakan narasi multibahasa atau memodifikasi komposisi Gamelan agar lebih mudah diterima oleh telinga asing.
Namun, nilai inti dari Barongan set—yaitu representasi kekuatan alamiah, perlawanan terhadap penindasan, dan jembatan menuju dunia spiritual—tetap harus dipertahankan. Pendidikan budaya, baik di tingkat lokal maupun internasional, menjadi benteng pertahanan terakhir untuk memastikan bahwa Barongan set dikenal bukan hanya sebagai tarian singa yang eksotis, tetapi sebagai salah satu puncak pencapaian seni pertunjukan tradisional Indonesia yang sarat makna, dan bahwa setiap komponen dalam Barongan set adalah bagian tak terpisahkan dari narasi panjang peradaban Nusantara.
Barongan set akan terus hidup dan berevolusi selama masyarakat masih menghargai kekuatan spiritual dari topeng kayu, gemuruh gendang, dan tarian liar yang melambangkan kebesaran Raja Hutan.