Barongan Sekar: Jantung Estetika Jawa dalam Seni Pertunjukan

Menyelami Kekayaan Historis, Filosofis, dan Mistis

Ilustrasi Kepala Barongan Sekar Representasi artistik dari topeng Barongan dengan ornamen bunga emas (Sekar) dan mahkota. Menggambarkan perpaduan kekuatan dan keindahan.

Ilustrasi: Topeng Barongan Sekar, memadukan kegagahan dan keindahan ornamen bunga.

Pengantar: Menguak Esensi Barongan Sekar

Seni pertunjukan Barongan adalah salah satu warisan budaya Jawa yang paling dinamis dan penuh energi, seringkali menjadi representasi nyata dari dualisme kehidupan: antara kekuatan liar dan ketertiban spiritual. Di tengah berbagai varian Barongan yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, muncul istilah khas yang sarat makna dan estetika: Barongan Sekar. Istilah barongan sekar tidak hanya merujuk pada bentuk fisik atau visual semata, tetapi juga mencakup filosofi mendalam, iringan musik yang lebih halus, serta tata cara pementasan yang terikat erat dengan konsep keindahan dan kesucian.

Secara harfiah, ‘Barongan’ merujuk pada topeng berkepala singa atau macan yang diyakini berasal dari kisah legendaris Prabu Klana Sewandana dari Kerajaan Wengker (Ponorogo) atau versi lain yang mengaitkannya dengan spirit pelindung desa. Sementara itu, ‘Sekar’ memiliki arti dasar ‘bunga’ atau ‘kembang’. Dalam konteks budaya Jawa, ‘sekar’ adalah simbolisasi dari keindahan, kehalusan budi, wanginya persembahan spiritual, serta esensi kehidupan yang paling murni. Ketika kedua kata ini disandingkan—Barongan Sekar—maknanya meluas menjadi sebuah entitas kesenian yang menggabungkan kekuatan maskulin (Barongan) dengan keindahan feminin dan spiritual (Sekar).

Artikel ini akan membawa pembaca menelusuri setiap lapis makna dari Barongan Sekar, mengupas tuntas sejarahnya yang terentang dari zaman pra-Islam hingga adaptasi modern, membedah filosofi di balik setiap ukiran dan gerakan, serta memahami peran esensialnya dalam menjaga keseimbangan spiritual dan sosial masyarakat Jawa. Pemahaman terhadap barongan sekar adalah kunci untuk mengapresiasi bagaimana seni tradisional mampu menjadi medium transmisi nilai yang tak lekang oleh waktu, merangkai mitos, ritual, dan pertunjukan dalam satu kesatuan utuh yang memukau.

Lelaku Sejarah Barongan Sekar

Asal-usul Barongan, termasuk Barongan Sekar, seringkali bersumber dari narasi lisan dan prasasti yang samar-samar, menjadikannya subjek yang kaya akan interpretasi. Mayoritas sejarawan seni pertunjukan sepakat bahwa akar Barongan tidak bisa dilepaskan dari kesenian Reog Ponorogo, yang konon menceritakan upaya Raja Singabarong menantang Raja Klana Sewandana dalam perebutan Putri Songgolangit. Namun, dalam konteks Barongan Sekar, fokus beralih pada elemen estetik yang memperhalus citra agresif Barongan Singo Barong tersebut.

Hubungan Barongan dengan Raja Klana Sewandana

Meskipun Barongan identik dengan Singo Barong yang gagah, Barongan Sekar sering kali dikaitkan dengan penjiwaan spirit Klana Sewandana yang, meskipun kuat dan berwibawa, juga dikenal memiliki selera estetika yang tinggi—ditunjukkan dari mahkota dan hiasan yang mewah. Dalam beberapa tradisi, Barongan Sekar disajikan dengan topeng yang sedikit berbeda, menampilkan wajah yang lebih manusiawi atau diberi sentuhan warna yang lebih lembut (misalnya dominasi kuning emas, merah bata, dan hijau, dibanding hitam dan merah menyala pada Barongan yang lebih kasar).

Konsep ‘Sekar’ muncul sebagai bentuk penghormatan dan pemurnian. Ketika kesenian ini mulai menyebar ke wilayah-wilayah yang memiliki tradisi keraton yang kuat (seperti Solo atau Jogja, meskipun Barongan lebih kental di Jawa Timur dan Utara Jawa Tengah), terjadi proses akulturasi dan penyesuaian. Kesenian yang tadinya identik dengan spirit rakyat jelata dan energi hutan diolah agar sesuai dengan kaidah kehalusan (alus) Keraton. Transformasi ini menciptakan Barongan Sekar, di mana gerak-gerik Barongan yang tadinya buas menjadi teratur, dan irama musiknya menjadi lebih melodius dan terstruktur, tidak sekadar menghentak.

Penyebaran dan Adaptasi Era Majapahit

Era Majapahit dipercaya sebagai masa krusial penyebaran berbagai kesenian yang bercampur dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Barongan, sebagai manifestasi makhluk buas penjaga atau pelindung, sudah ada sejak lama. Namun, pengaruh Hindu-Buddha yang menekankan pada dekorasi, ornamen, dan simbolisme bunga (sekar) dalam ritual persembahan memberikan sentuhan baru pada topeng Barongan. Hiasan 'Sekar Jagad' (bunga semesta) atau motif-motif flora mulai diintegrasikan ke dalam kostum Barongan, mengubahnya dari sekadar wujud binatang menjadi ikon mitologis yang indah namun menakutkan.

Evolusi Spiritual Pasca-Islam

Setelah masuknya Islam di Jawa, kesenian tradisional menghadapi tantangan adaptasi. Barongan Sekar berhasil bertahan karena kemampuannya bertransformasi menjadi media dakwah atau setidaknya menjadi hiburan yang tidak bertentangan dengan ajaran baru. Filosofi Sekar diinterpretasikan ulang sebagai simbol keikhlasan dan kemurnian hati, yang merupakan ajaran penting dalam sufisme Jawa. Pementasan barongan sekar sering diawali dengan doa dan sesajen yang dimaknai sebagai upaya membersihkan energi negatif (ruwatan) dan memohon berkah (slametan).

Proses evolusi ini menghasilkan varian Barongan Sekar yang kini kita kenal: sebuah tarian yang menggabungkan energi liar tarian keprajuritan (Jathilan) dengan mistisisme dan keindahan visual topeng yang penuh hiasan. Keseimbangan ini adalah inti dari Sekar: kekuatan yang dikendalikan oleh estetika.

Filosofi Sekar: Keindahan di Balik Kegarangan

Memahami Barongan Sekar berarti memahami makna ganda dari kata ‘Sekar’ itu sendiri. Dalam konteks Jawa, bunga bukanlah sekadar objek visual; ia adalah representasi dari alam semesta mikro dan makro, sebuah simbol yang kaya akan lapisan makna spiritual dan etika.

Sekar sebagai Kemurnian (Kesucian)

Bunga selalu diidentikkan dengan hal-hal yang suci, murni, dan tanpa cela. Dalam ritual, bunga (kembang pitung rupa—tujuh jenis bunga) digunakan untuk persembahan (sesajen) kepada leluhur atau kepada entitas spiritual. Ketika konsep ini dilekatkan pada Barongan, yang notabene adalah representasi kekuatan primal dan kadang kala kasar, tercipta paradoks yang menarik: kegarangan (Barongan) harus dilandasi oleh niat suci (Sekar). Ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak datang dari kekejaman, melainkan dari pengendalian diri dan niat yang bersih.

  • Sekar Pitu (Tujuh Bunga): Melambangkan tujuh tahapan kehidupan manusia atau tujuh tingkatan spiritual yang harus dicapai oleh penari atau dalang.
  • Warna Emas: Hiasan Sekar pada topeng Barongan sering didominasi warna emas, melambangkan kemuliaan, kejayaan spiritual, dan juga kekayaan budi pekerti.

Sekar sebagai Keseimbangan dan Estetika (Wiraga, Wirama, Wirasa)

Barongan Sekar menekankan pada keindahan gerak (wiraga) dan keselarasan irama (wirama). Gerakan Barongan Sekar cenderung lebih mengalir, terstruktur, dan ritmis, berbeda dengan Barongan yang lebih menonjolkan kekasaran gerak ‘kemasukan’ (trance). Aspek estetika ini memastikan bahwa pertunjukan tidak hanya menghibur secara visual, tetapi juga memberikan pengalaman batin (wirasa) yang mendalam.

Filosofi ini mencerminkan etos Jawa: bahkan dalam manifestasi kegarangan sekalipun, harus ada keindahan yang mengendalikan. Kekuatan tanpa keindahan adalah kebiadaban; keindahan tanpa kekuatan adalah kelemahan. Barongan Sekar adalah sintesis sempurna dari keduanya.

Simbolisme Rantai Kehidupan

Bunga mekar, layu, dan kemudian berganti menjadi buah atau biji, melambangkan siklus kehidupan, kematian, dan regenerasi. Barongan Sekar, melalui pementasannya, mengingatkan masyarakat bahwa kekuatan dan kegagahan Barongan hanyalah sementara, mengikuti siklus alam. Kesenian ini berfungsi sebagai pengingat akan kefanaan dan pentingnya meninggalkan warisan yang harum (sekar) selama hidup di dunia.

Anatomi Barongan Sekar: Rupa dan Makna

Topeng dan kostum Barongan Sekar adalah mahakarya seni pahat dan tata busana tradisional. Setiap elemennya sarat dengan makna dan dirancang untuk mendukung konsep Sekar—keindahan yang dikendalikan oleh kekuatan.

1. Topeng (Topeng Barong)

Topeng Barongan Sekar biasanya dibuat dari kayu pilihan, seringkali kayu Pule atau Jati yang diyakini memiliki energi spiritual. Proses pembuatannya pun melalui ritual khusus. Ciri khas Barongan Sekar adalah pada dekorasi mahkota dan kumis:

2. Kain dan Pakaian (Ulap-ulap)

Pakaian penari Barongan (yang berada di dalam kerangka Barongan) tidak kalah penting. Pakaian ini sering menggunakan motif batik khas Jawa yang sarat simbol. Motif Parang Rusak atau Sido Mukti sering dipilih, melambangkan harapan akan keberlanjutan dan kemakmuran.

3. Kerangka (Kerangka Penyangga)

Kerangka Barongan Sekar harus kuat namun ringan agar memungkinkan penari melakukan gerakan yang lincah dan detail. Kerangka yang terbuat dari bambu atau rotan ini mendukung berat topeng dan rambut Barong. Perancangan kerangka yang ergonomis memungkinkan penari untuk tidak hanya menggerakkan topeng secara vertikal, tetapi juga melakukan goyangan kepala yang halus, mencerminkan estetika Sekar.

Setiap goresan pada topeng barongan sekar adalah doa, setiap ikatan pada kostum adalah harapan. Keseluruhan penampilan Barongan Sekar adalah manifestasi visual dari mantra: kekuatan adalah keindahan, dan keindahan adalah ketertiban batin.

Wirama Barongan Sekar: Harmonisasi Gamelan

Iringan musik adalah jiwa dari pertunjukan Barongan. Berbeda dengan kesenian Barongan yang kasar, musik pengiring Barongan Sekar cenderung lebih terstruktur, menggunakan komposisi (gendhing) yang lebih matang, meskipun tetap mempertahankan energi yang memicu kondisi trance.

1. Penggunaan Gamelan yang Terstruktur

Gamelan yang digunakan dalam Barongan Sekar sering kali lebih lengkap, mencakup instrumen-instrumen yang memberikan melodi halus. Instrumen kunci meliputi:

2. Gendhing Sekar: Ritme Keindahan

Istilah ‘Gendhing Sekar’ merujuk pada lagu-lagu gamelan yang secara khusus dirancang untuk mengiringi bagian-bagian pertunjukan yang menonjolkan keindahan dan ritual, bukan hanya kekerasan. Gendhing ini seringkali digunakan saat Barongan pertama kali memasuki arena, atau ketika Barongan berinteraksi dengan penari Jathilan (Kuda Lumping) dalam harmoni yang teratur.

Musik ini bertujuan untuk mempersiapkan penari dan penonton memasuki dimensi ritualistik. Ritme yang berulang, namun kaya akan variasi, menciptakan hipnosis kolektif yang esensial dalam pertunjukan barongan sekar.

Ritual dan Pementasan Barongan Sekar

Pertunjukan Barongan Sekar bukanlah sekadar tarian, melainkan sebuah ritual komunal yang melibatkan interaksi intens antara penari, pemusik, dan penonton. Aspek ritualistiknya sangat kental, sejalan dengan filosofi Sekar yang menuntut kesucian dan penghormatan.

1. Persiapan Ritual (Sesajen dan Pengisian Energi)

Sebelum pertunjukan dimulai, serangkaian ritual wajib dilakukan. Ini mencakup:

2. Struktur Pertunjukan Barongan Sekar

Pementasan Barongan Sekar memiliki urutan yang jelas, yang sering kali dibagi menjadi tiga babak utama:

Babak I: Pembukaan (Gelar Sekar)

Babak ini diawali dengan irama Gamelan yang lembut. Penari Jathilan (kuda lumping) memasuki panggung dalam formasi teratur, menampilkan gerak tari yang anggun. Ini adalah babak ‘Sekar’ murni, menonjolkan keindahan, formasi, dan harmoni, mempersiapkan panggung untuk kemunculan kekuatan primal.

Babak II: Puncak Kedigdayaan (Barongan Melacak)

Barongan Sekar memasuki arena dengan hentakan Kendang yang keras namun masih terkontrol. Gerakannya mencerminkan kekuatan seorang raja yang bijaksana. Interaksi antara Barongan dan Jathilan di babak ini adalah tarian perang yang teratur, bukan kekacauan. Puncak babak ini sering ditandai dengan manifestasi spirit yang kuat, di mana beberapa penari mulai memasuki kondisi trance.

Babak III: Penyeimbangan dan Penutup (Penyadaran)

Setelah kekacauan emosi dan trance mencapai puncaknya (ditandai dengan Barongan yang mulai ‘mengamuk’ dan penari Jathilan yang menunjukkan atraksi kekebalan), Pawang harus memainkan peran sebagai penyeimbang. Pawang akan menggunakan air suci atau bunga (Sekar) untuk menenangkan dan menyadarkan para penari. Bagian ini adalah penegasan filosofi Sekar: meskipun kekuatan bisa meliar, pada akhirnya ia harus tunduk pada ketertiban spiritual dan keindahan moral.

Penggunaan Sekar (bunga) dalam proses penyadaran adalah simbol bahwa keindahan, kehalusan, dan kemurnian spiritual adalah obat penawar bagi energi liar dan primal. Barongan Sekar adalah drama tentang bagaimana manusia harus belajar menguasai energi maskulinnya melalui kehalusan budi pekerti.

Variasi Barongan Sekar dan Pengaruh Regional

Meskipun memiliki inti filosofi yang sama (kekuatan dan keindahan), Barongan Sekar memiliki interpretasi yang berbeda tergantung pada wilayah asalnya. Perbedaan ini terutama terlihat pada detail ukiran, dominasi warna, dan gaya Gamelan.

1. Barongan Sekar Jawa Tengah (Gaya Mataraman)

Di wilayah Jawa Tengah, Barongan Sekar cenderung lebih menekankan pada kehalusan dan detail ukiran topeng. Topengnya sering kali memiliki wajah yang lebih panjang dan ramping, dengan cat yang lebih lembut (sering menggunakan warna cokelat keemasan dan merah tua yang tidak terlalu mencolok). Gerakan tarinya sangat terikat pada pakem Keraton, lebih sedikit improvisasi liar, dan sangat menonjolkan harmonisasi dengan irama Gamelan Slendro yang menenangkan.

2. Barongan Sekar Jawa Timur (Gaya Pinggiran)

Di Jawa Timur, terutama di daerah yang berdekatan dengan Ponorogo atau Blitar, Barongan Sekar memiliki energi yang lebih eksplosif. Meskipun tetap dihiasi dengan ornamen Sekar (bunga), Barongan ini mempertahankan unsur ‘liar’ yang kuat. Topengnya mungkin lebih besar, dengan mata yang lebih melotot. Musik pengiringnya, meskipun berstruktur, lebih banyak menggunakan kendang yang memacu dan tempo yang sangat cepat, mencerminkan semangat rakyat yang berani dan energik. Di sini, Sekar melambangkan keberanian dan kemuliaan dalam pertarungan.

3. Barongan Sekar Pesisir Utara

Di daerah pesisir, Barongan Sekar sering mendapatkan sentuhan budaya Tionghoa atau Arab yang datang melalui jalur perdagangan. Dekorasi Sekar mungkin dipengaruhi oleh motif bunga khas Tiongkok. Pertunjukan di pesisir kadang disajikan dengan tempo yang sangat cepat dan dipadukan dengan unsur komedi atau cerita rakyat yang lebih baru, menjadikan filosofi Sekar lebih mudah dicerna oleh masyarakat awam.

Barongan Sekar di Era Kontemporer

Dalam menghadapi arus globalisasi dan budaya populer, Barongan Sekar terus berjuang untuk relevansinya. Kesenian ini tidak hanya bertahan, tetapi juga beradaptasi, menemukan cara baru untuk menyampaikan filosofi Sekar kepada generasi muda.

Adaptasi dan Inovasi

Beberapa kelompok seni modern mulai bereksperimen dengan Barongan Sekar. Mereka memasukkan elemen-elemen musik non-tradisional, seperti drum atau gitar, untuk menarik audiens yang lebih luas. Kostum Barongan Sekar pun mengalami modifikasi; material yang digunakan mungkin lebih ringan dan tahan lama, sementara dekorasi Sekar dibuat menggunakan bahan reflektif yang lebih mencolok di bawah lampu panggung modern. Meskipun demikian, para pelestari selalu menekankan bahwa inti filosofis Sekar—kemurnian dan pengendalian—tidak boleh hilang dalam proses modernisasi ini.

Barongan Sekar sebagai Media Pendidikan Karakter

Di sekolah-sekolah seni dan sanggar budaya, Barongan Sekar diajarkan bukan hanya sebagai tari, tetapi sebagai pendidikan karakter. Para penari diajari bahwa untuk menguasai topeng yang berat dan penuh energi, mereka harus memiliki disiplin spiritual (Sekar). Proses belajar ini mengajarkan tentang kesabaran, penghormatan terhadap alam (kayu dan bahan Barong), dan pentingnya kerja tim dalam sebuah pementasan.

Penyelamatan dan pelestarian barongan sekar kini berada di tangan para seniman muda yang harus menyeimbangkan antara tradisi yang sakral dan tuntutan panggung modern yang sekuler. Tantangan utamanya adalah mempertahankan aura mistis dan spiritualitas Sekar tanpa menjadikannya kaku dan tidak relevan.

Warisan Abadi Barongan Sekar

Barongan Sekar adalah lebih dari sekadar pertunjukan topeng dan tarian; ia adalah ensiklopedia budaya Jawa yang hidup, sebuah manifestasi visual dari dialog abadi antara kekuatan alamiah dan etika spiritual. Ia mengajarkan kita bahwa kekuatan yang sesungguhnya adalah kekuatan yang mampu mengendalikan diri dan dihiasi oleh keindahan budi pekerti (Sekar).

Dari sejarahnya yang terkait erat dengan mitos Raja Klana Sewandana, hingga detail rumit ukiran Sekar pada mahkota topengnya, Barongan Sekar terus menjadi penjaga nilai-nilai luhur. Ia mewakili seni yang mampu merayakan energi primal sambil menundukkannya pada kesucian dan harmoni Gamelan. Setiap gerak, setiap nada, dan setiap helai ornamen pada barongan sekar adalah pelajaran tentang keseimbangan hidup.

Sebagai warisan budaya tak benda, Barongan Sekar menuntut apresiasi dan perlindungan yang berkelanjutan, memastikan bahwa bunga spiritual (Sekar) dari seni pertunjukan ini akan terus mekar, memberikan wewangian kearifan lokal bagi generasi-generasi mendatang.

Pendalaman Simbolisme Sekar dalam Gerak Tari

Untuk benar-benar menghargai kedalaman Barongan Sekar, kita harus menganalisis bagaimana filosofi ‘Sekar’ diterjemahkan dalam koreografi. Gerakan Barongan Sekar memiliki istilah khusus, seperti obah alus (gerak halus), yang sangat berbeda dari obah kasar (gerak kasar) pada Barongan tipe lain. Penari (yang memikul Barongan) harus mampu mengendalikan energi liar topeng, membiarkan spiritnya muncul namun dalam bingkai keindahan yang terukur.

1. Gerak Pura-Pura Tidur (Turunan)

Gerakan ini sering dilakukan di tengah pementasan. Barongan tiba-tiba ambruk atau berbaring. Secara visual, ini adalah jeda. Secara filosofis, ini adalah momen meditasi, saat kekuatan liar ditarik kembali untuk diisi ulang dengan energi Sekar (ketenangan dan kejernihan). Gerakan ini membutuhkan kontrol otot dan napas yang luar biasa dari penari di dalamnya, menunjukkan bahwa pengendalian adalah bentuk kekuatan tertinggi.

2. Gerak Menari di Atas Jathilan

Ketika Barongan melangkah di atas para penari Jathilan yang sedang dalam kondisi trance, gerakannya sangat hati-hati dan terukur. Ini bukan hanya atraksi fisik, melainkan simbolisasi bahwa kekuatan yang lebih tinggi (Barongan/Raja) harus menjadi pelindung, bukan penghancur. Langkah kaki yang presisi melambangkan keadilan yang dipegang teguh.

3. Goyangan Kepala Sekar

Salah satu gerakan paling khas adalah goyangan kepala yang halus, menyerupai kelopak bunga yang bergerak tertiup angin. Gerakan ini dilakukan dengan sangat cepat namun ritmis, seringkali diiringi oleh alunan Suling atau Rebab dalam Gamelan. Goyangan ini adalah visualisasi langsung dari ‘Sekar’—keindahan yang dinamis dan hidup, bukan keindahan yang statis.

Integrasi Spiritual dan Psikologi Pertunjukan

Kajian tentang Barongan Sekar juga menyentuh aspek psikologis dan spiritual. Penari, sebelum mengenakan topeng, harus menjalani laku (proses spiritual) tertentu, termasuk puasa atau pantangan. Ini dilakukan agar penari tidak sekadar menjadi aktor, tetapi menjadi medium yang mampu menampung energi maskot Barongan dengan kontrol yang dijamin oleh filosofi Sekar.

Kondisi trance (kesurupan) dalam Barongan Sekar sering kali dikelola dengan lebih lembut dibandingkan Barongan murni. Meskipun penari Jathilan mungkin kerasukan, Pawang dan Barongan Sekar berfungsi sebagai jangkar, memastikan bahwa energi yang dilepaskan tidak merusak, tetapi justru menjadi pembersihan (ruwatan) massal bagi komunitas. Penekanan pada Sekar membuat proses penyadaran jauh lebih halus, melibatkan sentuhan air kembang, bukan sekadar pukulan keras dari Pawang.

Pengalaman menonton barongan sekar sering kali digambarkan sebagai pengalaman yang menyejukkan sekaligus memacu. Penonton merasakan adrenalin dari musik yang cepat, tetapi pada saat yang sama, mereka ditarik ke dalam kesadaran spiritual oleh keindahan dan ketertiban yang ditawarkan oleh Barongan Sekar itu sendiri. Dualisme ini adalah kekuatan utama dari kesenian yang berakar pada budaya Jawa yang kompleks.

Ekonomi dan Pelestarian Barongan Sekar

Di balik kemegahan panggungnya, Barongan Sekar juga merupakan tulang punggung ekonomi bagi banyak komunitas seniman di Jawa. Pembuatan topeng Barong membutuhkan keahlian pahat yang sangat tinggi, yang diwariskan turun-temurun. Satu set lengkap Barongan Sekar, dengan ukiran dan hiasan emas yang detail, bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan dan menjadi sumber pendapatan utama bagi pengrajin lokal.

Tantangan pelestarian meliputi kurangnya minat generasi muda terhadap Gamelan tradisional yang kompleks. Untuk mengatasi ini, banyak sanggar mulai memasukkan pelatihan Gamelan dan tari Barongan Sekar ke dalam kurikulum non-formal. Mereka mengajarkan bahwa Barongan Sekar bukanlah hanya tarian mistis masa lalu, tetapi sebuah profesi seni yang menjanjikan, yang memungkinkan seniman untuk terhubung dengan akar budaya mereka sambil tetap relevan secara finansial.

Filosofi Sekar, yang menekankan keindahan dan kemurnian, kini menjadi semacam ‘merek’ dagang budaya. Kelompok Barongan Sekar sering diundang dalam festival-festival budaya internasional karena dianggap mewakili sisi Jawa yang ‘alus’ (halus) dan estetis, membedakan mereka dari pertunjukan tradisional lain yang mungkin lebih menonjolkan kekasaran atau kekuatan fisik semata. Melalui diplomasi budaya ini, esensi barongan sekar menyebar ke seluruh dunia.

Analisis Mendalam Iringan Musik dan Vokal

Dalam Barongan Sekar, Gamelan tidak hanya berfungsi sebagai iringan, tetapi juga sebagai narator yang mengarahkan emosi. Selain instrumen tabuh, peran vokal (sinden atau wiraswara) sangat vital. Vokal yang digunakan sering kali membawakan tembang-tembang macapat atau puisi Jawa yang memuji keindahan alam, kemuliaan leluhur, atau ajaran moral. Lirik-lirik ini selalu disisipi metafora bunga (Sekar), menghubungkan Barongan yang garang dengan pesan-pesan moral yang lembut.

Contohnya, saat adegan Barongan merasa senang atau tenang, Sinden akan menyanyikan Gendhing Sekar Gadhung atau Sekar Tanjung, yang melodinya tenang dan berirama lambat. Kontrasnya, saat adegan puncak kekacauan, Gamelan akan memainkan tempo yang cepat (Gending Soran), namun selalu diakhiri dengan jeda Gong yang memberikan waktu bagi pendengar untuk kembali ke kesadaran Sekar.

Keseimbangan antara suara keras Kendang dan denting lembut Saron, didukung oleh lirik vokal yang puitis, adalah representasi akustik dari filosofi Barongan Sekar: kekuatan harus selalu didampingi oleh kebijaksanaan dan keindahan yang abadi.

Kesinambungan Nilai Etika Sekar

Inti dari Barongan Sekar terletak pada nilai etika yang terus menerus ditekankan melalui pementasannya. Kesenian ini mengajarkan masyarakat tentang:

  1. Tata Krama: Gerakan yang teratur mengajarkan pentingnya sopan santun dan tata krama dalam interaksi sosial.
  2. Pengendalian Diri: Proses trance yang dikendalikan oleh Pawang mengajarkan bahwa emosi liar harus dikendalikan agar tidak merusak.
  3. Penghormatan terhadap Leluhur: Ritual sesajen Sekar adalah cara menghormati warisan dan spirit pendahulu yang telah menjaga tanah dan budaya.
  4. Harmoni: Keselarasan antara Barongan, Jathilan, Pawang, dan Gamelan mengajarkan pentingnya harmoni dalam masyarakat (guyub rukun).

Oleh karena itu, Barongan Sekar tidak dapat dianggap sebagai sisa-sisa peninggalan masa lalu yang usang. Sebaliknya, ia adalah cermin refleksi etika Jawa yang terus berputar, memberikan pelajaran tentang bagaimana kekuatan harus berpadu dengan keindahan agar dapat menghasilkan kemuliaan sejati yang harum seperti bunga (sekarya). Keindahan filosofis inilah yang menjamin Barongan Sekar tetap dicari, dihargai, dan dipentaskan di panggung-panggung kebudayaan, baik di tingkat lokal maupun global.

Penyelidikan mendalam terhadap Barongan Sekar mengungkapkan sebuah kekayaan yang tak ternilai. Ini adalah kisah tentang bagaimana manusia Jawa berupaya menemukan keseimbangan antara alam liar di dalam diri mereka dan tuntutan spiritual untuk mencapai kemurnian. Setiap detail, mulai dari pemilihan kayu, ukiran Sekar yang rumit, hingga irama Gamelan yang mendayu dan bersemangat, semuanya berkontribusi pada sebuah narasi tunggal: pencarian keindahan yang abadi, di tengah kegagahan yang fana.

Kesenian ini terus berevolusi, namun esensi Sekar yang mewakili kemurnian dan kehalusan tetap menjadi benang merah yang mengikatnya. Barongan Sekar adalah legenda yang ditarikan, sebuah bunga yang mekar di tengah hutan belantara mitologi Jawa, menjanjikan wangi keindahan bagi siapa pun yang bersedia memahami bahasanya yang kompleks dan kaya.

Dengan demikian, Barongan Sekar akan selalu menjadi penanda penting dalam peta kebudayaan Indonesia, sebuah ikon yang membuktikan bahwa warisan leluhur dapat bertahan melintasi zaman, asalkan filosofi intinya—sekar—terus dijaga dan dirayakan oleh setiap generasi penerus. Kelompok-kelompok seni yang mempertahankan tradisi ini memastikan bahwa roh Barongan Sekar tidak akan pernah padam, melainkan terus bersemi dalam setiap pementasan, mengagumkan penonton dengan perpaduan unik antara kekuatan magis dan estetika yang mempesona.

Keagungan barongan sekar tidak terletak pada seberapa keras Barongan mengamuk, tetapi pada seberapa indah ia mampu mengendalikan amarahnya, seberapa murni niat para penarinya, dan seberapa harmonis bunyi Gamelan yang menyertai setiap langkahnya. Inilah warisan kemuliaan yang sesungguhnya.

🏠 Homepage