Mendalami Barongan Pakem: Pilar Keagungan Seni Tradisi Jawa

Indonesia, sebagai permata budaya dunia, menyimpan berbagai warisan tak benda yang menakjubkan. Di antara sekian banyak kesenian rakyat yang lestari, Barongan menempati posisi yang sangat penting, bukan sekadar hiburan, tetapi juga ritual sakral yang kaya akan filosofi. Untuk memahami Barongan secara utuh, kita wajib menelusuri akar terdalamnya: Barongan pakem. Pakem, dalam konteks Jawa, merujuk pada aturan baku atau standar tradisi yang tidak boleh dilanggar, memastikan keaslian, kesakralan, dan kesinambungan estetika pertunjukan dari generasi ke generasi. Mempelajari pakem ini berarti menyelami jiwa dari kesenian Barongan itu sendiri.

Ilustrasi Kepala Singo Barong Garis besar kepala Singo Barong yang ganas dengan mahkota bulu merak/rambut ijuk dan gigi taring yang tajam, melambangkan kekuatan mistis.

Representasi visual dari Singo Barong, simbol utama dalam kesenian Barongan yang terikat ketat pada pakem tradisional.

I. Filsafat dan Sejarah Awal Barongan Pakem

Kesenian Barongan, terutama yang berakar kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur (seringkali berkaitan dengan Reog Ponorogo atau varian lainnya seperti Barongan Blora dan Kudus), bukan muncul tanpa landasan. Barongan pakem adalah cerminan dari sinkretisme budaya yang panjang, menggabungkan unsur animisme, Hindu-Buddha, dan Islam. Pakem ini berfungsi sebagai penjaga kemurnian ritual di tengah perubahan zaman.

1. Asal Usul dan Legitimasi Pakem

Pakem Barongan seringkali dikaitkan dengan legenda Raja Airlangga atau cerita Panji. Namun, pada intinya, pakem tersebut disarikan dari nilai-nilai ksatriaan, spiritualitas, dan hubungan manusia dengan alam gaib. Pakem bukan sekadar tata cara pertunjukan, melainkan sebuah kontrak moral antara pelaku seni dan warisan leluhur. Ketidakpatuhan terhadap pakem diyakini dapat membawa konsekuensi spiritual, menunjukkan betapa sakralnya kesenian ini.

Di wilayah tertentu, pakem Barongan diwariskan secara lisan dari sesepuh (tetua) kepada generasi penerus. Setiap detail, mulai dari bahan baku topeng hingga urutan adegan, memiliki makna simbolis. Inilah yang membedakan pertunjukan Barongan yang otentik dan yang sekadar adaptasi modern. Esensi dari barongan pakem adalah menjaga narasi visual dan spiritual agar tetap relevan dengan sumber aslinya, sebuah jembatan yang menghubungkan masa kini dengan masa lalu heroik.

2. Karakter Utama dalam Pakem Barongan

Pakem Barongan mendefinisikan secara ketat peran dan wujud setiap tokoh. Tokoh-tokoh ini tidak bisa diubah seenaknya karena mereka merepresentasikan arketipe spiritual dan sosial:

Setiap penambahan atau pengurangan karakter dari struktur barongan pakem yang baku akan mengurangi makna dramatik dan filosofis keseluruhan pertunjukan.

II. Pakem Kostum dan Rupa (Wujud Estetika)

Pakem Barongan sangat ketat dalam hal visual. Kostum bukan hanya pakaian, melainkan manifestasi dari kekuatan spiritual. Pelanggaran terhadap pakem kostum dianggap melecehkan roh yang mendiami kesenian tersebut.

1. Pakem Topeng Singo Barong (Singo Pakem)

Topeng Singo Barong adalah inti dari pertunjukan. Pembuatannya harus mengikuti ritual khusus dan bahan yang telah ditentukan. Dalam barongan pakem, ukuran topeng harus proporsional untuk menampung dua penari (kecuali dalam varian yang lebih kecil), dan detailnya sangat penting:

a. Material dan Warna

Material utama topeng haruslah kayu pilihan, seringkali Kayu Pule atau Jati, yang diyakini memiliki kekuatan magis. Pewarnaan didominasi oleh merah menyala (keberanian/amarah) dan hitam (kekuatan mistis). Rambut atau ijuk yang digunakan harus asli dan lebat, melambangkan kebuasan. Hiasan merak, jika ada (seperti dalam Reog), harus dipasang dengan pola yang simetris dan rapi, sesuai dengan filosofi keindahan dan kemewahan kerajaan. Pakem melarang keras penggunaan bahan sintetis yang mengurangi aura magis topeng.

b. Detil Mata dan Taring

Mata Barong harus terbuat dari bahan yang memantul (kaca atau cermin kecil) untuk memberikan efek hidup dan menakutkan. Taringnya harus tajam dan menjorok keluar, melambangkan kekuasaan yang tak terbantahkan. Bahkan sudut kemiringan taring diatur dalam pakem, karena ia melambangkan hasrat dan nafsu yang harus dijinakkan atau dikendalikan oleh irama gamelan dan ritual.

2. Pakem Busana Jathilan dan Bujang Ganong

Busana Jathilan dalam barongan pakem harus merepresentasikan prajurit keraton. Mereka mengenakan udheng (ikat kepala), baju berwarna cerah, dan celana panjang yang dilengkapi dengan kain penutup. Kuda kepang yang mereka gunakan harus terbuat dari anyaman bambu atau kulit sapi yang dicat. Sementara itu, kostum Bujang Ganong didominasi oleh warna cerah dan dilengkapi dengan klinting (lonceng kecil) pada pergelangan kaki, yang berfungsi tidak hanya sebagai hiasan, tetapi juga sebagai penanda ritme yang membantu dalam sinkronisasi gerak dengan musik gamelan. Rambut Bujang Ganong, yang biasanya disisir ke atas (menyerupai jambul), harus tampak berantakan namun ekspresif, sesuai dengan karakternya yang lincah dan jenaka.

Perbedaan minor pada busana Barongan pakem di tiap daerah (misalnya antara Barongan Kediri dan Barongan Kudus) tetap dijaga sebagai identitas lokal, namun inti spiritual dan fungsi simbolisnya tetap sama. Setiap helai kain, setiap warna cat, terikat pada aturan yang menggariskan makna filosofis mendalam.

III. Pakem Gerak (Koreografi dan Ritme)

Gerak dalam Barongan bukan sekadar tarian bebas. Setiap langkah dan ayunan Barong terikat pada pakem gerak yang sangat spesifik, terbagi atas gerak pembuka, gerak inti (perang), dan gerak penutup (penenangan/penjinakan).

1. Gerak Pembuka dan Janturan

Adegan pembuka biasanya dimulai dengan janturan atau narasi lisan yang menjelaskan konteks cerita. Setelah itu, gerak Barong pakem dimulai dengan gerakan malangkerik (menggeliat) yang lambat dan berwibawa, menunjukkan keagungan dan kebuasan yang masih terpendam. Tempo awal ini harus khidmat, seringkali diiringi oleh gendhing khusus yang tenang, memberi kesempatan bagi audiens dan para pemain untuk menyerap energi spiritual. Gerak ini menekankan kekuatan otot dan daya tahan penari Barong, karena mereka harus menopang topeng raksasa sambil bergerak penuh makna.

2. Pakem Gerak Inti (Tari Perang dan Transisi)

Puncak dari barongan pakem adalah adegan perang, di mana Barong berinteraksi dengan Bujang Ganong dan Jathilan. Gerak pada bagian ini harus cepat, dinamis, dan penuh energi. Pakem mengatur bahwa gerak Barong harus menyerupai gerakan singa atau harimau yang menerkam, dengan ayunan kepala yang kuat dan hentakan kaki yang tegas. Ada beberapa pola gerak baku yang harus dipertahankan:

Kegagalan penari Jathilan untuk menjaga keselarasan gerak mereka dengan ritme Barong dan musik dapat merusak keseluruhan narasi. Pakem mensyaratkan sinkronisasi yang sempurna; Jathilan berfungsi sebagai cerminan dan sekaligus penantang bagi kekuatan Barong.

3. Pakem Ekstasis dan Kontrol Diri

Dalam banyak pertunjukan Barongan yang otentik, terjadi kondisi trans atau ndadi. Meskipun terlihat spontan, pakem mengatur bagaimana trans itu harus diinterpretasikan dan dikendalikan. Trans Barongan pakem bukanlah hilangnya kesadaran total yang kacau, melainkan manifestasi spiritual yang terarah. Ada ritual khusus dan gerakan penjinakan yang harus dilakukan oleh pawang (pemimpin ritual) untuk mengembalikan kesadaran pemain, biasanya melalui sentuhan khusus atau mantra, yang semuanya terikat pada pakem spiritual setempat. Proses ini adalah demonstrasi bahwa kekuatan mistis harus selalu berada di bawah kendali manusia yang beradab.

IV. Pakem Iringan Musik (Gamelan dan Gendhing)

Musik adalah nyawa dari Barongan. Tanpa iringan gamelan yang sesuai pakem, Barongan hanyalah topeng mati. Pakem musik mengatur instrumen yang digunakan, melodi (gendhing), dan kapan harus terjadi perubahan tempo.

1. Komposisi Gamelan Barongan Pakem

Gamelan yang digunakan dalam Barongan pakem harus lengkap, meskipun seringkali disederhanakan tergantung lokasi. Instrumen wajib meliputi: Kendang (pengatur tempo dan jiwa pertunjukan), Gong (penanda siklus musik), Bonang (pembentuk melodi), Kenong, dan Saron. Kehadiran Rebab (instrumen gesek) dan Suling (instrumen tiup) memberikan sentuhan melankolis atau magis pada suasana, terutama saat adegan janturan.

Pakem melarang penggunaan instrumen modern yang merusak frekuensi suara gamelan. Gendhing yang dimainkan harus sesuai dengan adegan. Misalnya, Gendhing Umpak-umpak dimainkan saat Barong masuk, sedangkan saat adegan perang harus menggunakan irama yang cepat dan bersemangat seperti Gendhing Srepegan atau Sampak. Ketepatan tempo adalah absolut; jika tempo kendang salah, seluruh gerakan Barong akan kehilangan makna ritualnya.

2. Peran Sindhen dan Vokal

Sindhen (penyanyi wanita) dalam Barongan pakem memiliki peran penting. Mereka tidak hanya menyanyi lagu pop Jawa, tetapi harus menyanyikan tembang atau macapat yang relevan dengan narasi dan mengandung pesan moral atau spiritual. Nada vokal harus mengikuti laras (skala) gamelan, entah itu Pelog maupun Slendro, yang telah ditentukan oleh pakem warisan. Kadang-kadang, sindhen juga bertindak sebagai narator terselubung, memberikan jeda dramatis atau komentar atas jalannya pertunjukan.

Musik dan gerak Singo Barong adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pakem. Gerak lambat Barong harus diiringi irama lembut kendang, dan ketika Barong ndadi (kesurupan), kendang harus memacu dengan ritme yang sangat cepat dan mengentak, memanggil energi spiritual lebih dalam. Keseimbangan antara suara keras (agresif) dan suara lembut (penenang) inilah yang menjaga dinamika dramatis barongan pakem.

V. Pakem Ritual dan Persiapan Sakral

Pakem Barongan jauh melampaui panggung. Sebelum pertunjukan dimulai, serangkaian ritual sakral harus dilaksanakan, menjamin keselamatan pemain dan menjaga kesakralan topeng Barong. Inilah bagian dari pakem yang paling sering diabaikan dalam pertunjukan komersial.

1. Penyucian Topeng dan Sesajen

Topeng Singo Barong dianggap sebagai benda pusaka yang didiami oleh roh leluhur atau entitas spiritual penjaga. Oleh karena itu, topeng harus disucikan secara berkala, biasanya pada malam-malam tertentu (misalnya Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon) menggunakan kembang tujuh rupa dan asap kemenyan. Pakem mensyaratkan sesajen (persembahan) harus diletakkan di dekat topeng sebelum dan sesudah pertunjukan. Sesajen ini biasanya terdiri dari kopi pahit, kopi manis, teh, rokok tradisional, dan jajanan pasar, melambangkan penghormatan kepada roh penjaga.

Pakem melarang siapa pun yang tidak memiliki ikatan spiritual dengan kelompok untuk menyentuh topeng Barong. Pelanggaran terhadap aturan ini diyakini dapat mendatangkan kesialan atau bahkan menyebabkan Barong menjadi ‘marah’ dan sulit dikendalikan saat pementasan. Barongan pakem menuntut respek maksimal terhadap semua atributnya.

2. Puasa dan Persiapan Spiritual Pemain

Para penari utama, terutama mereka yang memerankan Singo Barong dan Bujang Ganong (yang paling rentan mengalami trans), harus menjalani ritual puasa atau pantangan sebelum pertunjukan besar. Puasa (atau mutih—hanya makan nasi putih dan air) dilakukan untuk membersihkan diri secara fisik dan spiritual, sehingga tubuh mereka siap menjadi wadah bagi energi yang akan masuk. Mereka juga diwajibkan melakukan meditasi atau tirakat (olah batin) untuk memperkuat mental dan fokus. Persiapan spiritual ini adalah fondasi dari seluruh barongan pakem.

VI. Evolusi dan Tantangan Pelestarian Pakem Barongan

Di era modern, Barongan menghadapi dilema besar: bagaimana tetap relevan tanpa mengorbankan pakemnya? Komersialisasi seringkali menuntut penyederhanaan gerak, pemotongan ritual, atau penggantian musik dengan aransemen yang lebih populer, yang pada akhirnya mengikis keaslian barongan pakem.

1. Adaptasi Pakem di Panggung Kontemporer

Beberapa kelompok seni mencoba mengadaptasi Barongan dengan menambahkan unsur-unsur modern, seperti tata lampu yang canggih atau sentuhan musik rock. Walaupun niatnya baik untuk menarik penonton muda, pakem fundamental harus dijaga. Misalnya, durasi pertunjukan mungkin dipersingkat, tetapi urutan adegan inti (masuknya Barong, adegan perang, penjinakan) tetap harus ada. Adaptasi yang paling dihargai adalah yang menjaga keaslian topeng, gerak inti, dan iringan gamelan, sementara inovasi diterapkan pada tata panggung atau pencahayaan semata.

Kelompok-kelompok yang memegang teguh barongan pakem percaya bahwa kekuatan dan daya tarik Barongan justru terletak pada unsur magis dan ritualistiknya. Menghilangkan elemen ritual sama dengan menghilangkan rohnya, dan mengubahnya menjadi sekadar tontonan tari topeng biasa. Para seniman pakem berusaha keras menjelaskan kepada publik bahwa keagungan Barongan terletak pada kerumitan dan kedisiplinan aturannya.

2. Peran Pewarisan dan Sanggar Tradisional

Pelestarian barongan pakem sangat bergantung pada sanggar-sanggar tradisional yang bertindak sebagai benteng budaya. Di tempat-tempat inilah, filosofi di balik setiap gerakan diajarkan, bukan hanya tekniknya. Siswa diajarkan tentang etika berkesenian, penghormatan terhadap pusaka, dan pentingnya menjaga integritas spiritual. Proses pewarisan ini harus dilakukan dengan ketat, memastikan bahwa pemahaman mengenai pakem tidak hanya dihafal tetapi dihayati. Tanpa dedikasi para guru pakem ini, detail-detail halus yang membuat Barongan unik akan lenyap ditelan waktu.

Masing-masing sanggar sering memiliki varian pakem regional mereka sendiri, yang memperkaya khazanah Barongan. Sanggar di Blora mungkin menekankan pakem yang lebih brutal dan kasar dalam gerak Barongnya, sementara sanggar di Ponorogo lebih menekankan keindahan dan ketinggian dari hiasan merak. Namun, benang merah mengenai kesakralan topeng dan fungsi ritualistiknya tetap menjadi pakem utama yang tidak bisa ditawar.

Penting untuk dipahami bahwa upaya pelestarian barongan pakem juga mencakup dokumentasi yang rinci. Banyak elemen pakem yang bersifat lisan, dan risiko hilangnya pengetahuan sangat tinggi. Oleh karena itu, para budayawan dan seniman mulai bekerja sama untuk mencatat secara tertulis detail-detail koreografi, komposisi gamelan, dan mantra yang digunakan, memastikan bahwa generasi mendatang memiliki referensi yang kuat mengenai standar baku Barongan.

VII. Analisis Mendalam Pakem Ekspresi dan Penjiwaan

Pakem Barongan tidak hanya mengatur hal-hal yang terlihat (kostum dan gerak), tetapi juga aspek batiniah: ekspresi dan penjiwaan. Seorang penari Barong harus mampu menghadirkan roh, bukan hanya menirukan gerakan.

1. Ekspresi Wajah Bujang Ganong yang Kontras

Dalam barongan pakem, Bujang Ganong adalah tokoh yang paling ekspresif. Topengnya didesain dengan kontur yang berlebihan untuk menonjolkan sifat jenaka, lincah, dan kadang-kadang licik. Pakem mengatur bahwa ekspresi Ganong harus selalu dinamis; ia bisa tiba-tiba melompat, mengejek Barong, atau menggoda penonton. Keberhasilan penari Ganong diukur dari kemampuannya menggunakan seluruh tubuhnya untuk menirukan ekspresi wajah yang tersembunyi di balik topeng. Gerakan kepala yang mematuk dan tatapan mata topeng yang tajam harus selaras dengan humor yang disampaikan, menciptakan kontras dramatis dengan keseriusan Singo Barong.

2. Penjiwaan Singo Barong dan Konsep 'Dua Tubuh, Satu Roh'

Karena topeng Singo Barong biasanya dimainkan oleh dua orang, pakem menuntut koordinasi sempurna. Konsep 'Dua Tubuh, Satu Roh' adalah inti dari penjiwaan barongan pakem. Penari depan dan belakang harus bergerak sebagai satu kesatuan organik, menghilangkan kesan dua individu. Mereka harus merasakan ritme yang sama dan mengekspresikan emosi yang sama—baik itu kemarahan, kelelahan, atau kegembiraan. Pelanggaran terhadap koordinasi ini dianggap sebagai kegagalan dalam menghadirkan wujud Singo Barong yang utuh dan berwibawa.

Penjiwaan ini mencapai puncaknya saat adegan ndadi. Pada saat itu, penari tidak hanya menari, tetapi membiarkan dirinya didiami oleh energi. Pengendalian trans ini sangat bergantung pada tingkat spiritualitas penari dan kepatuhan mereka terhadap persiapan pakem sebelumnya, membuktikan bahwa Barongan adalah pertunjukan total yang melibatkan fisik, mental, dan spiritual.

VIII. Pakem Narasi dan Struktur Lakon

Setiap pertunjukan Barongan, meskipun seringkali disajikan dalam fragmen, memiliki struktur narasi yang baku berdasarkan pakem lama, yang umumnya berputar pada kisah perebutan wilayah, cinta, atau penjinakan kekuatan jahat.

1. Urutan Baku Adegan dalam Pakem

Struktur barongan pakem hampir selalu mengikuti pola tiga babak:

  1. Pambuka (Pembukaan): Dimulai dengan Gamelan dan Janturan, diikuti oleh penampilan Klono Sewandono (jika ada) dan Jathilan yang menunjukkan kesiapan prajurit. Babak ini membangun ketegangan dan memperkenalkan latar belakang cerita.
  2. Jejer atau Perang (Konflik Inti): Masuknya Singo Barong yang ganas, disusul adegan kejar-kejaran, perang tanding antara Barong dan Jathilan/Ganong. Inilah saat pakem gerak akrobatik dan musik cepat dimainkan secara maksimal. Adegan ini seringkali diakhiri dengan trans/kesurupan.
  3. Panutup (Penutup dan Penjinakan): Pawang atau pemimpin ritual menenangkan Barong yang sedang ndadi. Gamelan kembali ke irama lembut dan khidmat. Bagian ini menegaskan kembali pesan moral: bahwa kekuasaan atau kekuatan mistis harus senantiasa tunduk pada pengendalian spiritual dan norma-norma luhur.

Pengubahan urutan ini, atau menghilangkan salah satu adegan kunci, dianggap melanggar pakem karena merusak alur penyampaian pesan moral tradisional.

2. Simbolisme Konflik dalam Barongan Pakem

Pakem narasi Barongan selalu sarat makna simbolis. Barong sering dilihat sebagai manifestasi dari Nafsu Amarah (nafsu liar manusia), sementara Jathilan dan Klono Sewandono mewakili Budi Luhur (akal dan kebijaksanaan). Konflik yang ditampilkan adalah pertarungan abadi antara kebuasan dan peradaban. Ketika Barong berhasil dijinakkan, itu adalah simbol kemenangan budi luhur atas hawa nafsu. Pakem menuntut bahwa konflik ini harus terlihat nyata dan keras, namun penyelesaiannya haruslah damai dan berwibawa, mencerminkan filosofi Jawa tentang harmoni kosmis.

Ketaatan pada barongan pakem bukanlah bentuk kekakuan, melainkan sebuah bentuk penghormatan mendalam terhadap sejarah dan spiritualitas. Setiap detil yang terikat pada pakem adalah kode budaya yang menceritakan ribuan tahun peradaban. Melalui kepatuhan pada aturan-aturan baku inilah, kesenian Barongan tetap menjadi warisan hidup yang kuat dan sakral, tidak lekang oleh waktu, dan terus memancarkan keagungannya di tengah gemuruh zaman modern. Pelestarian Barongan adalah pelestarian identitas budaya bangsa yang kaya dan berlapis.

Keseluruhan tradisi Barongan pakem ini menjamin bahwa setiap pertunjukan tidak hanya memberikan hiburan visual dan audio, tetapi juga menyajikan pengalaman spiritual dan kultural yang mendalam, menjaga agar esensi dari seni pertunjukan rakyat ini tetap terjaga kemurniannya dari generasi ke generasi. Setiap gerakan, setiap tabuhan gamelan, setiap ukiran pada topeng, semuanya terhubung dalam sebuah sistem pakem yang integral dan suci, menjadikannya salah satu puncak keagungan seni tradisional Nusantara.

🏠 Homepage