Indomie goreng adalah salah satu produk mi instan yang sangat populer di Indonesia, digemari oleh berbagai kalangan usia berkat rasa gurihnya yang khas dan kemudahannya dalam penyajian. Di balik kenikmatan rasa tersebut, terdapat berbagai macam bahan, termasuk zat aditif, yang ditambahkan untuk meningkatkan cita rasa, tekstur, warna, serta memperpanjang masa simpan produk. Bagi konsumen yang peduli kesehatan, memahami komposisi lengkap, terutama terkait zat aditif, menjadi hal yang penting.
Zat aditif pangan adalah bahan yang ditambahkan secara sengaja ke dalam makanan atau minuman untuk tujuan teknologi tertentu dalam proses produksi, pengolahan, pengemasan, transportasi, atau penyimpanan. Tujuannya bisa bermacam-macam, mulai dari memberikan rasa, warna, aroma, memperbaiki tekstur, hingga mencegah kerusakan akibat mikroorganisme atau oksidasi.
Sama seperti produk makanan olahan lainnya, Indomie goreng juga mengandung berbagai zat aditif yang tertera pada kemasannya. Mari kita uraikan beberapa yang umum ditemukan:
MSG (Monosodium Glutamat) adalah salah satu zat aditif yang paling sering diperdebatkan. Fungsinya adalah untuk memberikan rasa gurih atau umami yang lebih kuat. Di Indonesia, penggunaan MSG diizinkan dan diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Konsumsi MSG dalam jumlah wajar umumnya dianggap aman oleh badan regulasi kesehatan dunia, meskipun sebagian orang melaporkan sensitivitas terhadapnya.
Dalam bumbu Indomie goreng, seringkali ditemukan pewarna sintetis yang berfungsi untuk memberikan warna kuning cerah pada mi, atau warna coklat pada bumbu. Contoh pewarna yang mungkin digunakan adalah Tartrazin (CI 19140) atau Sunset Yellow FCF (CI 15985). Penggunaan pewarna harus sesuai dengan ambang batas aman yang ditetapkan oleh BPOM. Beberapa pewarna sintetis memang dikaitkan dengan efek hiperaktivitas pada anak-anak jika dikonsumsi dalam jumlah besar, namun penggunaannya dalam produk pangan telah melalui pengujian keamanan.
Untuk mencegah mi menjadi tengik akibat oksidasi lemak selama penyimpanan, antioksidan seperti TBHQ (Tertiary Butylhydroquinone) atau BHA (Butylated Hydroxyanisole) kadang ditambahkan. Antioksidan ini bertugas melindungi minyak yang ada di dalam mi dari reaksi dengan oksigen, sehingga menjaga kualitas dan masa simpan produk.
Beberapa zat aditif seperti lesitin atau turunan selulosa dapat berfungsi sebagai pengemulsi untuk mencampurkan bahan-bahan yang tidak mudah larut (misalnya minyak dan air) agar tercampur merata, serta sebagai penstabil untuk menjaga konsistensi tekstur produk.
Senyawa seperti asam sitrat atau natrium sitrat dapat digunakan untuk mengatur tingkat keasaman produk, yang juga dapat mempengaruhi rasa dan stabilitas produk.
Penting untuk dicatat bahwa semua zat aditif yang digunakan dalam produk pangan di Indonesia harus memenuhi standar keamanan yang ditetapkan oleh BPOM. Setiap zat aditif memiliki batas penggunaan maksimum yang diizinkan untuk memastikan keamanan konsumen. Produsen diwajibkan untuk mencantumkan daftar bahan, termasuk zat aditif, pada kemasan produk.
Meskipun zat aditif ini telah teruji keamanannya dalam batas yang ditentukan, konsumsi makanan olahan secara berlebihan tetap perlu diwaspadai. Keseimbangan gizi dan variasi makanan adalah kunci utama untuk kesehatan yang optimal. Membaca label komposisi pada kemasan Indomie goreng atau produk mi instan lainnya adalah langkah awal yang baik untuk menjadi konsumen yang lebih cerdas dan peduli kesehatan.
Bagi Anda yang ingin mengurangi paparan zat aditif, beberapa pilihan dapat dipertimbangkan:
Memahami komposisi zat aditif pada Indomie goreng bukan berarti harus sepenuhnya menghindari produk ini. Dengan informasi yang tepat, kita dapat mengonsumsinya dengan lebih bijak, menjaga variasi pola makan, dan tetap memprioritaskan kesehatan jangka panjang.