Praktikum geologi mengenai batuan beku merupakan salah satu kegiatan penting dalam memahami proses pembentukan kerak bumi. Batuan beku, yang terbentuk dari pendinginan dan pemadatan magma atau lava, memegang peranan krusial dalam siklus batuan dan menyimpan berbagai informasi mengenai kondisi di dalam bumi. Pemahaman mendalam terhadap jenis, karakteristik, dan proses pembentukan batuan beku sangatlah esensial bagi para geolog untuk menginterpretasikan sejarah geologi suatu wilayah, mengidentifikasi potensi sumber daya mineral, serta memprediksi berbagai fenomena geologi seperti aktivitas vulkanik. Praktikum ini bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa pada identifikasi batuan beku secara makroskopis, memahami klasifikasi dasar batuan beku berdasarkan tekstur dan komposisi mineralnya, serta mengaitkan karakteristik batuan dengan lingkungan pembentukannya. Melalui pengamatan langsung terhadap sampel batuan, praktikan diharapkan dapat membangun fondasi pengetahuan yang kuat mengenai salah satu jenis batuan paling fundamental di planet kita ini.
Tujuan dari pelaksanaan praktikum batuan beku ini adalah sebagai berikut:
Batuan beku terbentuk dari pembekuan magma (batuan beku intrusif) atau lava (batuan beku ekstrusif). Magma adalah lelehan batuan silikat yang sangat panas, terdiri dari unsur-unsur kimia seperti silikon, oksigen, aluminium, besi, kalsium, natrium, kalium, dan magnesium, serta gas-gas terlarut. Saat magma atau lava mendingin, atom-atom dalam lelehan tersebut akan mulai bergerak dan tersusun membentuk struktur kristal yang teratur, menghasilkan mineral-mineral pembentuk batuan.
Klasifikasi batuan beku umumnya didasarkan pada dua kriteria utama: tekstur dan komposisi mineral.
Tekstur menggambarkan ukuran, bentuk, dan hubungan antar butir mineral dalam batuan. Tekstur dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan:
Komposisi mineral mengacu pada jenis mineral yang menyusun batuan. Komposisi ini erat kaitannya dengan kandungan silika (SiO2). Batuan beku dikelompokkan menjadi:
Hubungan antara tekstur dan komposisi mineral menjadi dasar untuk menamai batuan beku secara spesifik.
Praktikum ini dilakukan dengan metode observasi makroskopis terhadap sampel batuan beku yang telah disediakan. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi:
Selama praktikum, beberapa sampel batuan beku telah diamati dan diidentifikasi. Sebagai contoh, sampel A menunjukkan warna abu-abu terang dengan tekstur faneritik kasar. Mineral-mineral yang dominan adalah kuarsa, feldspar alkali, dan sedikit mika putih. Berdasarkan karakteristik ini, sampel A diidentifikasi sebagai granit. Tekstur faneritik kasar mengindikasikan pembekuan magma yang lambat di dalam kerak bumi, menghasilkan kristal-kristal mineral yang berukuran besar dan mudah terlihat. Kandungan kuarsa dan feldspar alkali yang tinggi menunjukkan bahwa batuan ini termasuk dalam kategori batuan beku asam.
Sampel B, di sisi lain, memiliki warna hitam pekat dengan tekstur afanitik halus. Tidak ada mineral yang terlihat jelas oleh mata telanjang. Keberadaan beberapa lubang kecil (vesikel) juga teramati pada permukaan sampel. Sampel B ini diklasifikasikan sebagai basalt, yang merupakan batuan beku ekstrusif (volkanik). Tekstur afanitik halus menunjukkan pendinginan yang sangat cepat dari lava di permukaan bumi. Warna gelap dan kandungan mineral mafik (seperti piroksen dan olivin, meskipun tidak teramati langsung secara makroskopis) mengindikasikan batuan ini bersifat basa. Adanya vesikel menandakan bahwa lava tersebut mengandung banyak gas terlarut yang keluar saat terjadi erupsi.
Perbedaan mendasar antara granit dan basalt mencerminkan perbedaan lingkungan pembentukannya. Granit, sebagai batuan intrusif, terbentuk jauh di bawah permukaan, seringkali di bagian bawah kerak benua, dan mendingin secara perlahan di dalam tubuh magma. Sebaliknya, basalt, sebagai batuan ekstrusif, terbentuk dari aliran lava yang keluar ke permukaan bumi, seperti di dasar laut atau saat erupsi gunung berapi, dan mendingin dengan cepat. Perbedaan ini sangat fundamental dalam memahami geologi regional dan potensi sumber daya yang terkait dengannya.
Praktikum batuan beku ini telah berhasil memberikan pemahaman dasar mengenai identifikasi dan klasifikasi batuan beku. Praktikan mampu mengamati dan menganalisis tekstur serta komposisi mineral makroskopis untuk mengidentifikasi jenis batuan. Perbedaan tekstur, seperti faneritik dan afanitik, secara langsung berkaitan dengan kecepatan pendinginan magma/lava dan lingkungan pembentukannya, yaitu intrusif dan ekstrusif. Komposisi mineral, yang seringkali tercermin dari warna batuan, mengklasifikasikan batuan beku menjadi asam, menengah, basa, dan ultra basa, yang berkaitan dengan kandungan silika. Dengan mengenali ciri-ciri ini, batuan beku dapat diinterpretasikan sebagai catatan sejarah geologi yang penting. Pemahaman ini menjadi pondasi penting dalam studi geologi lebih lanjut.