Nama Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, atau yang akrab disapa Abah Guru Sekumpul, senantiasa terukir dalam sanubari umat Islam di Nusantara, khususnya di Kalimantan Selatan. Namun, di balik sosok ulama kharismatik yang mendunia tersebut, terdapat pula kisah masa muda beliau yang penuh dengan perjuangan, ketekunan, dan pancaran ilmu yang mulai terlihat sejak dini. "Guru Sekumpul Muda" bukan sekadar sebutan, melainkan sebuah pengingat akan bagaimana benih-benih keilmuan dan kesalehan itu ditanam dan dipupuk, yang kelak berbuah menjadi pribadi agung yang membawa rahmat bagi semesta.
Sejak usia belia, Abah Guru Sekumpul telah menunjukkan ketertarikan yang mendalam terhadap ilmu agama. Lingkungan keluarga yang religius, dengan ayahanda yang juga seorang ulama, menjadi pondasi awal bagi tumbuhnya semangat belajar. Beliau tidak hanya menuntut ilmu dari para guru di lingkungan sekitar, tetapi juga memiliki kehausan intelektual yang luar biasa. Masa muda adalah periode krusial dalam pembentukan karakter, dan bagi Abah Guru Sekumpul, masa ini diisi dengan penyerapan ilmu dari berbagai sumber, dari kitab-kitab klasik hingga ajaran para ulama terdahulu.
Perjalanan menuntut ilmu Abah Guru Sekumpul muda tidak lepas dari tantangan. Keterbatasan akses dan sumber daya di masa itu menuntut kesabaran dan ketekunan ekstra. Namun, semua itu dihadapi dengan semangat yang tak pernah padam. Beliau rela menempuh jarak, duduk di majelis ilmu, mendengarkan dengan saksama, dan menghafal setiap pelajaran yang diberikan. Dedikasi ini menunjukkan bahwa "Guru Sekumpul Muda" adalah gambaran dari seorang santri sejati, yang menjadikan ilmu sebagai prioritas utama dalam hidupnya.
Lebih dari sekadar menghafal teks, Abah Guru Sekumpul muda telah dianugerahi pemahaman yang mendalam. Ini terlihat dari kemampuan beliau dalam menyerap sari pati ajaran, bukan hanya bentuknya. Beliau belajar untuk memahami hikmah di balik setiap ayat Al-Qur'an, setiap hadis Nabi, dan setiap perkataan ulama salaf. Kualitas pemahaman inilah yang kemudian membedakan beliau dengan santri pada umumnya, dan menjadi bekal berharga untuk dakwahnya kelak.
Selain keilmuannya yang tajam, masa muda Abah Guru Sekumpul juga mulai memancarkan cahaya spiritual. Kerendahan hati, kesopanan, dan ketawadhuan adalah sifat-sifat yang melekat pada diri beliau sejak dini. Ia dikenal sebagai pribadi yang tidak pernah menyombongkan diri, meskipun ilmu dan pemahamannya sudah jauh melampaui teman-teman seusianya. Keterlibatan aktif dalam kegiatan keagamaan, seperti membaca shalawat dan zikir, menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya.
Para saksi mata sering bercerita tentang karisma yang terpancar dari Abah Guru Sekumpul muda. Senyumnya yang tulus, tutur katanya yang santun, dan caranya berinteraksi dengan orang lain memberikan kesan mendalam. Energi positif dan ketenangan batin yang beliau tunjukkan seolah menjadi magnet bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya. Ini adalah awal dari bagaimana beliau kelak menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi jutaan orang.
Kisah "Guru Sekumpul Muda" memiliki makna universal yang relevan bagi generasi sekarang. Ia mengajarkan kita bahwa kesuksesan dan keberkahan dalam hidup bermula dari fondasi ilmu dan akhlak yang kuat sejak dini. Semangat belajar yang tak pernah surut, ketekunan dalam menghadapi kesulitan, serta kejujuran dan kerendahan hati adalah nilai-nilai abadi yang patut kita teladani.
Lebih dari itu, Abah Guru Sekumpul muda mengingatkan kita akan pentingnya menyeimbangkan antara pencarian ilmu duniawi dan spiritual. Beliau tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kedekatan spiritual yang mendalam dengan Sang Pencipta. Keseimbangan inilah yang membentuk pribadi utuh dan membawa manfaat luas bagi masyarakat. Mempelajari kisah "Guru Sekumpul Muda" adalah menemukan kembali semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang berilmu, berakhlak mulia, dan senantiasa menebar kebaikan di dunia ini. Jejak cahaya beliau terus bersinar, memberikan arah dan inspirasi bagi setiap insan yang merindukan kebaikan.