Memahami Batuan Non Klastik: Sebuah Panduan Lengkap

Dalam dunia geologi, batuan diklasifikasikan berdasarkan asal-usulnya. Salah satu klasifikasi utama adalah batuan sedimen, yang dibagi lagi menjadi dua kategori besar: batuan klastik dan batuan non klastik. Batuan klastik terbentuk dari fragmen-fragmen batuan dan mineral yang tererosi, tertransportasi, dan terakumulasi. Berbeda dengan batuan klastik, batuan non klastik memiliki proses pembentukan yang unik, di mana ia tidak terbentuk dari kumpulan fragmen yang sudah ada sebelumnya.

BATUAN SEDIMEN | NON-KLASTIK Terbentuk dari larutan atau kimia

Representasi visual sederhana dari klasifikasi batuan sedimen.

Apa Itu Batuan Non Klastik?

Batuan non klastik, juga dikenal sebagai batuan sedimen kimiawi atau organogenik, adalah jenis batuan sedimen yang terbentuk melalui proses pengendapan dari larutan kimia di dalam air atau melalui aktivitas biologis organisme. Berbeda dengan batuan klastik yang tersusun dari butiran-butiran (klas) yang berasal dari pelapukan batuan lain, batuan non klastik terbentuk secara kristalisasi langsung dari larutan supersaturasi atau dari akumulasi sisa-sisa organisme.

Proses utama pembentukan batuan non klastik meliputi:

Contoh Batuan Non Klastik yang Umum

Memahami konsep batuan non klastik akan lebih mudah dengan melihat beberapa contoh yang sering ditemui:

1. Batugamping (Limestone)

Batugamping adalah salah satu batuan non klastik yang paling umum. Sebagian besar batugamping terbentuk dari akumulasi cangkang dan kerangka organisme laut yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3), seperti moluska, terumbu karang, dan alga. Proses ini dikenal sebagai pembentukan batuan organogenik.

Batugamping juga bisa terbentuk melalui pengendapan kimiawi langsung dari air yang kaya kalsium karbonat. Contohnya adalah batu kapur yang terbentuk di gua-gua (stalaktit dan stalagmit) atau endapan travertine di sekitar mata air panas.

2. Evaporit

Golongan batuan ini terbentuk dari proses penguapan air yang sangat asin. Ketika air menguap, konsentrasi garam terlarut meningkat hingga mencapai titik jenuh dan kemudian mengendap membentuk kristal. Contoh batuan evaporit meliputi:

Formasi evaporit biasanya terjadi di lingkungan yang memiliki tingkat penguapan tinggi, seperti dataran garam atau cekungan laut yang terisolasi.

3. Silika (Chert/Jasper/Onyx)

Batuan ini tersusun dominan oleh mikrokristal kuarsa (SiO2). Meskipun silika juga bisa menjadi komponen batuan klastik (sebagai butiran kuarsa), batuan chert non klastik terbentuk dari pengendapan silika terlarut dari larutan, sering kali terkait dengan aktivitas vulkanik bawah laut atau akumulasi sisa-sisa organisme bersilika seperti diatom dan radiolaria.

Berbagai jenis batuan silika seperti chert, jasper, dan onyx memiliki perbedaan dalam warna dan pola, yang dipengaruhi oleh mineral pengotor yang ada saat proses pengendapan.

4. Batubara

Batubara adalah contoh batuan sedimen non klastik yang berasal dari akumulasi materi tumbuhan organik. Tumbuhan yang mati di lingkungan yang kaya air dan minim oksigen (seperti rawa) tidak mengalami dekomposisi sempurna. Seiring waktu, tumpukan materi organik ini mengalami pemampatan dan perubahan kimiawi (diagenesis) di bawah lapisan sedimen yang lebih baru, berubah menjadi gambut, lignit, bituminus, hingga antrasit.

5. Dolomit

Dolomit adalah mineral yang tersusun dari kalsium magnesium karbonat (CaMg(CO3)2). Batuan dolomit sering kali terbentuk dari modifikasi batugamping, di mana ion magnesium menggantikan sebagian ion kalsium dalam struktur kalsium karbonat, melalui proses yang disebut dolomitisasi. Proses ini bisa terjadi secara kimiawi atau dibantu oleh aktivitas mikroba.

Perbedaan Kunci dengan Batuan Klastik

Perbedaan mendasar antara batuan non klastik dan klastik terletak pada asal-usul penyusunnya dan proses pembentukannya.

Dengan memahami kedua kategori ini, kita dapat lebih mengapresiasi keragaman batuan yang ada di bumi dan proses geologis luar biasa yang membentuknya.

🏠 Homepage