BARONGSAI BERAKSI: Keagungan Tari Singa di Panggung Nusantara

Kepala Barongsai Merah Ilustrasi kepala Barongsai merah dan kuning bersemangat.

Ilustrasi Kepala Barongsai yang melambangkan keberanian dan keberuntungan, siap untuk beraksi dalam setiap perayaan.

Pengantar: Detak Jantung Kebudayaan yang Menggema

Ketika genderang ditabuh dengan ritme cepat, simbal beradu, dan gong mengentak dengan irama yang memompa semangat, seluruh mata akan tertuju pada satu titik fokus: Barongsai beraksi. Pertunjukan Tari Singa, atau yang dikenal luas sebagai Barongsai, bukan sekadar atraksi visual atau hiburan musiman. Ia adalah perwujudan fisik dari mitologi, sejarah panjang migrasi, serta representasi harapan, keberanian, dan penolak bala yang telah mendarah daging dalam perayaan Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di bumi Nusantara.

Setiap gerakan yang dilakukan oleh sepasang penari di bawah kostum singa raksasa adalah bahasa yang dibaca oleh penonton. Gerakan tersebut menceritakan kisah tentang singa yang terbangun dari tidur, mencari makanan, mengatasi rintangan, dan pada akhirnya, membawa berkah. Lebih dari itu, Barongsai yang beraksi adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu yang agung dengan masa kini yang dinamis, menunjukkan ketahanan budaya yang mampu bertahan bahkan melalui periode-periode sulit dalam sejarah.

Di Indonesia, Barongsai tidak hanya identik dengan perayaan Imlek atau Cap Go Meh. Ia telah bertransformasi menjadi bagian integral dari mozaik budaya, sering kali tampil dalam peresmian, festival, atau acara komunal, membuktikan bahwa seni pertunjukan ini telah diterima dan dirayakan lintas etnis. Energi yang terpancar dari setiap lompatan, setiap kibasan bulu, dan setiap tatapan mata singa yang ekspresif, menciptakan aura magis yang sulit ditandingi oleh bentuk seni pertunjukan lainnya.

Untuk benar-benar mengapresiasi keagungan ketika Barongsai beraksi, kita harus menyelam lebih dalam ke dalam lapisan-lapisan historis dan filosofis yang membentuk tarian ini. Bagaimana ia berevolusi? Apa makna di balik warna-warna cerah dan ornamen yang rumit? Dan bagaimana para penari mencapai sinkronisasi dan kekuatan fisik yang dibutuhkan untuk menampilkan atraksi yang mematikan di atas tiang-tiang tinggi?

Jejak Sejarah dan Dua Aliran Utama Barongsai

Sejarah Barongsai (Wǔ Shī, 舞獅) membentang ribuan tahun ke belakang di daratan Tiongkok, diyakini berakar dari masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) atau Dinasti Tang (618–907 M). Konon, tarian ini awalnya berfungsi sebagai ritual pengusiran penyakit dan permohonan hasil panen yang baik. Namun, seiring waktu, ia terbagi menjadi dua aliran utama yang membedakan gaya, musik, dan filosofinya secara signifikan:

1. Barongsai Utara (Běi Shī - 北獅)

Barongsai Utara, yang berasal dari wilayah Tiongkok bagian utara (seperti Beijing), lebih fokus pada gerakan akrobatik yang energik dan menyerupai singa asli. Kostumnya seringkali lebih tebal, berbulu lebat, dan memiliki penampilan yang lebih realistis. Gerakannya mencakup gulingan, salto, dan tarian di atas bola besar, seringkali menyertakan interaksi dengan karakter lain seperti "Buddha Tertawa" atau singa betina yang mencari anaknya. Tarian ini lebih banyak ditemukan dalam pertunjukan istana atau sirkus, menuntut kekuatan fisik luar biasa dan ketangkasan layaknya atlet senam.

2. Barongsai Selatan (Nán Shī - 南獅)

Barongsai Selatan, yang berkembang di provinsi selatan seperti Guangdong, Fuzhou, dan Hong Kong, adalah gaya yang paling umum kita saksikan, terutama di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Barongsai Selatan memiliki kostum yang lebih ekspresif, berwarna-warni, dengan hiasan cermin (untuk menakuti roh jahat) dan tanduk tunggal. Gerakannya lebih filosofis dan emosional, meniru berbagai ekspresi singa: kebingungan, kegembiraan, ketakutan, dan yang paling terkenal, saat singa "memakan" amplop merah (Lai See / Hong Bao).

Barongsai Selatan terbagi lagi menjadi beberapa sub-gaya, seperti Hoksan (gaya yang lebih lambat dan meditatif, sering meniru mabuk) dan Foshan (gaya yang lebih agresif, cepat, dan dramatis). Kedua gaya selatan inilah yang membentuk fondasi bagi tarian Barongsai modern, terutama dalam konteks atraksi tiang tinggi (Jing Gao) yang sangat memukau.

Filosofi di balik Tarian Singa Selatan sangat dalam. Kepala singa diyakini menyimpan kekuatan spiritual. Ketika Barongsai beraksi, ia bukan hanya menari, melainkan melakukan ritual pembersihan. Setiap langkah dan setiap hentakan genderang bertujuan untuk mengusir Qi (energi) negatif dan menarik keberuntungan serta kemakmuran ke tempat yang dikunjungi. Ini adalah alasan mengapa Barongsai harus bergerak dengan otoritas dan percaya diri, karena singa adalah raja yang berani dan agung.

Anatomi Gerakan: Membaca Bahasa Singa

Pertunjukan Barongsai yang berhasil adalah harmonisasi sempurna antara dua penari (kepala dan ekor), dan tiga alat musik pengiring. Tanpa pemahaman mendalam tentang setiap gerakan, Barongsai yang beraksi hanya terlihat seperti sebuah boneka besar. Namun, bagi yang terlatih, setiap postur adalah sebuah kata dalam narasi keberuntungan.

a. Peran Kepala dan Ekor

b. Lima Gerakan Dasar (Wǔ Bù)

Seluruh koreografi Barongsai dibangun dari variasi lima postur dasar yang menggambarkan siklus hidup singa dalam mencari makanan dan interaksi dengan lingkungannya:

  1. Tidur (Shuì Jué 睡覺): Singa berbaring, gerakan sangat lambat, kadang-kadang hanya berupa anggukan kepala yang lemah. Ini melambangkan kedamaian atau persiapan sebelum kebangkitan energi.
  2. Bangun (Qǐ Lái 起來): Singa mulai bergerak, menggeliat. Penari kepala mulai menggerakkan mata dan telinga, menunjukkan kesadaran. Gerakan ini disertai peningkatan volume musik.
  3. Mencari/Mengintai (Tàn Suǒ 探索): Gerakan hati-hati, kepala singa melihat ke kiri dan kanan, mengendus. Ini adalah bagian di mana singa mencari "makanan" (biasanya amplop berisi uang atau sayuran/buah yang digantung).
  4. Makan (Chī Dòng Xi 吃東西): Puncak tarian dasar, di mana singa meraih dan "memakan" objek. Gerakan ini seringkali disertai ekspresi gembira atau puas. Proses memakan sayuran (Cài Qīng, 採青) adalah bagian simbolis terpenting.
  5. Gembira/Mabuk (Zuì Jiǔ 醉酒): Setelah mendapatkan berkah, singa menunjukkan rasa puas. Gaya ‘mabuk’ adalah gerakan khas Hoksan, di mana singa bergoyang-goyang, menunjukkan euforia yang unik dan menantang secara teknis.

Setiap peralihan antarpostur harus mulus, didukung oleh perubahan irama musik. Kecepatan dan intensitas gerakan adalah cerminan dari emosi singa; cepat dan kuat untuk semangat yang membara, lambat dan lembut untuk kehati-hatian atau meditasi.

Simfoni Penarik Keberuntungan: Peran Alat Musik

Barongsai yang beraksi tidak akan lengkap tanpa irama yang menggelegar dari tim musik, yang dikenal sebagai ‘Simfoni Lima Elemen’. Musik bukan sekadar pengiring; ia adalah pengendali, napas, dan detak jantung tarian itu sendiri. Tim musik terdiri dari setidaknya tiga instrumen utama, masing-masing dengan peran spesifik:

1. Genderang (Gǔ )

Genderang adalah instrumen paling krusial. Penabuh genderang (Drummer) adalah konduktor orkestra. Ia harus memiliki memori dan kecepatan reaksi yang instan, karena dialah yang memberi isyarat kepada singa untuk mengubah gerakan, melompat, berhenti, atau mulai. Ritme genderang meniru detak jantung singa. Ritme yang cepat dan keras (seperti ‘Teng, Teng, Teng’) melambangkan amarah atau energi yang meledak, sementara ritme yang lambat dan lembut (seperti ‘Boong... Boong...’) menandakan kehati-hatian atau tidur.

2. Simbal (Bō )

Simbal memberikan aksen dan mengisi ruang antara pukulan drum dan gong. Ritme simbal biasanya sangat cepat, menciptakan suasana kegembiraan dan keceriaan, terutama saat singa bergerak dengan lincah. Simbal adalah elemen yang paling banyak menyumbang 'kebisingan' yang dipercaya dapat mengusir roh jahat.

3. Gong (Luó )

Gong memberikan pondasi yang dalam dan resonansi. Pukulan gong biasanya lambat, berat, dan menjadi penanda penting dalam transisi tarian—misalnya, pukulan gong yang dalam sering kali menandai akhir dari sebuah segmen atau saat singa melakukan lompatan besar. Gong melambangkan kekuatan dan stabilitas alam semesta.

Sinkronisasi antara singa dan musik harus sempurna. Jika drum lambat, singa harus bergerak lambat. Jika drum mulai memuncak dalam ritme "Tujuh Bintang" (pukulan cepat dan kompleks), maka singa harus segera bersiap untuk aksi akrobatik atau klimaks perburuan Lai See.

Puncak Adrenalin: Akrobatik Tiang Tinggi (Jing Gao)

Dalam beberapa dekade terakhir, seni Barongsai telah berevolusi dari tarian di atas tanah menjadi pertunjukan atletik yang menantang maut di atas tiang-tiang baja yang disebut Jing Gao (梅花樁, Měi Huā Zhuāng). Ketika Barongsai beraksi di ketinggian, seluruh aspek pertunjukan mencapai tingkat dramatis yang baru.

Filosofi Jing Gao

Tiang-tiang ini melambangkan pegunungan atau hutan yang sulit dilalui, menunjukkan keberanian dan kegigihan singa dalam mencari berkah. Jarak dan ketinggian tiang bervariasi, menuntut perhitungan yang sangat presisi. Ketinggian tiang bisa mencapai 3 meter, dan jarak antar tiang bisa mencapai 2 meter.

Teknik Lompatan Kunci

Untuk berhasil dalam Jing Gao, penari kepala dan ekor harus melatih tidak hanya kekuatan otot, tetapi juga keseimbangan sentripetal dan kepercayaan mutlak satu sama lain.

  1. Lompatan Dasar (Tà Bù 踏步): Perpindahan dari satu tiang ke tiang yang bersebelahan dengan langkah terukur.
  2. Lompatan Jauh (Dà Kuà 大跨): Melompat melintasi jurang yang lebar, biasanya dilakukan oleh penari kepala yang membawa penari ekor di pundaknya. Momen ini seringkali menahan napas penonton.
  3. Lompatan Miring (Cè Yuè 側躍): Lompatan sambil memutar badan, menuntut penyesuaian pusat gravitasi yang ekstrem.
  4. Keseimbangan Ujung Kaki (Lì Jiǎo 立腳): Singa berdiri tegak di atas satu kaki tiang, menunjukkan dominasi dan ketenangan.
  5. Memetik Sayuran (Cǎi Qīng 採青) di Atas Tiang: Puncak aksi, di mana singa harus menstabilkan diri, "makan" Lai See yang tergantung di ujung tiang tertinggi, lalu melempar sayuran (keberuntungan) ke penonton.

Keselamatan adalah prioritas utama. Karena risiko cedera sangat tinggi, tim Barongsai modern melatih teknik pendaratan darurat dan selalu memastikan bahwa tiang-tiang tersebut diposisikan dengan benar. Kegagalan sinkronisasi sesaat di udara dapat berakibat fatal, oleh karena itu, dedikasi dan jam latihan yang tak terhitung adalah prasyarat mutlak bagi setiap penari yang ingin tampil di Jing Gao.

Dunia kompetisi internasional telah mendorong Barongsai beraksi di level yang semakin tinggi dan berbahaya. Setiap tim mencoba menciptakan rutinitas yang lebih kompleks, dengan lompatan yang lebih jauh dan transisi yang lebih cepat, menjadikannya salah satu olahraga akrobatik paling menantang di dunia.

Warna, Simbolisme, dan Makna Spiritual

Setiap detail pada kostum Barongsai memiliki makna yang mendalam dan tidak boleh diabaikan. Ketika Barongsai beraksi, warna-warna cerah bukan hanya untuk menarik perhatian, melainkan untuk menyampaikan pesan spiritual dan historis.

Makna Warna Singa

Elemen Spiritual Kostum

Kostum Barongsai adalah perpaduan dari berbagai hewan mitologi Tiongkok, bukan hanya singa murni. Ia menggabungkan bagian dari naga (tanduk), kuda (ekor), dan anjing (cakar) untuk menciptakan makhluk pelindung yang superior.

Sebelum Barongsai beraksi dalam pertunjukan resminya, sering dilakukan ritual ‘membuka mata’ (Diǎn Jīng, 點睛). Upacara ini melibatkan tokoh senior atau pejabat yang melukis mata singa dengan tinta cinnabar. Ini dipercaya untuk memberikan nyawa spiritual pada kostum, mengubahnya dari sekadar kain dan bambu menjadi makhluk pelindung yang hidup dan berenergi. Tanpa upacara ini, Barongsai dianggap ‘kosong’ dan tidak memiliki kekuatan untuk mengusir bala.

Barongsai di Nusantara: Adaptasi dan Keberlangsungan Budaya

Di Indonesia, seni Barongsai memiliki kisah yang unik dan penuh perjuangan. Dibawa oleh para imigran Tionghoa berabad-abad lalu, tarian ini berakar kuat di berbagai kota pesisir, dari Medan, Palembang, hingga Jakarta, Semarang, dan yang paling terkenal, Singkawang di Kalimantan Barat.

Periode Tantangan dan Kebangkitan

Selama periode Orde Baru, khususnya di bawah kebijakan asimilasi yang ketat, ekspresi kebudayaan Tionghoa di ruang publik, termasuk Barongsai, dilarang. Selama puluhan tahun, Barongsai hanya bisa dipertontonkan secara sembunyi-sembunyi di dalam klenteng atau di lingkungan tertutup. Ini menciptakan tantangan besar dalam regenerasi dan pelestarian teknik.

Masa kebangkitan dimulai setelah reformasi politik. Pencabutan larangan pada tahun 1998 dan pengakuan Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2003 memberikan nafas baru bagi seni ini. Sejak saat itu, Barongsai yang beraksi di jalanan kembali menjadi simbol pluralisme dan keberagaman Indonesia.

Integrasi Budaya Lokal

Di banyak daerah, Barongsai telah mengalami akulturasi yang menarik. Di Jakarta, misalnya, tim Barongsai sering tampil bersama seni Betawi. Di Singkawang, Barongsai menjadi inti dari perayaan Cap Go Meh yang spektakuler, di mana ia berinteraksi dengan ritual Tatung (media kerasukan) yang kental dengan elemen spiritual lokal. Transformasi ini membuktikan bahwa Barongsai bukan lagi milik satu etnis saja, melainkan warisan budaya Indonesia.

Kini, ribuan anak muda dari berbagai latar belakang suku dan agama bergabung dalam perkumpulan Barongsai. Mereka berlatih keras, termotivasi tidak hanya oleh tradisi tetapi juga oleh pengakuan bahwa ini adalah olahraga fisik yang menantang dan seni pertunjukan yang mendunia.

Disiplin dan Latihan Keras Para Pelaku Aksi

Melihat Barongsai beraksi dengan indah dan tanpa cela di atas tiang setinggi tiga meter adalah hasil dari disiplin yang brutal dan latihan yang tiada henti. Menjadi penari Barongsai adalah sebuah komitmen fisik, mental, dan spiritual.

Kebutuhan Fisik

Penari kepala harus memiliki:

  1. Kekuatan Kaki (Leg Power): Diperlukan untuk daya ledak saat melompat dan menahan posisi kuda-kuda rendah (mǎ bù 馬步) untuk waktu yang lama.
  2. Kekuatan Inti (Core Strength): Vital untuk menjaga keseimbangan, terutama saat menari di atas tiang yang sempit atau saat penari ekor berada di pundak.
  3. Fleksibilitas dan Koordinasi: Diperlukan untuk melakukan gerakan "singa mabuk" yang luwes atau saat berputar di udara.

Penari ekor, selain kekuatan kaki, harus memiliki:

  1. Kepercayaan Diri Mutlak: Ia harus sepenuhnya mempercayai stabilitas penari kepala.
  2. Stamina dan Postur: Berada di posisi membungkuk, menopang punggung penari kepala, menuntut stamina punggung yang tinggi.

Latihan Sinkronisasi

Sinkronisasi antara dua penari (serta dengan tim musik) adalah tantangan terbesar. Latihan harian sering kali melibatkan:

Latihan Barongsai tidak hanya menciptakan atlet, tetapi juga membangun rasa persaudaraan dan tanggung jawab yang kuat dalam sebuah tim. Setiap anggota harus memahami bahwa keberhasilan Barongsai beraksi adalah keberhasilan kolektif, dan kesalahan satu orang dapat membahayakan semua.

Variasi dan Eksplorasi Seni Barongsai Modern

Meskipun Barongsai Selatan dan Utara menjadi fondasi, seni ini terus berevolusi. Modernisasi telah membawa variasi dan eksplorasi yang menarik, terutama dalam konteks kompetisi global.

Barongsai Air dan Es

Beberapa tim kompetisi tingkat tinggi telah mulai menampilkan Barongsai beraksi di lingkungan non-tradisional, seperti di atas kolam atau di panggung es. Barongsai air (yang jarang terlihat di Indonesia) menuntut teknik keseimbangan yang ekstrem karena permukaan yang basah dan licin, menambahkan tingkat bahaya yang baru.

Pengaruh Teknologi

Teknologi LED dan pencahayaan telah diintegrasikan ke dalam kostum. Barongsai yang bersinar dalam gelap (LED Lion Dance) memberikan dimensi visual yang menakjubkan, terutama untuk pertunjukan malam. Meskipun kritikus tradisional berpendapat bahwa ini mengurangi unsur mistis, adaptasi ini membantu menarik penonton muda dan menjaga relevansi tarian tersebut.

Kompetisi Dunia

Kejuaraan Barongsai Dunia (seperti yang diselenggarakan di Genting, Malaysia atau Hong Kong) telah mengubah Barongsai menjadi olahraga kompetitif internasional yang serius. Juri menilai berdasarkan:

Tingkat kesulitan dalam kompetisi ini mendorong inovasi koreografi dan menuntut penari untuk berada dalam kondisi fisik prima sepanjang masa. Ini adalah dorongan kuat bagi pelestarian, memastikan bahwa teknik Barongsai yang beraksi tidak stagnan.

Misteri dan Kekuatan Ritual Cǎi Qīng (采青)

Inti dari setiap pertunjukan Barongsai adalah Cǎi Qīng, yang secara harfiah berarti "memetik sayuran." Ini adalah ritual simbolis di mana singa harus mengatasi rintangan (seringkali berupa susunan barang atau ketinggian) untuk mendapatkan Lai See (amplop merah berisi uang) yang diikatkan pada sayuran (biasanya selada, kangkung, atau jeruk).

Rintangan Filosofis

Rintangan yang disiapkan melambangkan tantangan hidup dan nasib buruk. Singa harus menunjukkan kecerdasan dan kekuatan untuk melewati rintangan tersebut. Misalnya, rintangan berupa mangkuk air yang harus dilewati tanpa menumpahkannya melambangkan kehati-hatian dalam mengambil keputusan bisnis. Rintangan yang melibatkan jarum atau paku melambangkan keberanian menghadapi bahaya.

Makna "Memakan" Sayuran

Setelah singa berhasil mencapai sayuran dan Lai See, ia akan "memakannya" di balik tirai mulut. Ritual ini dipercaya mengubah energi negatif (mala petaka) menjadi energi positif (keberuntungan dan kemakmuran). Singa kemudian akan memuntahkan daun sayuran (atau remah-remah jeruk) ke arah pemilik rumah atau penonton. Tindakan "memuntahkan" ini adalah penyebaran berkah (Fú ) kepada semua yang hadir.

Uang dalam Lai See adalah hadiah yang ditujukan kepada singa, sebagai imbalan atas usaha singa membersihkan area tersebut dari roh jahat. Semakin besar Lai See, semakin besar berkah yang diharapkan pemilik rumah. Seluruh proses Cǎi Qīng adalah puncak naratif tarian, momen ketika singa Barongsai beraksi mencapai tujuan utamanya: membawa harmoni dan rezeki.

Melestarikan Warisan untuk Generasi Mendatang

Keberlanjutan Barongsai beraksi di masa depan sangat bergantung pada upaya kolektif untuk mendidik dan menarik generasi muda. Di Indonesia, banyak perkumpulan Barongsai yang telah bertransformasi menjadi yayasan pendidikan, mengajarkan seni ini tidak hanya sebagai tarian, tetapi sebagai disiplin olahraga dan sejarah.

Para pelatih dan sesepuh menekankan bahwa Barongsai adalah tentang karakter. Melatih kekuatan fisik harus diimbangi dengan pelatihan mental seperti kesabaran, kerendahan hati, dan rasa hormat terhadap tradisi. Seorang penari yang kuat tetapi sombong tidak akan pernah bisa menampilkan Barongsai yang berjiwa. Karakteristik ini diwariskan melalui cerita lisan, ritual, dan dedikasi yang intensif.

Barongsai telah membuktikan ketahanannya. Dari pelarangan hingga pengakuan, seni ini terus berkembang, menunjukkan bahwa ia mampu beradaptasi tanpa kehilangan esensi spiritualnya. Setiap kali genderang berbunyi, setiap kali Barongsai beraksi, ia adalah pengingat visual akan kekayaan budaya yang harus terus dijaga dan diapresiasi, melintasi batas-batas etnis dan generasi.

Dampak sosio-kultural Barongsai tidak bisa diremehkan. Di tengah masyarakat majemuk, pertunjukan Barongsai berfungsi sebagai simbol pemersatu yang kuat. Kehadirannya dalam perayaan besar publik, seringkali dihadiri oleh pejabat dan masyarakat umum dari berbagai latar belakang, menegaskan penerimaan dan pengakuan terhadap keragaman budaya yang menjadi ciri khas Indonesia.

Ketika tim Barongsai beraksi, mereka membawa serta sejarah ratusan tahun, mitos tentang keberanian, dan semangat komunitas yang tak terpatahkan. Pertunjukan ini bukan hanya tentang akrobatik; ini adalah narasi tentang perjuangan, harapan, dan berkah yang disampaikan melalui gerakan singa yang anggun dan perkasa.

Untuk memastikan warisan ini terus bersinar, dukungan terhadap sanggar-sanggar lokal, partisipasi dalam festival, dan penyediaan fasilitas latihan yang memadai menjadi sangat penting. Generasi baru penari harus diajari untuk menghormati setiap bagian dari kostum, setiap pukulan drum, dan setiap filosofi yang terkandung di dalamnya. Mereka adalah penjaga api tradisi, yang akan memastikan bahwa suara genderang Barongsai terus menggema, membersihkan jalan bagi kemakmuran dan kegembiraan di masa depan.

Melihat Barongsai beraksi adalah melihat sinergi sempurna antara kekuatan, seni, dan spiritualitas. Ini adalah tontonan yang memukau, sebuah perayaan hidup yang penuh warna dan energi, menjadikannya salah satu warisan budaya tak benda yang paling berharga di Asia Tenggara.

Keindahan Barongsai terletak pada kontrasnya: boneka raksasa yang tampak menakutkan, namun gerakannya dipenuhi keanggunan. Kecepatannya yang mendebarkan diiringi oleh jeda-jeda yang penuh makna. Ia adalah penari dan pelindung, simbol keberanian dan harapan, yang setiap kehadirannya selalu ditunggu-tunggu dalam setiap festival dan perayaan penting. Pengalaman menonton Barongsai beraksi adalah pengalaman menyelami kedalaman filosofi Tionghoa yang diadaptasi secara indah di panggung budaya Nusantara.

Setiap putaran kepala, setiap kedipan mata, setiap gerusan kaki di lantai, adalah bagian dari narasi panjang yang terus ditulis oleh para penganut tradisi. Baik di atas tiang tinggi yang berbahaya maupun di lantai keramaian, singa selalu menari dengan tujuan mulia: membawa keberuntungan abadi.

🏠 Homepage