Turonggo Singo Mudo, atau yang lebih dikenal dengan akronim TSM, bukanlah sekadar nama sebuah kelompok seni Jaranan biasa. Ia adalah manifestasi kekuatan budaya, resonansi spiritual, dan pewaris sah dari tradisi Barongan yang telah mengakar kuat di tanah Jawa Timur. TSM telah bertransformasi menjadi ikon yang membawa kesenian Jaranan, yang kerap dianggap sebagai seni pinggiran, menuju panggung yang lebih luas dan mendapatkan pengakuan yang massif, baik dari generasi tua maupun kaum muda.
Popularitas Barongan TSM Turonggo Singo Mudo meroket berkat kombinasi unik antara pakem tradisi yang dijaga ketat dengan inovasi penyajian yang segar, energik, dan sangat memikat. Ketika Barongan TSM tampil, yang disaksikan penonton bukan hanya tarian, tetapi sebuah ritual kolektif yang menghadirkan dialog antara dunia kasat mata dan alam spiritual. Dentuman kendang yang memacu, ringkikan kuda lumping yang ritmis, dan raungan Barongan Caplokan yang mengerikan, semuanya bersatu padu menciptakan tontonan yang tak hanya menghibur, tetapi juga menghipnotis.
Artikel ini akan menelusuri secara mendalam setiap lapisan dari kesenian Barongan yang dibawakan oleh TSM. Mulai dari akar sejarah pembentukannya, filosofi yang tersembunyi di balik setiap topeng dan gerak, hingga elemen-elemen teknis pertunjukan yang menjadikannya legenda kontemporer dalam dunia Jaranan. Kita akan membedah bagaimana Turonggo Singo Mudo berhasil mempertahankan esensi mistis dan sakral dari Barongan sambil merangkul dinamika zaman yang terus berubah, menjadikannya sebuah warisan budaya yang hidup dan terus bernapas.
I. Filosofi Barongan dan Akar Sejarah TSM
Untuk memahami TSM, kita harus terlebih dahulu menyelami makna esensial dari kesenian Barongan itu sendiri. Barongan adalah salah satu wujud visualisasi dari Singo Barong, simbol kekuatan mistis dan keberanian yang melampaui batas realitas manusia. Dalam konteks Jawa Timur, Barongan seringkali menjadi puncak sekaligus penutup dari rangkaian pertunjukan Jaranan Kesenian Barongan ini diyakini memiliki sejarah yang panjang, berawal dari ritual pemujaan hingga kisah kepahlawanan lokal.
1. Singo Barong: Penjaga Tradisi dan Semangat
Topeng Barongan yang digunakan oleh TSM, yang disebut Caplokan atau Dadap, bukan sekadar properti pentas. Ia adalah representasi dari roh penjaga, kekuatan alam, atau bahkan manifestasi dari karakter mitologis. Wujudnya yang besar, mata melotot, taring runcing, dan rambut gimbal (gimbalan) yang menjuntai, dirancang untuk menimbulkan rasa gentar sekaligus penghormatan. Para penari yang memanggul Barongan harus memiliki kekuatan fisik dan mental yang luar biasa, sebab topeng ini seringkali dianggap memiliki energi spiritual yang menuntut penguasaan diri yang paripurna. Gerakan Barongan TSM selalu ditandai dengan hentakan kaki yang tegas, raungan yang menggelegar melalui kendang, dan pergerakan kepala yang seolah-olah mengancam, melambangkan kekuatan liar yang tak terkekang namun tunduk pada irama gamelan.
2. Lahirnya Turonggo Singo Mudo
Latar belakang berdirinya Turonggo Singo Mudo seringkali diselimuti oleh semangat idealisme untuk melestarikan Jaranan yang otentik. Nama "Turonggo" merujuk pada kuda (simbol Jaranan), sementara "Singo Mudo" berarti singa muda, melambangkan kekuatan baru, semangat yang membara, dan keberanian untuk tampil beda. TSM muncul sebagai respons terhadap pergeseran selera masyarakat, di mana mereka bertekad untuk menyajikan Barongan dan Jaranan dengan kualitas terbaik, baik dari segi properti, musik, maupun kemampuan spiritual para penarinya. Keputusan untuk mempertahankan pakem-pakem kuno, terutama dalam hal mantra dan tata cara ritual sebelum pentas, menjadi kunci kesakralan TSM yang dihormati.
Pengembangan TSM tidaklah instan. Dibutuhkan dedikasi bertahun-tahun, penggemblengan spiritual, dan latihan fisik yang intensif. Para pendiri TSM memahami bahwa Jaranan adalah warisan yang harus dijaga dengan darah dan keringat. Mereka juga menyadari pentingnya regenerasi, memastikan bahwa setiap elemen pertunjukan, mulai dari penabuh kendang termuda hingga penari Barongan utama, mengerti betul filosofi di balik setiap ritual dan setiap langkah yang mereka lakukan di atas panggung.
Semangat Barongan TSM adalah perpaduan harmonis antara ketegasan Singo Barong dan kelincahan Turonggo Jathilan, menciptakan narasi yang kaya akan makna filosofis dan daya tarik visual yang tak tertandingi.
II. Dinamika Pertunjukan: Elemen Kunci Barongan TSM
Pertunjukan Barongan TSM adalah sebuah drama tari yang terstruktur namun tetap memberi ruang bagi spontanitas mistis. Rangkaian pementasan umumnya dimulai dengan tarian pembuka yang ringan, membangun atmosfer, dan kemudian secara bertahap memuncak menuju adegan trance (kesurupan) yang menjadi ciri khas Jaranan Jawa Timur.
1. Para Penari Jathilan: Kelincahan Kuda Lumping
Jathilan, atau penari kuda lumping, adalah garis depan dari pertunjukan TSM. Mereka membawa properti kuda tiruan yang terbuat dari bambu anyaman (kepang). Gerakan Jathilan TSM menuntut sinkronisasi yang tinggi dan stamina yang prima. Tariannya mencerminkan kegagahan prajurit berkuda, mulai dari langkah yang teratur, formasi yang rapi, hingga gerakan yang energik dan akrobatik. Dalam konteks TSM, Jathilan tidak hanya menari, tetapi juga berfungsi sebagai mediator yang membawa penonton masuk ke dalam suasana sakral. Keindahan kostum mereka, yang didominasi warna cerah dan hiasan manik-manik, kontras dengan kegarangan Barongan yang akan muncul di fase berikutnya.
Setiap penari Jathilan dalam TSM diwajibkan memahami betul filosofi kuda, yang melambangkan kendaraan spiritual dan kecepatan pergerakan. Mereka adalah simbol dari prajurit yang setia, disiplin, dan siap menghadapi rintangan. Latihan yang ketat memastikan bahwa, bahkan di tengah hiruk pikuk panggung dan tekanan emosional, formasi Jathilan tetap utuh, mencerminkan persatuan dalam barisan Singo Mudo.
2. Kemunculan Bujang Ganong dan Warok
Sebelum Barongan mengambil alih panggung utama, kehadiran Bujang Ganong dan Warok memberikan lapisan naratif yang penting. Bujang Ganong, dengan topeng berwajah merah, rambut gimbal, dan karakter yang lincah, berfungsi sebagai pengalih perhatian dan penghibur yang seringkali melakukan interaksi jenaka dengan penonton. Namun, di balik kelucuannya, Ganong melambangkan sosok patih atau pengawal yang cerdik dan sigap. Tarian Bujang Ganong TSM sangat dinamis, melibatkan lompatan tinggi, putaran cepat, dan gerakan yang menguji keseimbangan.
Sementara itu, Warok, yang seringkali digambarkan sebagai sosok tetua atau penjaga spiritual, memberikan aura kewibawaan. Peran Warok dalam TSM sangat krusial, terutama saat fase trance dimulai. Warok bertindak sebagai pengendali, yang memastikan bahwa energi spiritual yang dilepaskan dalam pertunjukan tetap terarah dan tidak membahayakan penari maupun penonton. Kostum Warok yang sederhana namun tegas, seringkali dilengkapi dengan senjata tradisional, menegaskan perannya sebagai pelindung dan penengah.
3. Puncak: Adopsi Trance (Kesurupan) dalam TSM
Momen paling ikonik dari pertunjukan Barongan TSM Turonggo Singo Mudo adalah saat para penari, terutama Jathilan dan Barongan, mengalami *trance* atau *ndadi*. Ini adalah kondisi di mana penari diyakini dimasuki oleh roh atau energi tertentu, yang menyebabkan mereka menunjukkan perilaku di luar nalar, seperti makan beling (pecahan kaca), mengupas kulit kelapa dengan gigi, atau berjalan di atas bara api. TSM, meskipun sering tampil di panggung modern, tidak pernah menghilangkan aspek sakral ini.
Transisi menuju trance dalam TSM diatur secara dramatis melalui musik. Irama kendang yang awalnya riang berubah menjadi monoton, cepat, dan sangat repetitif. Bau dupa atau kemenyan yang dibakar semakin memperkuat suasana mistis. Penari yang ndadi menunjukkan kekuatan yang luar biasa, berinteraksi dengan penonton dalam keadaan tidak sadar, dan hanya bisa dikendalikan oleh Warok atau pawang yang telah dipersiapkan. Dalam pandangan TSM, trance ini bukanlah sekadar atraksi, melainkan pembuktian spiritual bahwa seni Jaranan ini masih memiliki daya magis yang kuat, yang menghubungkan manusia dengan leluhur atau roh yang mendiami properti kesenian tersebut.
Pengendalian Trance di TSM dilakukan dengan sangat hati-hati. Meskipun nampak liar, setiap gerakan dan interaksi dalam keadaan trance memiliki batasan yang ketat demi keselamatan semua pihak. Setelah mencapai puncaknya, Warok akan melakukan ritual "pemulihan" atau *sintren* untuk mengembalikan kesadaran para penari, seringkali diiringi dengan siraman air kembang dan bacaan mantra penenang. Proses ini adalah penutup dramatis yang menegaskan bahwa pertunjukan telah selesai dan keseimbangan spiritual telah dikembalikan.
III. Orkestrasi Gamelan: Jantung Irama Turonggo Singo Mudo
Tanpa irama yang tepat, Barongan TSM hanyalah tarian tanpa jiwa. Gamelan dalam konteks Jaranan bukan sekadar pengiring musik, melainkan komandan yang mengatur tempo, memanggil roh, dan menenangkan energi liar. TSM sangat dikenal dengan kualitas dan kegarangan irama kendangnya.
1. Dominasi Kendang dan Keprak
Kendang (gendang) adalah instrumen terpenting. Penabuh kendang TSM adalah seniman yang harus memiliki feeling yang kuat terhadap penari, terutama saat terjadi trance. Irama yang disebut *plenthingan* atau *trecek* yang dimainkan dengan kecepatan tinggi berfungsi untuk memacu adrenalin dan mempercepat proses kesurupan. Kendang dalam TSM dimainkan dengan teknik yang eksplosif, seringkali menggunakan dua hingga tiga jenis kendang (kendang lanang, kendang wedok, dan kendang ciblon) untuk menghasilkan lapisan ritme yang kompleks dan bergetar.
Di samping kendang, terdapat *keprak*, sebuah alat pukul dari besi atau kayu yang menghasilkan suara "klak-klak-klak" yang tajam dan konstan. Keprak ini berfungsi sebagai metronom spiritual, menjaga ritme agar tetap stabil meskipun suasana di panggung semakin kacau oleh gerak liar Barongan dan Jathilan yang ndadi. Kombinasi kendang yang dinamis dan keprak yang presisi adalah ciri khas orkestrasi Barongan TSM yang membedakannya dari kelompok lain.
2. Harmoni Melodi: Bonang, Gong, dan Saron
Meskipun kendang adalah penggerak utama, instrumen melodi seperti Bonang, Saron, dan Gong memberikan kedalaman musikal. Bonang (instrumen perunggu berbentuk mangkuk) memberikan melodi yang berulang (*cengkok*) yang menjadi pijakan bagi tarian. Saat adegan sakral, suara Gong yang berat dan bergetar (suara *dengung*) berfungsi sebagai penanda dimulainya ritual besar dan penutup dari siklus irama. Gong diyakini memiliki kekuatan untuk memanggil entitas spiritual dan menjadi batas antara awal dan akhir sebuah babak.
Gamelan TSM juga menunjukkan adaptasi. Mereka seringkali mencampurkan irama tradisional (pakem) dengan sentuhan kontemporer, misalnya memasukkan efek suara modern atau variasi ketukan yang lebih berani. Namun, pakem utama Gamelan Jawa Timuran, yang cenderung lebih cepat, keras, dan didominasi oleh kendang, selalu dipertahankan, memastikan bahwa identitas kesenian Barongan TSM tidak pernah hilang ditelan modernitas.
Keakuratan dan kekuatan suara gamelan Turonggo Singo Mudo sangat penting. Kualitas peralatan musik mereka dijaga dengan ketat, karena diyakini bahwa suara yang cacat atau sumbang dapat mengganggu jalannya ritual dan energi yang telah dibangun. Penabuh gamelan TSM, yang disebut *niyaga*, menjalani latihan yang sama kerasnya dengan para penari, sebab mereka adalah pemegang kunci untuk membuka dan menutup gerbang dimensi spiritual dalam pertunjukan.
Penguasaan irama oleh para niyaga TSM memungkinkan mereka untuk berkomunikasi non-verbal dengan Barongan yang sedang ndadi. Melalui perubahan mendadak dalam tempo atau volume, mereka dapat memberikan instruksi atau menenangkan roh yang terlalu agresif, menjamin kontrol total atas alur pertunjukan yang sangat energik dan berisiko tinggi.
IV. Kostum dan Properti: Simbol Visual Keagungan TSM
Aspek visual dari Barongan TSM Turonggo Singo Mudo adalah salah satu daya tarik utamanya. Setiap kostum, setiap properti, memiliki makna filosofis dan dirancang untuk memproyeksikan kekuatan dan keindahan tradisi.
1. Topeng Barongan: Detail Caplokan
Topeng Barongan yang menjadi ikon TSM adalah mahakarya seni pahat. Barongan TSM sering menggunakan topeng Caplokan yang berukuran besar, terbuat dari kayu yang dipilih secara ritualistik, dan dihiasi dengan cat yang mencolokādominan merah, hitam, dan emas. Detail yang paling penting adalah hiasan rambut, yang biasanya terbuat dari ijuk, serat, atau bahkan rambut kuda, yang dibuat gimbal (*gimbalan*) agar tampak liar dan menakutkan. Gerakan rambut gimbal saat Barongan menghentak kepala menambah efek dramatisasi kekuatan.
Bagian mata Barongan selalu dibuat melotot dan merah, melambangkan kemarahan dan kekuatan supranatural. Lidahnya panjang dan menjulur, kadang-kadang dihiasi dengan beling atau manik-manik. Sebelum digunakan, topeng Barongan ini menjalani prosesi pensucian atau ritual khusus, menegaskan bahwa topeng tersebut telah menjadi wadah bagi energi tertentu, dan bukan sekadar topeng biasa. Pemeliharaan topeng Barongan di TSM dilakukan dengan penuh kehati-hatian, bahkan dianggap sebagai benda pusaka yang sangat berharga.
2. Kostum Jathilan: Keserasian dan Wibawa
Kostum Jathilan TSM mengadopsi gaya prajurit tradisional Jawa, namun dengan aksentuasi yang lebih flamboyant. Mereka mengenakan penutup kepala yang disebut *iket* atau *udeng*, baju lengan panjang berwarna cerah, kain batik atau jarit sebagai bawahan, dan stagen yang dililitkan erat di pinggang untuk menopang tenaga saat menari. Elemen penting lainnya adalah *klinting* atau lonceng-lonceng kecil yang dipasang di kaki. Suara gemerincing klinting ini berpadu dengan irama gamelan, menciptakan resonansi yang konstan, yang juga diyakini membantu memicu kondisi trance pada penari.
Properti kuda lumping mereka dibuat ringan namun kuat, seringkali dihiasi dengan untaian bunga atau rumbai-rumbai berwarna-warni. Meskipun terbuat dari anyaman sederhana, kuda kepang adalah simbol dari kendaraan spiritual yang membawa roh prajurit kuno. Warna dan desain kuda lumping TSM seringkali diseragamkan untuk menunjukkan kesatuan kelompok Turonggo Singo Mudo.
3. Ragam Hiasan dan Aksesori
Aksesori tambahan, seperti selendang (sampur) yang digunakan oleh penari Jathilan untuk memperindah gerakan, ikat pinggang dari kulit, dan kalung dari manik-manik atau bunga melati, semuanya memperkaya tampilan visual TSM. Bahkan riasan wajah para penari pun diatur secara khusus. Riasan yang tebal dan tegas, terutama pada bagian mata, memastikan bahwa ekspresi penari tetap terlihat jelas meskipun ditonton dari jarak jauh. Semua elemen visual ini dirangkai untuk menciptakan sebuah tontonan yang utuh, di mana setiap warna dan setiap detail memancarkan aura seni yang kuat, sejalan dengan citra megah yang diusung oleh Barongan TSM Turonggo Singo Mudo.
Kualitas kostum di TSM juga mencerminkan profesionalisme mereka. Pilihan bahan yang digunakan harus tahan banting mengingat intensitas gerakan dan potensi interaksi dengan api atau pecahan kaca saat fase trance. Aspek material ini menunjukkan komitmen TSM untuk menyajikan Barongan yang tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga mementingkan keamanan dan durabilitas pertunjukan, tanpa mengurangi sedikit pun unsur tradisionalnya.
V. Turonggo Singo Mudo dalam Konteks Modernitas
Di tengah gempuran budaya asing dan seni modern, TSM berhasil menemukan ruang uniknya. Mereka tidak menolak modernitas, tetapi memanfaatkannya sebagai alat untuk pelestarian dan diseminasi budaya.
1. Adaptasi Panggung dan Media
Salah satu faktor terbesar yang melambungkan nama Barongan TSM Turonggo Singo Mudo adalah kemampuan mereka memanfaatkan media digital, terutama platform berbagi video. Rekaman pertunjukan mereka, yang menampilkan aksi Barongan yang ekstrem, Jathilan yang energik, dan musik gamelan yang menggelegar, dengan cepat menjadi viral. Ini membuat Barongan dikenal oleh audiens yang jauh melampaui batas geografis Jawa Timur.
Dalam pertunjukan langsung, TSM juga menyesuaikan diri dengan tata panggung modern, pencahayaan, dan sistem suara (sound system) yang jauh lebih baik. Penggunaan pencahayaan dramatis dan efek asap seringkali ditambahkan untuk memperkuat nuansa mistis Barongan, menjadikannya setara dengan pertunjukan seni profesional lainnya. Adaptasi ini menunjukkan bahwa TSM mampu merangkul aspek teknis modern tanpa mengorbankan inti ritualistik dan tradisi Barongan yang mereka pegang teguh.
2. Menjaga Pakem di Tengah Popularitas
Meskipun popularitas TSM sangat tinggi, kelompok ini dikenal sangat teguh dalam menjaga pakem (aturan baku) pertunjukan Jaranan. Mereka menolak komersialisasi berlebihan yang dapat mengikis makna spiritual. Misalnya, ritual pembacaan mantra, persembahan, dan tata cara membersihkan properti tetap dilakukan sesuai tradisi leluhur, bahkan sebelum pertunjukan berskala besar yang ditonton ribuan orang. Hal ini yang membuat TSM memiliki kredibilitas tinggi di mata seniman tradisi sekaligus digemari oleh penonton kontemporer.
Integritas TSM terletak pada penekanan bahwa apa yang mereka lakukan adalah upaya pelestarian, bukan hanya hiburan semata. Mereka mendidik anggota baru tentang sejarah, mitologi, dan tata krama yang harus dijunjung tinggi dalam seni Barongan. Proses edukasi internal ini memastikan bahwa generasi penerus Barongan TSM tidak hanya mahir menari atau menabuh, tetapi juga memahami tanggung jawab moral dan spiritual yang melekat pada peran mereka.
Kebesaran TSM bukan terletak pada kemegahan panggungnya, melainkan pada keteguhan hati para seniman muda yang berani membawa tradisi leluhur ke hadapan dunia modern tanpa kehilangan akar spiritualnya.
VI. Peran Sentral Sang Pawang dan Pengendalian Energi
Dalam setiap pementasan TSM, terutama yang melibatkan ritual trance, peran Pawang atau Pemimpin Ritual sangat vital. Pawang adalah jembatan antara dimensi spiritual dan dunia nyata, dan dialah yang memegang kendali penuh atas dinamika energi di atas panggung.
1. Kualifikasi dan Tanggung Jawab Pawang
Pawang Barongan TSM bukanlah sembarang orang. Mereka adalah sosok yang telah menjalani latihan spiritual mendalam, memiliki pemahaman luas tentang mantra, ramuan tradisional, dan psikologi massa. Tugas utama Pawang adalah: 1) Memimpin ritual pembukaan dan penutup, 2) Memanggil dan mengendalikan roh yang masuk ke dalam tubuh penari, 3) Memastikan keselamatan penari saat mereka ndadi, terutama saat melakukan aksi berbahaya (atraksi kekebalan), dan 4) Menjaga suasana tetap sakral namun terkendali.
Di TSM, Pawang seringkali menjadi figur yang dihormati dan ditakuti. Mereka memiliki wewenang untuk menghentikan pertunjukan jika dirasa energi yang muncul terlalu berbahaya atau jika ada ketidakberesan spiritual. Kekuatan Pawang ini menegaskan bahwa Barongan TSM Turonggo Singo Mudo adalah pertunjukan dengan risiko spiritual yang nyata, bukan sekadar teater yang direkayasa.
2. Ritual Sebelum dan Sesudah Pentas
Ritual pra-pentas TSM melibatkan penyelarasan energi. Properti utama seperti topeng Barongan, kuda kepang, dan bahkan alat musik gamelan, diasapi dengan kemenyan dan diberi sesajen. Para penari, terutama yang rentan mengalami trance, melakukan meditasi singkat dan meminum air yang telah didoakan. Ritual ini bertujuan untuk "membersihkan" diri dan properti dari energi negatif serta memohon restu agar pertunjukan berjalan lancar dan aman. Ketelitian dalam ritual ini adalah kunci mengapa TSM mampu menyajikan pertunjukan Barongan dengan intensitas spiritual yang sangat tinggi.
Pasca-pentas, ritual pemulihan (sintren) adalah wajib. Pawang akan mengeluarkan roh dari tubuh penari yang ndadi dan mengembalikan kesadaran mereka secara perlahan. Proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran, serta dukungan dari tim Warok yang siaga. Keseluruhan proses ini menunjukkan betapa Barongan TSM memandang pertunjukan mereka sebagai serangkaian tindakan ritual yang sakral dan terstruktur, yang harus dihormati dari awal hingga akhir.
VII. Dampak Sosial dan Ekonomi Turonggo Singo Mudo
Meluasnya jangkauan Barongan TSM membawa dampak signifikan tidak hanya pada dunia seni, tetapi juga pada komunitas lokal tempat mereka berasal.
1. Penggerak Ekonomi Kreatif Lokal
Popularitas TSM telah menghidupkan kembali industri kreatif yang terkait dengan Jaranan. Kebutuhan akan properti berkualitas tinggi (topeng, kostum, kuda kepang), alat musik (gamelan), hingga kerajinan tangan yang digunakan sebagai suvenir, menciptakan lapangan kerja bagi pengrajin lokal. Permintaan yang tinggi terhadap replika topeng Barongan TSM atau kostum Jathilan yang otentik telah menjadikan seni kerajinan ini kembali diminati dan dihargai. TSM secara tidak langsung menjadi motor penggerak ekonomi mikro di sekitar basis mereka.
2. Pelestarian Bahasa dan Kesenian Lokal
Sebagai kelompok yang sangat memperhatikan pakem, TSM secara aktif menggunakan bahasa Jawa Kromo (halus) dalam ritual dan dialog tertentu. Ini membantu pelestarian bahasa lokal di tengah arus globalisasi. Selain itu, TSM sering melakukan kolaborasi dengan kelompok seni tradisional lain, memastikan bahwa seni pendukung Jaranan, seperti Reyog Ponorogo (jika relevan dalam konteks penampilan), juga mendapatkan panggung dan perhatian yang layak.
3. Inspirasi Generasi Muda
Sebelum TSM meraih puncak popularitas, banyak anak muda yang mungkin memandang seni Jaranan sebagai sesuatu yang kuno atau tidak keren. Namun, berkat penampilan TSM yang dinamis, energik, dan profesional, citra Barongan telah berubah. Anak-anak muda kini termotivasi untuk belajar menari Jathilan, menabuh kendang, bahkan bercita-cita menjadi penari Barongan utama. TSM berhasil membuktikan bahwa tradisi dapat menjadi hal yang keren dan relevan, menjamin keberlangsungan kesenian ini untuk masa depan.
Faktor visual, terutama performa ekstrem saat ndadi yang direkam dan disebarluaskan, menarik perhatian global. Penonton internasional, yang mungkin tidak mengerti bahasa atau filosofi di baliknya, tetap terpukau oleh energi mentah dan intensitas spiritual yang dipancarkan oleh TSM. Ini menempatkan Barongan TSM sebagai duta budaya tak resmi yang mempromosikan kekayaan spiritualitas Jawa Timur ke seluruh penjuru dunia.
VIII. Mendalami Karakteristik Gerak Barongan TSM
Gerakan Barongan (Singo Barong) dalam TSM memiliki karakteristik yang khas dan tidak dapat dipisahkan dari irama kendang. Ada beberapa jenis gerakan yang menjadi ciri khas pertunjukan mereka, yang masing-masing melambangkan kekuatan dan emosi tertentu.
1. Gerakan Hentakan dan Raungan
Gerak paling fundamental adalah hentakan kaki yang kuat (*jeglong*) dan raungan topeng yang dramatis. Hentakan kaki berfungsi sebagai komunikasi dengan bumi, memanggil energi dari bawah. Sementara raungan, yang dihasilkan dari suara topeng yang bergerak cepat dan terkadang dibantu teriakan penari, melambangkan kemarahan Singa yang marah. TSM dikenal dengan gerakan Barongan yang sangat *tenang* pada awalnya, namun tiba-tiba meledak dengan kecepatan dan kekuatan penuh, menciptakan kejutan dan ketegangan yang membuat penonton menahan napas.
2. Sikap Menggoda dan Menguji
Meskipun Barongan adalah simbol kekuatan, geraknya seringkali diselingi oleh interaksi yang terlihat seperti menggoda atau menguji penonton. Barongan akan mendekat, menggerakkan topengnya seolah-olah ingin memangsa, namun kemudian menarik diri dengan cepat. Gerakan ini menciptakan jalinan emosional antara penari Barongan dan penonton. Dalam konteks spiritual, gerakan ini diinterpretasikan sebagai upaya Barongan untuk menguji keberanian dan niat baik dari orang-orang di sekitarnya. Gerakan ini menuntut kelincahan dan kontrol yang tinggi dari penari, mengingat ukuran dan berat dari topeng yang mereka kenakan.
3. Posisi Diam dan Meditatif
Tidak semua gerakan Barongan TSM adalah eksplosif. Ada momen-momen diam, di mana Barongan berdiri tegak, membiarkan rambut gimbalnya jatuh, seolah-olah sedang berkonsentrasi atau bermeditasi. Posisi diam ini, yang sering diiringi oleh irama gamelan yang melambat dan sakral, memberikan jeda dramatis sebelum ledakan energi berikutnya. Momen ini penting untuk memungkinkan Pawang melakukan kontrol dan untuk mengumpulkan energi spiritual sebelum fase trance lebih lanjut dimulai. Posisi diam Barongan TSM ini seringkali terasa paling menakutkan, karena ia memproyeksikan kekuatan laten yang siap dilepaskan kapan saja.
Kombinasi dari kekuatan liar (Hentakan), interaksi cerdas (Menggoda), dan kekuatan terpendam (Diam Meditatif) menjadikan performa Barongan Turonggo Singo Mudo sebuah masterclass dalam seni pertunjukan Jaranan. Mereka berhasil menyeimbangkan antara atraksi fisik yang memukau dan kedalaman spiritual yang membumi, menjamin bahwa setiap penampilan adalah pengalaman yang tak terlupakan bagi siapa pun yang menyaksikannya.
IX. Tantangan dan Harapan TSM dalam Pelestarian
Sebagai kelompok seni yang besar dan populer, Turonggo Singo Mudo menghadapi tantangan unik dalam menjaga warisan budaya ini agar tetap relevan dan berkelanjutan.
1. Tantangan Regenerasi Spiritual
Tantangan terbesar bukanlah menemukan penari yang pandai menari, melainkan menemukan penerus yang memiliki kesiapan spiritual. Proses menjadi penari Barongan yang andal di TSM melibatkan penggemblengan spiritual yang intensif dan kesediaan untuk menerima risiko dari trance. Di era modern, tidak mudah menemukan anak muda yang bersedia mengikatkan diri pada disiplin spiritual yang ketat ini. TSM harus bekerja keras untuk mendidik anggota baru agar memahami bahwa kekuatan Barongan tidak hanya berasal dari otot, tetapi dari hati dan jiwa yang bersih.
2. Konservasi Properti Tradisional
Properti Barongan, terutama topeng, membutuhkan bahan baku alami yang semakin langka dan proses pembuatan yang memakan waktu dan biaya. Menjaga kualitas topeng Caplokan yang otentik dan gamelan perunggu yang indah adalah tantangan logistik dan finansial. TSM berupaya mengatasi ini dengan bekerja sama secara eksklusif dengan pengrajin tradisional yang masih memegang teguh metode pembuatan leluhur, memastikan bahwa setiap properti yang digunakan memiliki *tuah* (kekuatan spiritual) yang dihormati.
3. Menyeimbangkan Hiburan dan Ritual
Ketika TSM tampil di acara komersial atau festival besar, ada tekanan untuk memprioritaskan hiburan cepat daripada ritual yang panjang. TSM harus terus berjuang untuk menyeimbangkan tuntutan pasar dengan kebutuhan ritual. Mereka memastikan bahwa meskipun durasi pertunjukan mungkin dipersingkat, inti dari ritual seperti pembukaan dengan dupa dan mantra tetap dilakukan, menegaskan bahwa Barongan adalah seni yang berakar pada keyakinan, bukan hanya pertunjukan panggung biasa.
Harapan Barongan TSM Turonggo Singo Mudo terletak pada kemampuan mereka untuk terus berinovasi dalam penyajian tanpa mengkhianati filosofi dasarnya. Dengan basis penggemar yang loyal dan manajemen yang profesional, TSM berada di jalur yang tepat untuk memastikan bahwa raungan Singo Barong akan terus bergema melintasi generasi, membawa semangat dan keagungan seni Jaranan Jawa Timur ke masa depan yang cerah dan penuh penghormatan terhadap tradisi.
Setiap penampilan TSM adalah janji, janji bahwa budaya leluhur tidak akan mati, bahwa kekuatan Singo Barong akan terus dijaga oleh para Singo Mudo yang berani. Mereka adalah penjaga api tradisi, yang memastikan bahwa setiap hentakan kendang, setiap ringkikan kuda lumping, dan setiap raungan Barongan akan selalu membawa pesan filosofis yang mendalam kepada penontonnya. Keberhasilan TSM adalah keberhasilan kebudayaan Indonesia dalam beradaptasi dan tetap hidup dalam arus modernisasi yang tak terhindarkan. Melalui Barongan TSM, kita melihat bagaimana tradisi dapat menjadi hal yang paling dinamis dan paling revolusioner.
Dedikasi TSM terhadap detail kecil, mulai dari hiasan kepala Jathilan yang rumit hingga teknik menabuh gamelan yang spesifik, menunjukkan bahwa mereka menghargai setiap aspek dari kesenian ini. Mereka tidak hanya mewarisi, tetapi juga memperkaya tradisi Barongan, menjadikannya sebuah harta yang tak ternilai harganya bagi Jawa Timur dan seluruh Indonesia. Keagungan Barongan TSM akan terus diulas, dipuji, dan disaksikan oleh jutaan mata, menegaskan posisinya sebagai legenda hidup dalam khazanah seni pertunjukan Nusantara.
Komitmen para anggota TSM untuk menjalani latihan fisik dan spiritual yang melelahkan adalah bukti cinta mereka terhadap Jaranan. Latihan-latihan ini meliputi penguatan otot inti untuk menahan topeng Barongan yang berat, latihan pernapasan untuk menahan rasa sakit saat trance, dan disiplin mental untuk tetap fokus di tengah kebisingan gamelan dan sorakan penonton. Ini adalah pengorbanan yang membuat setiap penampilan TSM terasa otentik dan penuh dengan energi nyata.
Dalam sejarah panjang Barongan, TSM akan dikenang sebagai kelompok yang berhasil menjembatani gap antar generasi, menggunakan media baru untuk memasyarakatkan kembali seni lama. Mereka adalah contoh nyata bagaimana teknologi dan tradisi dapat berjalan beriringan, menghasilkan sebuah mahakarya seni yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkuat identitas kultural bangsa. Barongan TSM Turonggo Singo Mudo adalah lebih dari sekadar tarian; ia adalah sebuah pernyataan kebudayaan yang lantang dan tak terelakkan.
X. Penutup: Warisan Abadi Singo Mudo
Barongan TSM Turonggo Singo Mudo telah membuktikan dirinya sebagai penjaga gawang seni Jaranan yang berintegritas dan visioner. Mereka berhasil membawa pertunjukan rakyat ini keluar dari keterbatasan panggung desa menuju pengakuan nasional bahkan internasional, semua itu dilakukan tanpa mengorbankan esensi spiritual dan pakem tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Setiap dentuman kendang, setiap ayunan gimbal Barongan, dan setiap ringkikan kuda kepang Jathilan adalah suara dari sejarah yang hidup kembali, dipersembahkan dengan semangat Singo Mudo, semangat singa muda yang berani dan tak kenal takut.
Keagungan TSM terletak pada kemampuannya menyajikan dualitas: antara keganasan Barongan yang memanggil roh liar dan keindahan harmonis tarian Jathilan yang penuh disiplin. Mereka adalah cerminan dari budaya Jawa Timur yang kaya, yang menjunjung tinggi keharmonisan antara dunia nyata dan dunia spiritual. Sebagai penutup, apresiasi tertinggi patut diberikan kepada seluruh tim Turonggo Singo Mudo, dari pawang hingga penabuh gamelan, yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk memastikan bahwa warisan Barongan akan terus memukau, menginspirasi, dan mengingatkan kita akan akar kebudayaan Nusantara yang tak lekang oleh waktu.
Kisah TSM adalah kisah tentang pelestarian yang berhasil, sebuah testimoni bahwa seni tradisional yang dirawat dengan cinta dan profesionalisme akan selalu menemukan tempat di hati masyarakat. Mereka tidak hanya menari dan menabuh; mereka melakukan ritual kolektif yang mempersatukan komunitas, menghadirkan kegembiraan, dan menjaga keseimbangan spiritual di tengah kehidupan modern yang serba cepat. Barongan TSM Turonggo Singo Mudo adalah kebanggaan Indonesia, sebuah warisan yang harus terus kita dukung dan lestarikan.
Pengaruh TSM telah meresap jauh ke dalam struktur sosial dan budaya. Misalnya, gaya dan corak kostum Jathilan yang mereka populerkan seringkali ditiru oleh kelompok-kelompok Jaranan yang lebih kecil, menunjukkan betapa kuatnya tren yang mereka ciptakan. Lebih dari itu, mereka berhasil menetapkan standar baru untuk kualitas audio visual dalam pertunjukan Barongan, yang sebelumnya mungkin hanya dipentaskan dengan peralatan seadanya. Kini, karena TSM, penonton mengharapkan kualitas produksi yang tinggi, memaksa seluruh ekosistem Jaranan untuk meningkatkan kualitasnya.
Keberanian TSM dalam menampilkan atraksi kekebalan yang sangat ekstrem, seperti makan beling atau menyayat diri, dalam kondisi trance yang terkontrol, juga menjadi daya pikat utama. Hal ini memposisikan mereka di persimpangan antara seni pertunjukan dan praktik spiritual yang mendalam. Mereka menunjukkan bahwa seni Barongan masih memiliki dimensi magis yang harus diperlakukan dengan hormat. Aspek ini, meski kontroversial bagi sebagian orang, adalah bagian integral dari identitas Barongan TSM yang otentik dan tak terpisahkan dari narasi Singo Mudo.
Dengan terus memproduksi konten yang menarik, menjaga disiplin ritual, dan berinteraksi aktif dengan penggemar, Barongan TSM Turonggo Singo Mudo telah mengamankan tempat mereka sebagai salah satu raksasa kesenian rakyat Indonesia yang paling berpengaruh di abad ini. Mereka adalah panutan bagi setiap seniman tradisi yang ingin melestarikan warisan tanpa takut untuk beradaptasi. Warisan yang mereka bawa adalah warisan keberanian, keindahan, dan spiritualitas yang tak akan pernah pudar, dijaga oleh Singo Mudo, para singa muda yang perkasa.
Setiap detail kecil dalam TSM memiliki makna filosofis yang mendalam. Misalnya, penggunaan warna dalam Barongan Caplokan: merah melambangkan keberanian dan darah, hitam melambangkan kekuatan mistis dan kegelapan, sementara emas melambangkan kemuliaan dan keagungan spiritual. Ketika warna-warna ini berpadu dalam gerakan yang cepat dan eksplosif, ia menciptakan pengalaman visual yang memproyeksikan seluruh narasi budaya Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa TSM tidak hanya fokus pada koreografi, tetapi juga pada semiotika visual dari pertunjukan mereka. Keberanian dan keteguhan Singo Mudo adalah cerminan dari jiwa masyarakat Jawa Timur itu sendiri.
Komitmen mereka terhadap kualitas suara gamelan yang prima, bahkan saat tampil di lapangan terbuka dengan sistem suara yang menantang, menunjukkan dedikasi profesional mereka. Mereka memahami bahwa suara adalah kunci untuk memicu trance dan mengendalikan energi Barongan. Oleh karena itu, para niyaga TSM adalah musisi dengan kemampuan luar biasa, mampu menjaga tempo dan dinamika yang presisi, bahkan ketika Barongan di depan mereka sedang berada di puncak energi spiritualnya. Kesatuan antara gerak dan irama inilah yang membuat Barongan TSM Turonggo Singo Mudo diakui sebagai salah satu yang terbaik di kelasnya. Mereka adalah simbol kekuatan tradisi yang terus mengaum dengan bangga.