Simbolisasi energi mistis yang menyelimuti Barongan dalam konteks 'Santer'.
Kesenian Reog, khususnya yang diwujudkan melalui sosok Singa Barong atau Barongan, telah lama berdiri sebagai salah satu puncak ekspresi budaya Jawa Timur yang paling energetik dan penuh misteri. Di balik gemerlap kostum dan gemuruh gamelan, tersimpan lapisan spiritual yang tebal, menjadikannya bukan sekadar tontonan, melainkan ritual komunal. Namun, di antara berbagai interpretasi Reog yang heroik dan folklorik, muncul sebuah dimensi yang lebih gelap dan memikat—yakni konsep “Barongan Devil Santer.”
Istilah "santer" dalam konteks Jawa memiliki konotasi kuat, merujuk pada energi yang sangat kuat, mantera yang mujarab, atau praktik spiritual yang intens dan seringkali berkonotasi negatif atau gaib (ilmu hitam). Ketika istilah ini disandingkan dengan "Barongan" dan dihubungkan dengan citra "Devil" (setan atau kekuatan jahat), ia merujuk pada pertunjukan Reog yang memanfaatkan kekuatan mistis ekstrem, di mana para penarinya mencapai tingkat trans yang melampaui batas kewajaran, bahkan seringkali menampilkan aksi-aksi yang dianggap tidak masuk akal secara fisik, yang diyakini didorong oleh entitas non-manusia atau ilmu *kesanteran*.
Barongan Devil Santer bukanlah sekadar sub-genre pertunjukan; ia adalah manifestasi dari keyakinan bahwa seni tradisi dapat menjadi wadah bagi kekuatan primordial yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh akal. Ini adalah perpaduan antara seni tari, teater rakyat, dan praktik perdukunan yang telah diwariskan secara turun-temurun, sebuah warisan yang menyimpan kisah-kisah tentang perjanjian gaib, Warok yang sakti mandraguna, dan kekejaman estetis dari Singa Barong yang dirasuki.
Untuk memahami kedalaman Barongan yang diasosiasikan dengan kekuatan santer ini, kita harus menyelam lebih dalam ke dalam struktur kesenian Reog itu sendiri—mulai dari anatomi setiap elemennya hingga peran krusial Warok sebagai penjaga sekaligus penyalur energi gaib, yang menjadi kunci utama beroperasinya dimensi mistis ini dalam setiap pementasan. Eksplorasi ini membawa kita melintasi batas antara seni profan dan ritual sakral, antara mitos yang diucapkan dan kekuatan yang benar-benar dirasakan.
Reog adalah sebuah orkestra kompleks yang terdiri dari beberapa elemen penting, masing-masing membawa peran simbolis dan energi spiritual yang unik. Dalam konteks Barongan Santer, setiap elemen ini dimaknai sebagai saluran atau penyeimbang dari kekuatan yang dimanifestasikan.
Singa Barong, dengan topeng raksasa berbentuk kepala harimau atau singa yang dimahkotai hiasan bulu merak (Dadak Merak), adalah tokoh sentral dan sumber visual utama dari kekuatan yang menakutkan. Barongan seberat puluhan kilogram ini digerakkan oleh seorang penari yang menggigit bambu penyangga. Dalam konteks santer, topeng ini seringkali dipandang bukan hanya sebagai properti, melainkan sebagai *jimat* atau wadah yang telah diisi (*diisi*) oleh energi gaib, bahkan entitas spesifik. Proses pengisian ini (biasanya melalui ritual puasa, sesajen, atau mantera) bertujuan agar Barongan dapat bergerak dengan kekuatan supernatural, memungkinkan penari melakukan gerakan ekstrem, seperti menahan beban berat dalam waktu lama atau melakukan gerakan yang sangat lentur secara paksa saat dalam kondisi trans.
Kekuatan yang diikat pada Singa Barong inilah yang sering disebut sebagai "Devil Santer," di mana entitas yang merasuki (biasanya dipercayai sebagai *dhanyang* atau jin penjaga yang ganas) memberikan energi kinetik berlebihan, tetapi juga menuntut "pengorbanan" mental dan fisik dari penarinya. Garis tipis antara penjiwaan karakter dan kerasukan sejati menjadi kabur dalam pementasan yang memegang teguh tradisi *kesanteran*.
Warok adalah sosok paling krusial dalam dimensi mistis Reog. Mereka adalah penjaga tradisi, pendekar, dan yang paling penting, spiritualis yang memegang kunci untuk membuka dan menutup portal energi dalam pementasan. Warok dicirikan oleh pakaian serba hitam, kumis tebal, dan ekspresi garang, melambangkan watak yang keras, jujur, dan memiliki ilmu *kedigdayaan* (kekuatan supranatural). Dalam konteks santer, Warok adalah yang bertanggung jawab atas ritual pra-pertunjukan, termasuk pemasangan *tumbal* (persembahan), pembacaan mantera *pengendali* (penghadang kekuatan negatif), atau justru mantera *pemanggil* (pemanifestasi kekuatan ekstrem).
Ilmu Warok seringkali didapat melalui proses *tirakat* (disiplin spiritual) dan *semedi* yang berat. Mereka berfungsi sebagai jangkar spiritual. Jika Barongan yang dirasuki lepas kendali (seperti mengejar penonton atau melakukan gerakan yang membahayakan nyawa), Warok adalah satu-satunya yang memiliki otoritas dan kekuatan batin untuk menenangkan atau bahkan 'mengeluarkan' roh yang merasuki. Peran Warok inilah yang membedakan Reog biasa dengan Reog yang dituduh "Santer"; semakin kuat dan misterius Waroknya, semakin besar kemungkinan pementasan tersebut dipandang memiliki kekuatan gelap yang dominan.
Jathil, penunggang kuda kepang yang diperankan oleh penari muda, melambangkan pasukan berkuda. Meskipun secara visual Jathil membawa elemen keindahan dan keluwesan, dalam pementasan santer, mereka juga tidak luput dari kerasukan. Namun, kerasukan Jathil cenderung lebih terarah pada gerakan kuda yang liar dan dinamis, bukan pada keganasan Singa Barong. Mereka berfungsi sebagai pembanding estetika; kontras antara keindahan Jathil dan kegarangan Barongan justru memperkuat nuansa mistis yang hadir di panggung.
Bujang Ganong, dengan topeng berhidung panjang dan mata melotot, adalah penasihat raja yang lincah dan lucu. Ia membawa unsur komedi dan kecepatan. Dalam pertunjukan santer, peran Ganong dapat bertransisi menjadi sosok yang mampu "berdialog" dengan Barongan yang sedang trans, seringkali dalam bentuk tingkah polah yang aneh atau tarian akrobatik yang tiba-tiba menjadi sangat berbahaya, menunjukkan bahwa ia juga dikuasai oleh energi yang sama, namun dengan manifestasi yang lebih gesit dan tidak terduga. Ganong sering menjadi jembatan antara dunia nyata dan dunia gaib yang dimanifestasikan Barongan.
Untuk memahami mengapa Barongan bisa menjadi wadah bagi kekuatan santer, kita harus kembali ke asal-usul sejarahnya, yang selalu diselimuti mitos dan legenda kerajaan. Meskipun terdapat beberapa versi, banyak yang mengaitkan Reog dengan kerajaan di Jawa Timur, baik era Kediri, Majapahit, atau bahkan kisah Bantarangin yang mengarah ke Ponorogo.
Sejak zaman kuno, kesenian tradisional di Nusantara seringkali tidak terpisahkan dari ritual pemujaan terhadap alam dan roh-roh penjaga (*dhanyang*). Barongan, sebagai representasi hewan buas dan maskulinitas tertinggi (diwakili oleh Warok), secara inheren menarik energi dari entitas-entitas yang mendiami lokasi pementasan. Kelompok-kelompok Reog yang kental dengan aspek santer sering kali memiliki "perjanjian" atau ikatan khusus dengan dhanyang di daerah mereka. Ikatan ini diyakini memastikan keselamatan kelompok dan kekuatan pementasan, tetapi imbalannya adalah adanya energi (atau roh) yang harus diizinkan untuk "memakai" raga penari selama pertunjukan.
Perjanjian ini tidak hanya bersifat simbolis. Dalam banyak tradisi kelompok Reog kuno, sebelum topeng Barongan dipakai, ia harus melalui ritual pengaktifan yang ketat. Prosesi ini bisa melibatkan puasa *mutih* (hanya makan nasi putih dan air), mandi kembang tujuh rupa, atau bahkan bersemedi di tempat-tempat keramat. Tujuannya adalah untuk menarik kekuatan dari *jagad lelembut* (dunia halus) dan menyatukannya dengan jiwa penari. Jika proses ini dilakukan dengan intensitas yang berlebihan—menggunakan mantera-mantera yang khusus ditujukan untuk ilmu kegelapan atau mencari entitas yang sangat ganas—maka hasilnya adalah Barongan yang disebut "Santer" atau "Devil Santer," di mana kekuatan yang keluar tidak lagi terkontrol oleh akal sehat manusia, melainkan oleh sifat liar entitas yang merasuki.
Warok masa lalu bukan hanya penari, tetapi praktisi ilmu kanuragan dan kekebalan. Kekuatan Warok adalah fondasi dari Barongan Santer. Mereka memiliki kemampuan untuk memindahkan energi, menyerap rasa sakit, atau bahkan membuat tubuh penari kebal sesaat. Filosofi Warok yang keras dan disiplin diri yang tinggi adalah prasyarat untuk dapat mengendalikan ilmu santer tanpa celaka. Kegagalan Warok dalam menjaga keseimbangan energi dapat berakibat fatal, baik bagi penari Barongan maupun penonton di sekitarnya. Ini menjelaskan mengapa Warok dihormati dan ditakuti; mereka memegang kendali atas kekuatan yang bisa merusak.
Ilmu yang dimiliki Warok yang paling erat kaitannya dengan "Santer" adalah *Ngèlmu Panglimunan* dan *Ngèlmu Kekuatan Diri*. Mereka harus mampu mengendalikan massa energi yang bergolak di dalam diri penari yang sedang trans. Kontrol ini sering dipertontonkan melalui adegan Warok yang dengan santai memukul, menendang, atau bahkan menusuk ringan tubuh penari Barongan yang sedang kesurupan, yang mana penari tersebut tidak merasakan sakit. Aksi ekstrem ini, yang merupakan ciri khas pementasan santer, menegaskan adanya campur tangan kekuatan non-fisik yang melindungi sang penari. Ritual dan disiplin spiritual yang mengiringi praktik ini membedakan mereka dari sekadar akting; itu adalah sebuah demonstrasi nyata dari kemampuan spiritual yang diyakini berasal dari sumber yang berdaya guna tinggi.
Ketika istilah "Devil Santer" digunakan, ia merujuk pada beberapa aspek spesifik yang membedakan pertunjukan tersebut dari Reog biasa yang hanya menampilkan trance ringan atau kepandaian menari. Aspek-aspek ini berpusat pada intensitas kerasukan dan sifat destruktif dari energi yang dipanggil.
Pementasan Barongan Santer hampir selalu diawali dengan ritual yang sangat khusyuk dan tertutup. Ritual ini bertujuan untuk meminta izin atau menyediakan sarana bagi entitas gaib. Sesajen (persembahan) yang disiapkan jauh lebih spesifik dan kadang melibatkan unsur-unsur yang tidak lazim, berbeda dengan sesajen umum yang hanya berupa kembang dan kopi. Sesajen ini, atau yang sering disebut *tumbal*, diposisikan sebagai "makanan" bagi roh yang akan dipanggil, memastikan bahwa roh tersebut mau bekerjasama dan memberikan energi yang diperlukan untuk pementasan yang luar biasa.
Mantera yang dibacakan oleh Warok atau sesepuh kelompok juga sangat berbeda, seringkali berupa jampi-jampi kuno yang diyakini dapat membuka dimensi antara alam manusia dan alam gaib secara cepat dan kuat. Ketika energi ini berhasil ditarik, atmosfer di sekitar panggung akan berubah drastis, ditandai dengan dingin yang menusuk, bau-bauan aneh (seperti dupa yang menyengat atau aroma tanah basah yang tiba-tiba), dan peningkatan ketegangan emosional di antara penonton.
Salah satu ciri khas utama dari Barongan Santer adalah penampilan kekuatan fisik yang abnormal oleh penari Barongan. Penari yang sudah mencapai tingkat trans "santer" seringkali dapat:
Aksi-aksi ini bukan sekadar simulasi; dalam banyak kasus yang diceritakan di kalangan masyarakat pedesaan, penari Barongan yang santer benar-benar berada dalam kondisi yang membahayakan. Kepercayaan yang menguat adalah bahwa energi "Devil Santer" ini mematikan rasa sakit dan memberikan kekuatan temporer, menjadikannya tontonan yang memicu adrenalin sekaligus kengerian.
Dalam Reog biasa, kesurupan (atau *trance*) biasanya dapat dikendalikan dalam batas-batas panggung. Namun, dalam Barongan Santer, tingkat kerasukannya seringkali mencapai tahap *ngluyur*—yaitu keadaan di mana roh yang merasuki menolak untuk tinggal di arena pertunjukan dan berusaha melarikan diri, biasanya menuju lokasi yang diyakini memiliki energi spiritual tinggi (misalnya, kuburan tua, pohon besar, atau persimpangan jalan). Momen *ngluyur* adalah klimaks dramatis yang menakutkan, karena Warok harus mengerahkan semua ilmunya untuk mengejar dan memaksa roh tersebut kembali ke dalam kendali, seringkali melalui pertarungan fisik dan spiritual yang dramatis di hadapan publik.
Kondisi *ngluyur* ini menunjukkan bahwa entitas yang merasuki memiliki kekuatan dan kehendak yang sangat besar (santer), menolak tunduk pada Warok yang memanggilnya. Prosesi untuk mengakhiri kerasukan ini, yang disebut *dipulihake* (dipulihkan), harus dilakukan dengan hati-hati. Jika tidak, penari dapat menderita luka fisik atau mental yang permanen, menegaskan bahwa ilmu Barongan Santer membawa risiko yang sangat nyata.
Mengapa kesenian yang begitu indah dan sarat makna filosofis seperti Reog harus memiliki sisi yang begitu gelap dan 'devil' seperti yang diyakini dalam konteks santer? Jawabannya terletak pada pandangan kosmos Jawa yang sangat menekankan keseimbangan antara kebaikan dan keburukan, putih dan hitam.
Dalam tradisi spiritual Jawa, kekuatan tidak pernah benar-benar baik atau benar-benar jahat; ia adalah energi murni yang netral. Ilmu yang dikategorikan sebagai "santer" atau "hitam" hanyalah ilmu yang penggunaannya ditujukan untuk tujuan yang cepat, kuat, dan seringkali mengabaikan moralitas atau melibatkan pengorbanan entitas lain. Barongan Santer adalah cerminan filosofi ini: pementasan yang kuat dan berkesan harus menampilkan kekuatan yang otentik, dan kekuatan otentik tersebut seringkali berasal dari sumber yang "kotor" atau liar.
Kekuatan Singa Barong adalah representasi dari *nafsu* dan *kemarahan* sang raja, Prabu Klono Sewandono, atau simbolisasi sifat ganas yang perlu dijinakkan. Ketika kekuatan santer dipanggil, ia adalah manifestasi dari sifat ganas tertinggi (atau *Angkara Murka*). Melalui seni pertunjukan, masyarakat dihadapkan pada teror visual dari kekuatan ini, hanya untuk melihatnya akhirnya ditundukkan oleh Warok (simbol disiplin diri dan spiritualitas yang lebih tinggi). Barongan Santer, dengan demikian, berfungsi sebagai tontonan sekaligus pengajaran spiritual tentang bagaimana mengendalikan kekuatan yang paling liar dan gelap di dalam diri.
Barongan Santer menghadirkan estetika yang unik: estetika kengerian. Penonton mencari bukan hanya hiburan, tetapi sensasi ketakutan dan takjub (awe). Kekuatan santer memberikan legitimasi pada pementasan. Ketika penonton percaya bahwa penari benar-benar dirasuki oleh kekuatan yang berbahaya, pengalaman menonton menjadi lebih mendalam dan sakral. Kengerian inilah yang menjaga kesenian tetap hidup dan relevan, karena ia menawarkan janji akan pertemuan langsung dengan dimensi lain, sebuah pengalaman yang melampaui logika sehari-hari.
Tanpa dimensi ini, Reog mungkin hanya dianggap sebagai tarian kostum biasa. Kehadiran aspek santer memastikan bahwa Reog dihormati sebagai seni yang penuh daya magis dan potensi bahaya. Ini adalah cara bagi kesenian untuk mempertahankan posisi sakralnya di tengah gempuran modernitas yang cenderung menihilkan hal-hal gaib.
Kisah-kisah Barongan Devil Santer juga berfungsi sebagai mekanisme pewarisan tradisi tutur. Cerita tentang Warok yang memiliki ilmu kebal tingkat tinggi, atau Barongan yang terbangun karena sesajen yang kurang, menciptakan mitologi lokal yang mengikat komunitas pada kelompok Reog mereka. Setiap kelompok Reog yang memiliki reputasi "santer" dihormati dan ditakuti, dan ilmu spiritual yang mereka gunakan diwariskan hanya kepada murid-murid terpilih yang dianggap memiliki integritas moral dan fisik yang memadai untuk menanggung beban energi tersebut.
Pewarisan ini memastikan bahwa elemen-elemen paling mistis dan berbahaya dari Reog tidak hilang. Mereka menjadi rahasia dapur yang dipegang teguh oleh komunitas Warok, yang sering kali menolak untuk mengungkapkan mantera atau ritual secara eksplisit kepada pihak luar, demi menjaga *kawaskitan* (kesaktian) dan kemurnian ilmu yang mereka pegang. Kunci pewarisan inilah yang membuat Barongan Santer tetap menjadi topik yang diselimuti oleh aura misteri yang tidak terpecahkan.
Pementasan Barongan Santer adalah puncak dari proses panjang yang melibatkan persiapan fisik dan spiritual yang intens. Proses ini dikenal sebagai *ngedab* (pengisian atau pemuatan energi) dan ini adalah inti dari bagaimana Warok menciptakan kondisi "santer" pada pertunjukan.
Beberapa hari menjelang pementasan besar yang membutuhkan kekuatan santer, Warok utama, dan terkadang penari Barongan, diwajibkan menjalani disiplin spiritual yang ketat. Ini bisa berupa puasa *weton* (berdasarkan hari kelahiran), puasa *ngrowot* (hanya makan buah dan sayur), atau *tirakat banyu* (hanya minum air). Tujuan dari puasa ini adalah membersihkan diri dari kotoran duniawi (*suksma raga*) dan meningkatkan sensitivitas terhadap energi gaib, memungkinkan mereka untuk bertindak sebagai saluran murni bagi kekuatan yang akan mereka panggil.
Selain puasa, *semedi* (meditasi) di tempat-tempat keramat juga umum dilakukan. Warok akan berkunjung ke makam sesepuh yang terkenal sakti atau ke gua-gua yang dipercaya memiliki energi tinggi. Di tempat-tempat inilah, mantera-mantera spesifik ilmu santer dibacakan berulang kali. Ini bukan sekadar menghafal; ini adalah proses penyatuan batin dengan entitas yang akan dimintai bantuan, sebuah negosiasi spiritual di mana Warok menawarkan kesungguhan spiritualnya sebagai imbalan atas kekuatan sementara.
Kekuatan santer tidak hanya diisi ke dalam diri penari, tetapi juga ke dalam properti utama, terutama topeng Singa Barong. Topeng ini seringkali memiliki *jimat* tersembunyi—benda-benda pusaka kecil, seperti paku kuno, kain mori berajah, atau batu akik yang telah dimanterai—yang ditanamkan di dalamnya. Proses *ngedab* ini melibatkan pengasapan topeng dengan dupa khusus dan pembacaan mantera di atasnya, dengan keyakinan bahwa roh atau *khodam* penjaga kini bersemayam di dalam topeng tersebut.
Ketika topeng diisi dengan energi santer, ia menjadi sangat berat bagi orang biasa, tetapi terasa ringan bagi penari yang telah siap secara spiritual. Jika ada orang yang tidak memiliki *isi* atau izin spiritual yang mencoba memakai topeng Barongan Santer, diyakini mereka bisa langsung jatuh sakit atau mengalami kerasukan tanpa bisa dikendalikan oleh Warok. Inilah yang menjaga kesakralan dan kekejaman estetis dari properti Barongan itu sendiri.
Saat pertunjukan berlangsung dan Barongan memasuki fase trans yang ekstrem, Warok menggunakan metode kontrol yang sangat spesifik dan seringkali intuitif. Kontrol tidak dilakukan hanya melalui bentakan, melainkan melalui sentuhan yang mengandung energi penyalur atau pemutus (*pamblokir*), atau melalui bisikan mantera kuno yang hanya dipahami oleh roh yang merasuki. Misalnya, Warok dapat menyentuh titik tertentu di dahi penari atau punggung Barongan, mengirimkan impuls energi batin yang memerintahkan entitas untuk menenangkan diri atau mengalihkan fokus energinya dari penonton.
Ritual kontrol ini adalah demonstrasi utama dari *kedigdayaan* Warok. Mereka menunjukkan bahwa meskipun kekuatan yang dipanggil itu ganas dan santer (devil), ia pada akhirnya berada di bawah kendali manusia yang telah mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi. Tanpa kontrol Warok yang efektif, Barongan Santer akan menjadi malapetaka, berubah dari seni menjadi kekacauan murni.
Di era modern, di mana informasi dan rasionalitas mendominasi, konsep Barongan Devil Santer menghadapi tantangan dan kontroversi yang signifikan. Meskipun di satu sisi ia dipandang sebagai warisan budaya yang otentik dan kaya, di sisi lain, praktik ini sering dicap sebagai praktik perdukunan yang berbahaya dan bertentangan dengan norma-norma agama tertentu.
Kelompok-kelompok Reog modern sering berdebat mengenai seberapa jauh mereka harus mempertahankan aspek "santer" ini. Untuk tujuan komersial atau pertunjukan di panggung nasional, elemen kesurupan yang terlalu ekstrem (seperti memakan kaca atau *ngluyur* yang mengancam penonton) sering kali diminimalisir atau diganti dengan akting yang meyakinkan. Hal ini dilakukan demi keselamatan dan agar pertunjukan dapat diterima oleh audiens yang lebih luas dan sekuler.
Namun, bagi kelompok tradisional di pedesaan, menghilangkan elemen santer dianggap mengurangi kekuatan spiritual dan otentisitas Reog. Mereka percaya bahwa jika roh yang dipanggil tidak diperbolehkan berekspresi secara penuh, maka energi pementasan akan hambar, dan roh penjaga Barongan akan marah, yang berpotensi membawa celaka bagi kelompok tersebut. Dilema ini menempatkan para pelaku seni di persimpangan antara pelestarian tradisi purba dan tuntutan etika modern.
Seiring Barongan menjadi komoditas pariwisata, beberapa kelompok yang kurang memiliki akar spiritual yang kuat mencoba meniru aspek santer. Mereka menggunakan trik sulap atau teknik pertunjukan yang dirancang untuk meniru kerasukan ekstrem. Meskipun ini mungkin menghibur, para Warok tradisional mengecam praktik ini karena dianggap mendegradasi makna spiritual ilmu *kesanteran* yang sebenarnya. Bagi mereka, kekuatan santer adalah anugerah dan beban spiritual yang diperoleh melalui disiplin keras, bukan sekadar bumbu drama untuk menarik perhatian.
Fenomena ini menciptakan garis pemisah yang semakin jelas antara Reog yang murni spiritual (yang "Santer" asli) dan Reog yang didramatisasi (yang "Santer" palsu). Masyarakat lokal biasanya dapat membedakan mana kelompok yang benar-benar memiliki *isi* (kekuatan gaib) dan mana yang hanya menjual ilusi, yang pada gilirannya menjaga reputasi Warok sejati tetap tinggi.
Upaya pelestarian kesenian Reog oleh pemerintah dan akademisi seringkali berfokus pada aspek seni tari, musik, dan kostum, sementara dimensi mistis yang dalam, seperti Barongan Devil Santer, cenderung diabaikan atau disensor karena dianggap terlalu sensitif atau tidak rasional. Padahal, justru dimensi santer inilah yang menjadi penanda keunikan budaya dan filsafat asli yang melekat pada kesenian ini.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa yang perlu dilestarikan bukan hanya bentuk luarnya, tetapi juga 'ilmu' yang mengiringinya—yaitu, sistem keyakinan, mantera, dan praktik spiritual Warok. Dengan mencatat dan mendokumentasikan ritual-ritual ini (tanpa mempraktikkannya secara sembarangan), dimensi Santer dapat diawetkan sebagai warisan intelektual dan spiritual, meskipun praktik kerasukan ekstremnya mungkin harus dihentikan demi keselamatan publik.
Kekuatan Barongan Santer seringkali diperkuat oleh kisah-kisah legendaris yang beredar di masyarakat. Kisah-kisah ini berfungsi sebagai peringatan sekaligus pengagungan terhadap kehebatan kekuatan gaib yang menyertai kesenian ini.
Salah satu mitos paling terkenal yang terkait dengan konsep santer adalah kisah Barongan yang dapat bergerak sendiri tanpa ada penari di dalamnya. Kisah ini sering muncul di daerah-daerah yang memiliki kelompok Reog kuno dengan Warok yang dihormati. Konon, jika Barongan tersebut telah diisi dengan energi yang begitu kuat—di mana *khodam* atau roh penjaganya sudah sangat menyatu dengan properti—topeng itu dapat berdiri, mengangguk, atau bahkan melakukan gerakan tarian ringan sebagai tanda menyambut penonton atau sebagai manifestasi kekuatannya saat Warok memanggilnya dari jarak jauh.
Legenda ini menegaskan bahwa kekuatan Santer tidak membutuhkan kehadiran fisik manusia sebagai inang; ia bisa bersemayam sepenuhnya dalam properti, menjadikannya objek yang harus diperlakukan dengan penuh penghormatan dan rasa takut. Kisah ini sering digunakan oleh Warok untuk menanamkan disiplin pada murid-murid baru: bahwa Barongan adalah entitas hidup yang memiliki kehendak sendiri.
Banyak cerita tutur yang menceritakan insiden di mana Barongan Santer kehilangan kendali, biasanya karena Warok yang bertanggung jawab lalai dalam ritual penguncian atau karena adanya "gangguan" energi negatif dari luar. Salah satu kisah yang paling sering diceritakan adalah insiden di mana penari Barongan yang sedang trans tiba-tiba menjadi sangat brutal, merusak panggung, atau bahkan mengejar dan menyebabkan cedera serius pada penonton yang dianggap membawa energi negatif atau meremehkan ritual tersebut.
Insiden seperti ini, meskipun jarang, menjadi bukti nyata bagi masyarakat bahwa ilmu Santer bukanlah permainan. Konsekuensi dari memanggil kekuatan Devil yang terlalu besar dapat menjadi bencana. Dalam narasi ini, pentingnya peran Warok sebagai penyembuh dan penenang menjadi sangat ditekankan, karena hanya dialah yang mampu meredakan amukan roh yang terlepas dari batas-batas pementasan.
Mitos lain yang melekat pada kelompok Reog Santer adalah keyakinan bahwa Barongan tersebut "menuntut" persembahan khusus secara berkala, bahkan di luar jadwal pementasan. Jika persembahan ini diabaikan, diyakini akan terjadi musibah pada anggota kelompok, seperti sakit mendadak, kegagalan panen, atau serangkaian nasib buruk. Tuntutan ini seringkali dikomunikasikan melalui mimpi yang dialami oleh Warok utama atau sesepuh kelompok.
Kisah-kisah ini menggambarkan hubungan simbiosis yang kuat dan seringkali menakutkan antara pelaku seni dan roh penjaga Barongan. Roh tersebut memberikan kekuatan pementasan yang luar biasa (santer), tetapi meminta imbalan yang ketat dan berkelanjutan. Hubungan kontraktual dengan dunia gaib inilah yang mendefinisikan kelompok Reog yang memiliki reputasi "Devil Santer" sebagai kelompok yang memiliki ikatan spiritual yang lebih dalam, sekaligus lebih berbahaya.
Barongan Devil Santer, dengan segala kengerian dan kontroversinya, pada dasarnya adalah sebuah cermin yang memantulkan kompleksitas spiritual dan psikologis masyarakat Nusantara. Ia adalah pengingat bahwa seni tradisi di Jawa tidak pernah benar-benar terpisah dari dimensi mistis dan energi primordial.
Psikologis, Barongan yang kerasukan dan mengamuk dapat dipandang sebagai katarsis komunal. Dalam masyarakat yang sangat menjunjung tinggi keharmonisan dan kontrol emosi, Reog—terutama yang santer—memberikan ruang yang sah bagi manifestasi emosi liar, agresivitas, dan kegilaan (*madness*). Penari Barongan, yang biasanya adalah individu yang tenang, diizinkan untuk melepaskan diri sepenuhnya di bawah dalih dirasuki oleh roh yang kuat. Kekuatan "Devil Santer" memungkinkan pelepasan energi batin yang tertekan secara kolektif, menjadikannya terapi sosial yang unik.
Meskipun dunia terus bergerak ke arah modernitas, kekuatan dan misteri Barongan Santer akan terus hidup dalam legenda dan praktik kelompok-kelompok Warok yang teguh memegang tradisi. Keberadaan Barongan Santer menegaskan bahwa di balik hiburan yang meriah, tersembunyi sebuah ilmu pengetahuan kuno (*ngèlmu*) yang mengatur interaksi antara manusia dan alam gaib. Ilmu ini—yang mengajarkan tentang disiplin diri, cara memanggil dan mengendalikan energi besar, serta risiko dari kekuatan tak terbatas—adalah warisan yang tak ternilai harganya.
Barongan Santer adalah mahakarya seni yang gelap, sebuah demonstrasi otentik bahwa di dalam setiap kebudayaan besar, terdapat dimensi yang menakutkan dan kuat, yang bila dipanggil, mampu melampaui batas-batas kemanusiaan. Dari ritual pra-pertunjukan yang sunyi hingga amukan di atas panggung yang membara, kisah tentang Barongan yang dirasuki oleh kekuatan santer terus mengukuhkan dirinya sebagai salah satu babak paling menarik, misterius, dan tak terlupakan dalam kanvas kesenian tradisional Indonesia.
Kesenian ini, yang mewadahi dualitas ekstrem antara kekejaman dan keindahan, antara Warok yang bijaksana dan Barongan yang liar, akan selalu menjadi pengingat bahwa di Nusantara, tirai antara dunia nyata dan dunia gaib adalah sesuatu yang sangat tipis, dan terkadang, ia tersingkap secara dramatis di tengah keramaian pementasan, memberikan pengalaman spiritual yang melampaui batas rasionalitas.
Kekuatan Barongan, ketika mencapai titik santer, merupakan puncak dari pencarian Warok akan kesaktian sejati, sebuah kekuatan yang memukau sekaligus mengancam, sebuah demonstrasi primordial dari alam batin yang telah berhasil diikat dan disalurkan ke dalam sebuah tarian. Inilah inti dari misteri Barongan Devil Santer yang terus memikat dan menakutkan generasi demi generasi.
Penyelaman mendalam ke dalam praktik Barongan Santer membuka mata kita pada fakta bahwa seni tradisional bukanlah sekadar peninggalan masa lalu yang statis, melainkan sebuah medan energi yang hidup, berdenyut dengan kekuatan spiritual yang mampu mengubah realitas panggung menjadi sebuah teater supranatural. Setiap detail kostum, setiap hentakan kaki Jathil, setiap sentuhan Warok, dan khususnya, setiap amukan Barongan, adalah bagian dari narasi panjang tentang bagaimana manusia Indonesia bernegosiasi dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Dalam konteks Barongan Santer, Reog bukan lagi tarian; ia adalah sebuah mantra yang dipertontonkan. Ia adalah sebuah ritual pemanggilan yang melibatkan semua indra, di mana janji akan kekejaman visual dan kekuatan gaib dipertaruhkan. Dan selama ada Warok yang bersedia menanggung beban spiritual dari ilmu *kesanteran*, dimensi mistis Barongan ini akan terus lestari, diselimuti asap dupa dan gumaman mantera kuno, menjaga agar roh Singa Barong tetap ganas, kuat, dan abadi.
Warisan ini menuntut rasa hormat dan pemahaman, bukan hanya sebagai tarian rakyat, tetapi sebagai sebuah sistem kepercayaan yang kompleks, yang di dalamnya, batas antara manusia, hewan, dan roh penjaga telah melebur menjadi satu kesatuan yang menakjubkan dan menakutkan, di bawah kendali Warok, sang pemegang kunci kekuatan santer. Inilah harta karun spiritualitas Jawa yang tersembunyi di balik topeng Singa Barong yang garang.