Eksplorasi Mendalam terhadap Setelan Kostum dan Filosofi Kekuatan Gaib
Barongan, sebagai salah satu warisan budaya tak benda dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, telah lama menjadi simbol penjaga sekaligus representasi kekuatan alam. Namun, di antara berbagai wujud Barongan yang dikenal—dari yang agung dan tenang hingga yang kocak dan menghibur—terdapat satu manifestasi yang menarik perhatian khusus: Barongan Devil Full Set. Istilah ini merujuk pada seperangkat lengkap kostum, properti, dan perlengkapan ritual yang dirancang secara spesifik untuk menampilkan sisi Barongan yang paling buas, agresif, dan seringkali diasosiasikan dengan entitas spiritual yang dikenal sebagai "buto" atau raksasa.
Penggunaan frasa "Full Set" tidak hanya berarti bahwa seluruh komponen fisik seperti topeng, rambut, dan busana telah tersedia, tetapi juga mencakup persiapan spiritual, perangkat musik pengiring (gamelan), dan perlengkapan pendukung yang esensial dalam ritual Kuda Lumping atau Jathilan. Setelan ini dirancang untuk memaksimalkan aura mistis dan memicu kondisi trance (kesurupan) yang menjadi puncak dari pertunjukan kesenian rakyat ini. Artikel ini akan membedah secara rinci setiap komponen dari barongan devil full set, menelusuri sejarahnya, teknik pembuatannya yang rumit, hingga makna filosofis yang terkandung di baliknya, menjadikannya bukan sekadar kostum, melainkan sebuah artefak budaya yang hidup.
Manifestasi ‘Devil’ pada Barongan ini dibedakan dari Barongan pada umumnya melalui beberapa ciri khas visual yang sangat mencolok. Warna yang dominan adalah merah tua, hitam pekat, atau kombinasi keduanya, jauh dari nuansa emas dan putih yang melambangkan keagungan dewa penjaga. Gigi taring dibuat lebih menonjol dan tajam, mata seringkali dicat dengan pigmen fluoresen atau merah menyala untuk memberikan kesan beringas, dan rambut (gimbal) dibuat sangat tebal dan acak-acakan, melambangkan kekuatan liar yang tak terkendali. Memahami setelan ini memerlukan pemahaman mendalam tentang konteks Jathilan, di mana Barongan Devil berperan sebagai pemimpin spiritual yang memanggil atau mengendalikan energi kosmik yang dilepaskan selama ritual.
Secara tradisional, Barong (atau Barongan) di Jawa, terutama di daerah-daerah yang kental dengan budaya Singo Barong seperti Ponorogo, memiliki akar yang mendalam dalam mitologi lokal. Konsep Barong seringkali disamakan dengan Singa Barong, pelindung sakti yang menolak bala. Namun, dalam konteks Jathilan atau Kuda Lumping, Barongan Buto atau Barongan Devil merupakan representasi dualitas. Jika Barongan tradisional mewakili kebaikan dan penjagaan, versi ‘Devil’ ini justru mewakili energi alam liar, amarah, dan kekuatan destruktif yang harus dikendalikan atau ditaklukkan melalui ritual.
Filosofi di balik barongan devil full set adalah pengakuan bahwa energi negatif, kekejaman, dan sifat-sifat kebinatangan adalah bagian inheren dari kosmos dan psikis manusia. Daripada menolak keberadaan sifat ‘buto’ ini, seni pertunjukan ini memilih untuk memanggilnya, mengendalikan, dan kemudian mengembalikannya ke tempat asal melalui medium penari yang kerasukan. Oleh karena itu, topeng ‘Devil’ harus mampu memancarkan aura keganasan yang meyakinkan, sehingga energi spiritual yang dipanggil benar-benar tertarik pada medium tersebut. Ini adalah kunci mengapa setiap elemen dalam setelan harus dipersiapkan dengan sangat detail dan melalui proses penyucian.
Seiring berjalannya waktu, estetika Barongan Devil mengalami evolusi. Dahulu, Barongan Buto mungkin hanya berupa topeng kayu sederhana dengan warna gelap. Namun, tuntutan visual panggung modern dan pengaruh dari berbagai media hiburan telah mendorong para perajin untuk menciptakan barongan devil full set dengan tingkat detail dan realisme yang jauh lebih tinggi. Penambahan fitur-fitur seperti lampu LED pada mata, gigi resin yang hiper-realistis, atau penggunaan rambut sintetis modern yang lebih bervolume, adalah adaptasi yang bertujuan untuk meningkatkan efek dramatis dan menakutkan bagi audiens kontemporer.
Transformasi ini juga didorong oleh kompetisi antar grup kesenian. Setiap grup ingin Barongan mereka tampil paling garang dan memiliki setelan paling ‘lengkap’ (full set) yang mencakup tidak hanya kostum tetapi juga aksesori pendukung seperti senjata replika yang dirancang khusus, atau bahkan sistem pelumasan yang membuat penampilan topeng seolah-olah ‘berkeringat’ darah atau cairan mistis lainnya selama puncak pertunjukan. Evolusi estetika ini memastikan bahwa Barongan Devil tetap relevan dan mampu memukau, sambil tetap mempertahankan inti spiritual dari ritual yang dipertunjukkan.
Detail visual yang membedakan setelan Barongan Devil dari Barongan Pelindung.
Definisi 'Full Set' mencakup setiap elemen yang dibutuhkan, dari ujung rambut hingga ujung kaki, serta perangkat pendukung spiritual dan musikal. Berikut adalah analisis mendalam mengenai komponen-komponen utama dari barongan devil full set.
Topeng adalah jantung dari keseluruhan setelan. Untuk versi 'Devil', pengerjaannya sangat spesifik. Bahan utamanya adalah kayu keras seperti Jati, Nangka, atau Kenanga, yang dipilih karena ketahanan dan kemampuan untuk ‘menyimpan’ energi. Proses pengukiran bisa memakan waktu berminggu-minggu, dengan fokus pada ekspresi kemarahan yang intens.
Bagian ini menutupi tubuh penari dari leher hingga pinggang, menciptakan ilusi Barongan sebagai makhluk utuh. Desainnya harus mendukung gerakan lincah dan agresif penari.
Di bawah kostum Barongan, penari juga harus mengenakan setelan yang tepat, yang berfungsi ganda sebagai penyerap keringat dan penambah aura.
Yang membedakan ‘Full Set’ dari sekadar kostum adalah inklusi item ritual yang krusial:
Pembuatan Barongan Devil adalah proses yang melibatkan seni, teknik pertukangan, dan kearifan lokal. Kualitas dari barongan devil full set sangat bergantung pada ketelitian perajin atau undagi.
Kayu yang dipilih harus kering sempurna untuk menghindari retak. Setelah pola dasar dibentuk, pengukiran wajah dimulai. Dalam konteks Barongan Devil, perajin menggunakan teknik yang menekankan kedalaman bayangan dan detail otot wajah, menciptakan ilusi bahwa wajah itu hidup dan marah. Teknik cat yang digunakan adalah cat minyak yang dicampur dengan resin khusus agar warna tidak mudah pudar dan tahan terhadap keringat ekstrem saat penari berada dalam kondisi trance.
Pengecatan membutuhkan beberapa lapisan. Lapisan dasar seringkali hitam pekat atau merah marun, diikuti dengan aksen warna cerah (merah darah atau emas) pada bagian mata, taring, dan hiasan kulit. Bagian penting adalah proses ‘pelaburan’ (finishing) yang memberikan efek kilau basah atau, sebaliknya, efek kulit kasar yang menua dan menyeramkan.
Rambut gimbal pada barongan devil full set modern sering kali terbuat dari bahan sintetis atau serat alam yang dicampur agar memberikan volume maksimal namun tetap ringan. Idealnya, gimbal harus:
Di kalangan komunitas Jathilan, sebuah barongan devil full set yang dianggap berkualitas tinggi seringkali melalui proses standarisasi internal. Ini mencakup kesesuaian bahan, keakuratan simbolisme warna (misalnya, penggunaan warna tertentu hanya diperbolehkan oleh kelompok tertentu), dan yang paling penting, kesesuaian spiritual. Beberapa setelan diyakini memiliki ‘isi’ atau kekuatan spiritual yang ditanamkan oleh seorang sesepuh, menjadikannya benda pusaka yang dirawat dengan ritual khusus.
Perajin setelan Barongan Devil yang diakui biasanya memiliki daftar tunggu yang panjang, menunjukkan bahwa kualitas dan otentisitas spiritual dari setelan tersebut jauh lebih dihargai daripada sekadar penampilan visualnya. Detail-detail kecil, seperti ukiran naga kecil tersembunyi di dalam topeng atau rajahan tak terlihat di balik kostum, menambah nilai mistis dari setelan lengkap ini.
Peran barongan devil full set dalam pertunjukan Jathilan sangat sentral. Ia bukan hanya karakter, melainkan katalisator utama yang memicu, mengontrol, dan mengakhiri fase trance (kesurupan) pada prajurit Kuda Lumping.
Ritual dimulai dengan musik gamelan yang perlahan membangun intensitas. Saat Barongan Devil masuk, musik mencapai puncaknya (disebut umpak-umpak). Kehadiran visual Barongan yang menakutkan, dikombinasikan dengan aroma dupa dan mantra yang dibisikkan oleh pawang (dhukun), berfungsi sebagai undangan terbuka bagi entitas gaib atau roh buto untuk merasuki para penari.
Barongan Devil akan melakukan gerakan yang sangat agresif, melompat, menghentakkan kaki, dan membanting gimbalnya ke lantai. Gerakan ini secara psikologis dan spiritual dirancang untuk meruntuhkan batas kesadaran penari. Setelah penari kuda lumping memasuki fase trance, Barongan Devil seringkali berperan sebagai ‘pengganggu’ atau ‘pemimpin kawanan’ yang menguji atau mengendalikan kerasukan para prajurit.
Dalam banyak pertunjukan, Barongan Devil melambangkan kejahatan atau energi liar yang dilepaskan. Interaksi antara Barongan Devil dan tokoh lain (misalnya, Jathil yang melambangkan keindahan, atau Bujang Ganong yang melambangkan kecerdikan) adalah inti dramatis dari pertunjukan.
Ketika penari yang kerasukan menunjukkan kekuatan luar biasa (seperti memakan beling, mengupas kelapa dengan gigi, atau kebal terhadap cambukan), Barongan Devil berada di pusat adegan, seolah-olah kekuatan tersebut berasal dari entitas yang ia pimpin. Barongan devil full set harus mampu menahan perlakuan fisik ekstrem ini. Topeng harus tahan benturan, dan kostum harus sangat kuat agar tidak robek atau rusak selama puncak ritual yang kacau.
Pawang atau dalang memainkan peran kunci dalam mengendalikan Barongan Devil. Meskipun penari di dalam kostum mungkin berada dalam kondisi trance, ia tetap harus mengikuti arahan pawang. Proses pengembalian kesadaran (ruwat) juga sering melibatkan Barongan Devil, yang seolah-olah 'menarik kembali' energi liar yang telah dilepaskan. Ini menunjukkan bahwa meskipun berwujud ‘Devil’, Barongan tetap berada dalam hierarki kontrol spiritual pertunjukan.
Barongan Devil berfungsi sebagai pusat kekuatan dan kontrol dalam pertunjukan Jathilan.
Meskipun konsep dasarnya sama—merepresentasikan kekuatan liar—spesifikasi barongan devil full set sangat bervariasi antar daerah, dipengaruhi oleh tradisi lokal, jenis kayu yang tersedia, dan preferensi estetik komunitas seniman.
Di wilayah ini, Barongan Devil seringkali memiliki nuansa yang lebih realistis dan cenderung ke arah Singo Barong yang ganas. Ukuran topeng cenderung besar dengan dominasi warna merah terang dan hijau lumut, sering kali meniru kulit macan atau singa yang menakutkan. Full Set dari Kediri mungkin menekankan pada aksesoris kulit yang sangat detail dan penggunaan bulu alami (meskipun kini banyak diganti sintetis) untuk gimbal, memberikan tekstur kasar dan primitif.
Salah satu ciri khas Jathilan Kediri adalah bobot kostum yang sangat ekstrem, yang dipercaya meningkatkan kekuatan trance. Setelan ini harus dipadukan dengan iringan gamelan yang sangat cepat dan agresif, yang disebut *Jaranan Dor*, berbeda dari irama yang lebih lambat di wilayah Jawa Tengah.
Barongan Devil di Jawa Tengah, khususnya yang terkait dengan ebeg atau kuda lumping, mungkin memiliki ukuran yang sedikit lebih ramping dan lebih fokus pada detail mata yang menembus. Warna cenderung lebih gelap, didominasi hitam, ungu tua, dan sedikit aksen emas gelap. Topengnya seringkali memiliki estetika yang lebih mirip ‘raksasa’ (buto) dalam pewayangan, dengan fokus pada mahkota yang tinggi dan gigi seri yang berlebihan.
Komponen ‘Full Set’ di wilayah ini sangat menekankan pada kerahasiaan mantra dan minyak ritual. Peralatan yang digunakan untuk menyucikan setelan ini sebelum pertunjukan menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemilikan full set yang otentik, menunjukkan bahwa aspek spiritual lebih dominan daripada sekadar visualisasi.
Gaya pesisir seringkali menunjukkan pengaruh akulturasi yang lebih kuat, mungkin dengan detail ukiran yang lebih halus dan penggunaan cat pernis yang lebih mengkilap, mencerminkan kekayaan daerah pelabuhan. Meskipun tetap menakutkan, Barongan Devil Pesisir mungkin menggabungkan unsur maritim atau binatang air dalam detail ukiran mahkotanya. Setelan lengkapnya sering dihiasi dengan banyak koin atau manik-manik sebagai simbol kekayaan dan kemakmuran, kontras dengan sifat destruktifnya, mewakili dualitas yang kaya dan liar.
Mengingat intensitas penggunaan, khususnya dalam kondisi trance di mana penari mungkin berguling-guling atau membenturkan topeng, daya tahan material dari barongan devil full set harus dipertimbangkan secara serius. Investasi dalam setelan lengkap berkualitas tinggi adalah investasi jangka panjang bagi sebuah kelompok seni.
Kayu yang digunakan haruslah kayu dengan kepadatan tinggi untuk menahan retakan pada bagian-bagian tipis seperti taring atau telinga. Perajin modern sering memperkuat bagian dalam topeng dengan resin epoksi atau serat kaca ringan, terutama di sekitar lubang mata dan hidung, untuk menambah stabilitas tanpa menambah bobot berlebihan. Penambahan penguatan ini memastikan bahwa topeng Barongan Devil dapat bertahan selama puluhan tahun.
Dalam pertunjukan, penari harus mampu bergerak lincah dengan beban yang signifikan di kepala. Ergonomi setelan Barongan Devil Full Set mencakup:
Sebuah barongan devil full set tidak hanya dirawat secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Proses jamasan (pencucian pusaka) dilakukan secara berkala (misalnya, pada bulan Suro atau Muharram). Proses ini melibatkan pencucian topeng dan kostum dengan air kembang, pembacaan mantra, dan pengasapan dengan dupa atau kemenyan. Pemeliharaan spiritual ini dipercaya menjaga ‘isi’ (energi gaib) dari setelan tersebut, memastikannya tetap sakti dan efektif dalam memicu trance di setiap pertunjukan. Kelalaian dalam jamasan dianggap dapat mengurangi kekuatan setelan secara drastis.
Di era digital, Barongan Devil Full Set menghadapi tantangan dan peluang baru. Meskipun nilai-nilai tradisi tetap dipertahankan, pertunjukan Barongan kini menjadi tontonan yang menarik perhatian generasi muda dan turis, baik domestik maupun internasional.
Tampilan visual yang ekstrem dan dramatis dari barongan devil full set sangat cocok untuk media sosial. Video-video pertunjukan trance seringkali viral, membantu mempopulerkan kesenian Jathilan. Ini mendorong kelompok seni untuk berinvestasi lebih banyak pada kualitas setelan mereka, memastikan setiap detail, dari warna cat hingga gerakan gimbal, terlihat sempurna di kamera beresolusi tinggi.
Namun, popularitas ini juga menimbulkan perdebatan tentang komersialisasi. Apakah penekanan pada visual ‘devil’ yang hiper-dramatis mengorbankan kedalaman ritual dan filosofi aslinya? Komunitas seniman harus menyeimbangkan antara mempertahankan otentisitas spiritual dan memenuhi ekspektasi visual audiens modern.
Inovasi terus berlanjut dalam pembuatan Barongan Devil. Beberapa perajin mulai menggunakan bahan komposit yang ringan namun sangat kuat, atau teknologi pencetakan 3D untuk membuat detail taring yang sempurna. Penerapan teknologi audio kecil di dalam topeng, atau sistem ventilasi bertenaga kipas mikro, menunjukkan bahwa tradisi ini adaptif terhadap kemajuan tanpa kehilangan identitas intinya.
Salah satu inovasi penting adalah penggunaan cat fosfor atau pigmen khusus yang bersinar dalam gelap, memungkinkan Barongan Devil tampil efektif dalam pertunjukan malam atau di dalam ruangan dengan pencahayaan minim, meningkatkan elemen kejutan dan mistis dari setelan lengkap ini.
Barongan Devil Full Set adalah puncak dari kerumitan seni pertunjukan rakyat Jawa, menggabungkan ukiran kayu tingkat tinggi, desain kostum yang fungsional, dan kekayaan spiritual yang mendalam. Jauh melampaui sekadar kostum, setelan lengkap ini merupakan wadah spiritual yang memungkinkan dialog antara manusia dan kekuatan alam liar yang diwakili oleh Buto atau Raksasa.
Dari detail taring yang tajam, bobot gimbal yang ekstrem, hingga kebutuhan akan perlengkapan ritual pendukung yang autentik, setiap bagian dari barongan devil full set memainkan peran integral dalam menciptakan pengalaman trance yang menggetarkan. Setelan ini berfungsi sebagai pengingat abadi akan dualitas eksistensi, di mana keganasan dan kekacauan adalah bagian yang harus dihadapi dan dikendalikan dalam perjalanan spiritual dan budaya masyarakat Jawa. Pemeliharaan dan pementasan Barongan Devil Full Set adalah upaya konservasi budaya yang menjaga api tradisi agar tetap menyala garang di tengah modernisasi.