Ilustrasi visual berbagai komponen batuan sedimen.
Batuan sedimen adalah salah satu dari tiga jenis batuan utama, selain batuan beku dan batuan metamorf. Batuan ini terbentuk dari akumulasi dan sementasi material yang terlepas dari batuan lain atau dari aktivitas organisme, atau dari pengendapan kimiawi di permukaan bumi. Proses pembentukan batuan sedimen, yang dikenal sebagai diagenesis, melibatkan beberapa tahap kunci seperti pelapukan, erosi, transportasi, pengendapan, pemadatan (kompaksi), dan sementasi.
Memahami jenis-jenis batuan sedimen sangat penting dalam berbagai bidang, mulai dari eksplorasi sumber daya alam hingga studi geologi dan paleoklimatologi. Batuan sedimen menyimpan catatan sejarah Bumi, termasuk kondisi lingkungan di masa lalu, keberadaan organisme purba, dan perubahan iklim. Berikut adalah pengenalan mendalam tentang 10 jenis batuan sedimen yang umum ditemukan:
Konglomerat adalah batuan sedimen klastik kasar yang terdiri dari kerikil (fragmen batuan yang membulat) yang disemen bersama. Bentuk kerikil yang membulat menunjukkan bahwa fragmen tersebut telah mengalami transportasi jarak jauh, menyebabkan pinggirannya terkikis dan menjadi halus. Ukuran butir konglomerat biasanya lebih besar dari 2 milimeter. Keberadaan konglomerat mengindikasikan lingkungan pengendapan dengan energi tinggi, seperti dasar sungai yang deras, pantai dengan gelombang kuat, atau di dekat kaki gunung berapi.
Serupa dengan konglomerat, breksi juga merupakan batuan sedimen klastik kasar. Perbedaan utamanya terletak pada bentuk fragmen batuan penyusunnya. Pada breksi, fragmen batuan tersebut bersifat menyudut (angular) dan tidak membulat. Bentuk yang menyudut ini menandakan bahwa fragmen batuan tidak mengalami transportasi yang signifikan atau berasal dari sumber yang sangat dekat dengan lokasi pengendapan. Lingkungan pembentukan breksi seringkali terkait dengan zona sesar, lereng curam di lingkungan pegunungan, atau aliran debris.
Batupasir adalah batuan sedimen klastik yang tersusun utamanya oleh butiran pasir dengan ukuran antara 1/16 milimeter hingga 2 milimeter. Komposisi mineral batupasir sangat bervariasi, namun yang paling umum adalah kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan. Berdasarkan komposisi mineralnya, batupasir dapat diklasifikasikan menjadi kuarsa arenit (dominan kuarsa), litik (dominan fragmen batuan), dan arkose (kaya feldspar). Batupasir terbentuk di berbagai lingkungan, termasuk dasar sungai, gurun pasir, delta, dan dasar laut dangkal.
Batulumpur adalah batuan sedimen klastik halus yang terdiri dari campuran lempung (clay) dan lanau (silt). Ukuran butirannya lebih kecil dari 1/16 milimeter. Batulumpur seringkali memiliki tekstur yang sangat halus dan dapat terurai menjadi serpihan-serpihan tipis jika mengandung banyak mineral lempung (seperti pada serpih atau shale). Pembentukan batulumpur umumnya terjadi di lingkungan dengan energi rendah seperti laguna, danau yang tenang, muara sungai, atau laut dalam.
Serpih merupakan salah satu jenis batulumpur yang paling umum. Ciri khas serpih adalah kemampuannya untuk terbelah atau terlapisi secara paralel (fisiil) menjadi lempengan-lempengan tipis. Sifat ini disebabkan oleh adanya mineral lempung yang terorientasi sejajar selama proses kompaksi. Serpih kaya akan mineral lempung dan seringkali mengandung bahan organik. Lingkungan pengendapan serpih sama dengan batulumpur, yaitu perairan yang tenang dan dalam.
Batugamping adalah batuan sedimen kimiawi atau organik yang tersusun utamanya oleh mineral kalsium karbonat (CaCO₃). Batugamping dapat terbentuk melalui dua cara utama: pengendapan kimiawi langsung dari air laut yang jenuh kalsium karbonat, atau melalui akumulasi sisa-sisa organisme laut yang memiliki cangkang atau kerangka karbonatan, seperti kerang, terumbu karang, alga, dan foraminifera. Batugamping sering ditemukan di lingkungan laut dangkal yang hangat. Variasi batugamping termasuk kalkarenit (terbentuk dari pecahan cangkang), mikrit (terbentuk dari lumpur karbonat halus), dan fosiliferous limestone.
Dolomit adalah batuan sedimen kimiawi yang tersusun utamanya oleh mineral dolomit, yaitu kalsium magnesium karbonat (CaMg(CO₃)₂). Dolomit seringkali terbentuk dari proses substitusi kalsium pada batugamping oleh ion magnesium, yang disebut dolomitisasi. Proses ini biasanya terjadi setelah batugamping diendapkan. Batuan dolomit memiliki sifat fisik yang sedikit berbeda dengan batugamping, umumnya lebih keras dan kurang bereaksi dengan asam encer.
Evaporit adalah batuan sedimen kimiawi yang terbentuk dari penguapan air laut atau air danau yang kaya garam. Ketika air menguap, konsentrasi garam meningkat hingga melebihi titik jenuhnya, menyebabkan mineral garam mengendap. Contoh evaporit yang umum adalah garam batu (halit, NaCl), gipsum (CaSO₄·2H₂O), dan anhidrit (CaSO₄). Batuan evaporit biasanya terbentuk di lingkungan kering atau semi-kering, seperti cekungan pantai yang terputus dari laut (laguna) atau danau garam.
Batu bara adalah batuan sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi dan transformasi sisa-sisa tumbuhan yang membusuk di lingkungan rendah oksigen, seperti rawa. Proses pembentukan batu bara melalui tahapan yang disebut batubaraifikasi, meliputi pembentukan gambut, lignit, sub-bituminus, bituminus, hingga noda hitam (antrasit). Batu bara merupakan sumber energi fosil yang penting.
Chert adalah batuan sedimen silika mikrokristalin yang sangat keras dan dapat muncul dalam berbagai warna, seperti abu-abu, cokelat, merah, atau hitam. Chert dapat terbentuk melalui dua cara utama: pengendapan kimiawi dari larutan silika, atau akumulasi sisa-sisa organisme bersilika seperti diatom atau radiolaria. Chert seringkali ditemukan sebagai konkresi di dalam batuan sedimen lain seperti batugamping atau serpih.
Setiap jenis batuan sedimen ini tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang proses geologi Bumi, tetapi juga memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, mulai dari bahan bangunan, sumber energi, hingga penanda sejarah geologi planet kita.