Peringatan wafatnya seorang ulama besar seringkali menjadi momen yang sangat emosional bagi umat Islam, terutama ketika sosok tersebut adalah Abah Guru Sekumpul. Kiai Haji Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, atau yang akrab disapa Abah Guru Sekumpul, adalah salah satu ulama kharismatik asal Martapura, Kalimantan Selatan, yang wafat pada tanggal 6 Agustus 2005. Kepergian beliau meninggalkan duka mendalam tidak hanya bagi masyarakat Kalimantan, tetapi juga umat Islam di berbagai penjuru. Wafatnya Abah Guru Sekumpul menjadi salah satu peristiwa penting yang dikenang hingga kini.
Abah Guru Sekumpul dikenal sebagai pribadi yang sangat tawadhu', lemah lembut, dan memiliki kedalaman ilmu agama yang luar biasa. Beliau bukan hanya seorang pendakwah, tetapi juga seorang mursyid tarekat Naqsyabandiyah dan Qadiriyah yang memiliki ribuan murid dan pengikut setia. Ceramah-ceramahnya selalu dipenuhi jamaah yang ingin menimba ilmu dan mendapatkan pencerahan spiritual. Gaya penyampaiannya yang sederhana namun mendalam, dibalut dengan humor khas, membuat ajaran-ajarannya mudah diterima oleh berbagai kalangan.
Meskipun kabar wafatnya begitu mengejutkan, beberapa cerita dari orang-orang terdekatnya mengisahkan bahwa Abah Guru Sekumpul telah menunjukkan isyarat-isyarat menjelang akhir hayatnya. Beliau dilaporkan semakin khusyuk dalam beribadah, banyak berdoa, dan seringkali terlihat tersenyum bahkan dalam kondisi lemah. Keadaan ini mengisyaratkan ketenangan batin dan keridaan beliau dalam menghadapi panggilan Ilahi.
Jauh sebelum hari itu tiba, Abah Guru Sekumpul telah memberikan pesan-pesan penting kepada para santrinya mengenai pentingnya menjaga persatuan, memperdalam ilmu agama, dan terus berbuat kebaikan. Beliau menekankan bahwa seorang mukmin sejati adalah yang senantiasa bertakwa kepada Allah dan berkhidmat kepada sesama. Ajaran-ajaran ini menjadi bekal berharga bagi umat untuk terus melanjutkan perjuangan dakwah dan amal saleh.
"Barangsiapa yang ingin dicintai Allah, maka hendaklah ia mencintai Allah. Dan barangsiapa yang ingin dicintai manusia, maka hendaklah ia mencintai manusia." (Petikan makna dari nasihat Abah Guru Sekumpul)
Berita wafatnya Abah Guru Sekumpul disambut dengan tangis haru oleh ribuan bahkan jutaan umat yang mengaguminya. Prosesi pemakaman beliau di Sekumpul, Martapura, menjadi saksi bisu betapa besar kecintaan dan penghormatan masyarakat kepada beliau. Jalanan di sekitar makam dipenuhi oleh jamaah yang datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri, untuk memberikan penghormatan terakhir. Luasnya area pemakaman dan banyaknya pelayat yang hadir menjadi bukti konkret betapa besar pengaruh spiritual Abah Guru Sekumpul di hati umat.
Kepergian beliau bukan hanya meninggalkan kekosongan dalam dunia dakwah, tetapi juga menginspirasi banyak orang untuk terus berpegang teguh pada ajaran Islam yang lurus. Warisan ilmu, teladan akhlak mulia, dan doa-doa beliau terus mengalir bagi siapapun yang mengenang dan mengamalkan petuahnya. Acara haul Abah Guru Sekumpul yang diadakan setiap tahunnya selalu dihadiri oleh jutaan jamaah, menunjukkan bahwa kerinduan umat terhadap sosoknya tidak pernah padam.
Kisah wafatnya Abah Guru Sekumpul mengajarkan kita tentang arti keteguhan iman, keikhlasan dalam berdakwah, dan pentingnya menjadi pribadi yang dicintai Allah dan sesama manusia. Beliau telah menorehkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah keagamaan di Indonesia, dan semangat perjuangannya akan terus hidup dalam hati para pengikutnya. Pengajian dan haul yang diadakan secara rutin menjadi sarana bagi umat untuk mengenang kembali nasihat-nasihat emas beliau dan untuk terus berupaya meneladani akhlak mulia yang diajarkan.
Semoga Allah SWT menempatkan Abah Guru Sekumpul di sisi-Nya yang paling mulia, dan semoga kita senantiasa mendapatkan barakah dari ilmu dan perjuangan beliau. Wafatnya Abah Guru Sekumpul menjadi pengingat bahwa kehidupan duniawi hanyalah sementara, dan yang terpenting adalah bagaimana kita mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dengan senantiasa beribadah dan berbuat kebaikan.