Dalam pusaran kehidupan yang seringkali penuh ketidakpastian, kita sering mencari pegangan, petunjuk, dan kebijaksanaan. Salah satu sumber kearifan lokal yang tak lekang oleh waktu adalah pepatah-pepatah yang diwariskan oleh tokoh-tokoh bijak. Di antara mereka, Abah Anom, seorang mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang kharismatik, telah meninggalkan jejak mendalam melalui untaian kata-kata mutiara yang sarat makna. Pepatah Abah Anom bukan sekadar ungkapan klise, melainkan filosofi hidup yang mengajak setiap insan untuk merenung, memperbaiki diri, dan menjalani kehidupan dengan lebih bermakna.
Keindahan pepatah Abah Anom terletak pada kesederhanaannya yang memikat namun mendalam. Beliau tidak menggunakan bahasa yang rumit atau berbelit-belit. Sebaliknya, kata-katanya lugas, mudah dicerna, namun mampu menggugah kesadaran terdalam. Frasa-frasa seperti "Ojo gumunan, ojo getunan, ojo kagetan, ojo dumeh" menjadi pengingat konstan bagi para pengikutnya dan siapa saja yang mendengarnya. Pepatah ini secara harfiah berarti jangan mudah heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah kaget, dan jangan mudah menyombongkan diri.
Makna dari pepatah tersebut sangat relevan dalam menghadapi dinamika kehidupan. Ojo gumunan (jangan mudah heran) mengajarkan kita untuk tidak terlalu terkejut atau terpaku pada hal-hal duniawi yang bersifat sementara. Segala sesuatu yang datang dan pergi adalah bagian dari siklus alam semesta, dan sikap takjub berlebihan dapat mengalihkan perhatian dari esensi kehidupan yang lebih penting. Selanjutnya, ojo getunan (jangan mudah menyesal) mendorong kita untuk belajar dari masa lalu tanpa terjebak dalam penyesalan yang melumpuhkan. Setiap tindakan memiliki konsekuensi, dan yang terpenting adalah mengambil pelajaran dan terus melangkah maju. Ojo kagetan (jangan mudah kaget) mengajarkan kita untuk memiliki ketenangan batin dalam menghadapi perubahan atau kejadian tak terduga. Ketenangan ini lahir dari keyakinan dan kesiapan diri. Terakhir, ojo dumeh (jangan mudah sombong) adalah pengingat untuk selalu rendah hati, menyadari bahwa segala pencapaian adalah anugerah dan tidak ada yang perlu dibanggakan secara berlebihan, apalagi sampai merendahkan orang lain.
"Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani."
(Di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan.)
Kutipan terkenal yang diadaptasi dari Ki Hajar Dewantara, namun nilai kepemimpinannya selaras dengan semangat ajaran Abah Anom.
Pepatah Abah Anom juga mencerminkan prinsip kepemimpinan yang berakar pada keteladanan dan pelayanan. Meskipun beliau adalah seorang pemimpin spiritual yang dihormati, ajarannya selalu menekankan pentingnya kerendahan hati. Beliau mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada kekuasaan atau kekayaan, melainkan pada kesucian hati, ketekunan dalam beribadah, dan pelayanan tanpa pamrih kepada sesama.
Salah satu prinsip yang sering dihayati dari ajaran Abah Anom adalah pentingnya menjaga hubungan baik dengan Tuhan dan sesama. Hal ini seringkali diungkapkan dalam berbagai bentuk nasihat yang mengingatkan untuk selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta melalui dzikir, ibadah, dan amal shaleh. Pada saat yang sama, beliau juga menekankan pentingnya menjaga silaturahmi, saling membantu, dan berlaku adil kepada siapa pun.
Dalam konteks sosial, pepatah Abah Anom mengajak kita untuk senantiasa berbuat baik, meskipun kebaikan tersebut tidak mendapatkan balasan setimpal. Filosofi ini mengajarkan bahwa keberkahan datang dari ketulusan hati dan bukan dari hasil yang diharapkan. Sikap sabar, ikhlas, dan tawakal adalah pilar-pilar penting yang sering ditekankan. Dalam menghadapi kesulitan, pepatah-pepatah ini menjadi penguat agar tidak mudah menyerah, melainkan tetap berpegang teguh pada keyakinan dan berusaha mencari solusi terbaik dengan cara-cara yang diridhai.
Meskipun diucapkan beberapa dekade lalu, pepatah Abah Anom tetap relevan dan memiliki daya magis untuk membimbing generasi milenial dan Gen Z di era digital yang serba cepat ini. Di tengah gempuran informasi, godaan materi, dan tekanan sosial, ajaran tentang kesederhanaan, kerendahan hati, dan fokus pada nilai-nilai spiritual menjadi jangkar yang kokoh.
Pepatah Abah Anom mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dibeli dengan materi semata, melainkan lahir dari ketenangan jiwa, kepuasan hati, dan kedekatan dengan Tuhan. Beliau mengajarkan bahwa setiap kesulitan adalah ujian yang dapat membentuk karakter menjadi lebih kuat, dan setiap keberhasilan adalah anugerah yang patut disyukuri dengan rendah hati.
Dengan meresapi dan mengamalkan pepatah Abah Anom, kita diajak untuk menjalani hidup yang lebih otentik, bermakna, dan penuh kedamaian. Kearifan beliau adalah warisan berharga yang terus menginspirasi, mengajak kita untuk selalu memperbaiki diri, memupuk kesabaran, dan menebar kebaikan di mana pun kita berada, sehingga kehidupan kita senantiasa diberkahi dan memberikan manfaat bagi sesama. Pepatah Abah Anom adalah kompas moral yang senantiasa menuntun kita menuju jalan kebaikan.