Batu marmer merupakan salah satu material alam yang paling dikenal dan dihargai sepanjang sejarah peradaban manusia. Keindahannya yang khas, dengan pola-pola urat yang unik dan warnanya yang beragam, telah menjadikannya pilihan utama dalam seni pahat, arsitektur monumental, hingga interior mewah. Namun, di balik keanggunannya, terdapat sebuah proses geologis luar biasa yang membentuknya. Pertanyaan menarik pun muncul: batu marmer disebut batu malihan atau memiliki klasifikasi lain?
Ya, batu marmer memang termasuk dalam kategori batu malihan. Istilah "malihan" berasal dari bahasa Indonesia yang berarti perubahan atau transformasi. Dalam geologi, batuan malihan adalah jenis batuan yang terbentuk dari batuan lain (baik batuan beku, sedimen, maupun batuan malihan lain) yang mengalami perubahan signifikan akibat panas tinggi, tekanan, atau kedua-duanya, serta kadang-kadang melibatkan cairan kimia aktif.
Inti dari pembentukan batu marmer adalah proses metamorfosis yang terjadi pada batuan induknya, yaitu batu gamping atau batuan sedimen kaya kalsium karbonat lainnya. Proses ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan melalui rentang waktu geologis yang sangat panjang.
Bayangkan sebuah lapisan sedimen kaya kalsium karbonat terpendam jauh di dalam kerak bumi. Seiring waktu, lapisan ini akan terus tertekan oleh lapisan-lapisan sedimen lain di atasnya. Tekanan ini terus meningkat, memadatkan material dan mengubah strukturnya. Namun, tekanan saja tidak cukup untuk menghasilkan marmer yang kita kenal.
Panas merupakan faktor krusial kedua. Panas ini bisa berasal dari:
Kombinasi antara panas tinggi (biasanya di atas 150°C) dan tekanan yang cukup besar inilah yang memicu transformasi. Kristal-kristal kalsium karbonat dalam batu gamping, yang awalnya berukuran kecil dan tersusun acak, mulai tumbuh kembali dan bergabung membentuk kristal yang lebih besar dan saling mengunci. Proses rekristalisasi ini menghilangkan pori-pori yang ada pada batu gamping asli, menghasilkan batuan yang lebih padat, keras, dan memiliki kilau khas ketika dipoles. Inilah yang kita kenal sebagai batu marmer.
Jadi, ketika kita melihat batu marmer yang indah, kita sedang menyaksikan hasil dari jutaan tahun proses metamorfosis yang kompleks di dalam bumi.
Penyebutan batu marmer sebagai batu malihan menekankan asal-usulnya. Ia bukanlah batuan yang terbentuk langsung dari pendinginan magma (batuan beku) maupun hasil akumulasi dan sementasi fragmen batuan lain atau organisme (batuan sedimen). Sebaliknya, ia adalah hasil perubahan dari batuan lain yang sudah ada sebelumnya. Proses metamorfosis inilah yang mengubah tekstur, struktur, dan kadang-kadang komposisi mineral dari batuan induknya menjadi marmer.
Karakteristik marmer, seperti:
Semua ini adalah bukti dari proses metamorfosis yang telah dialaminya.
Proses metamorfosis yang bervariasi menghasilkan ragam jenis marmer dengan warna dan pola yang berbeda. Ketidakmurnian yang ada dalam batu gamping asli, seperti tanah liat, lumpur, atau oksida besi, menjadi "seniman" yang menciptakan corak warna pada marmer. Misalnya:
Marmer putih murni, seperti yang sering diasosiasikan dengan patung-patung klasik, biasanya terbentuk dari batu gamping yang sangat murni, di mana proses metamorfosis menghasilkan kristal kalsit yang besar dan seragam tanpa banyak pengotor.
Pemahaman bahwa batu marmer adalah batu malihan membantu kita mengapresiasi lebih dalam keajaiban alam di balik material yang indah ini. Ia adalah pengingat akan kekuatan geologis bumi yang terus-menerus membentuk dan mengubah planet kita.