Pertunjukan barongsai sedang berlangsung adalah manifestasi energi, disiplin, dan warisan budaya yang tak terhingga. Kata ‘sedang’ di sini tidak sekadar merujuk pada aktivitas yang berlanjut, melainkan pada titik puncak vitalitas, sinkronisasi tanpa cela, dan pencurahan spiritualitas dari para penarinya. Saat musik tradisional mulai menggebrak, saat mata barongsai yang besar mulai berkedip dinamis, kita tidak hanya menyaksikan tarian; kita menyaksikan denyut nadi sejarah yang dihidupkan kembali dalam pergerakan yang lincah dan berani. Kehidupan yang diinjeksikan ke dalam kostum singa raksasa ini adalah inti dari seluruh ritual keberuntungan tersebut. Setiap lompatan, setiap kibasan ekor, dan setiap gerak kepala yang berputar adalah rangkaian narasi kompleks yang sarat makna.
Fokus pada konsep barongsai sedang menuntut pemahaman yang lebih dalam mengenai transisi dari fase statis (istirahat) menuju fase kinetik penuh (aksi). Ini adalah momen di mana kedua penari harus berfungsi sebagai satu entitas tunggal, menanggalkan individualitas mereka demi menghidupkan karakter singa yang penuh semangat. Keberhasilan pertunjukan terletak pada kemampuan mereka untuk mempertahankan tingkat energi tinggi—sebuah keadaan ‘sedang’ yang prima—yang memerlukan stamina luar biasa dan fokus mental yang tak terbagi. Energi yang terpancar dalam fase barongsai sedang inilah yang dipercaya mampu mengusir roh jahat, membawa keberuntungan, dan membersihkan lingkungan dari aura negatif.
Dalam fase barongsai sedang, tantangan terbesar bukanlah pada gerakan individu, melainkan pada penciptaan ilusi bahwa singa tersebut bernyawa. Ini membutuhkan telepati fisik antara penari kepala (head dancer) dan penari ekor (tail dancer). Kedua individu ini harus mengantisipasi gerakan satu sama lain, menyesuaikan kecepatan, ritme napas, dan distribusi berat badan secara instan. Jika ada sedikit saja ketidakselarasan, ilusi singa yang hidup akan buyar, dan yang tersisa hanyalah dua orang yang membawa kostum.
Penari kepala memikul tanggung jawab besar, karena kepala adalah pusat visual dan emosional dari seluruh pertunjukan barongsai sedang. Gerakan kepala harus mencerminkan perasaan singa: kebingungan, kegembiraan, ketakutan, atau keberanian. Saat singa sedang berburu 'Ching' (hadiah/makanan hijau), matanya harus berkedip cepat, telinganya harus bergerak-gerak waspada, dan mulutnya harus membuka dan menutup dengan ritme tertentu. Penggunaan mekanisme mata dan telinga yang dioperasikan oleh penari kepala adalah kunci untuk menampilkan emosi yang kompleks.
Misalnya, gerakan ‘Menjilat Bulu’ (Licking the Fur) atau ‘Menggaruk’ (Scratching) yang dilakukan saat barongsai sedang beristirahat sebentar di tengah pertunjukan. Gerakan ini harus dilakukan dengan halus namun tegas, menunjukkan sifat singa yang alami sebelum kembali meledak dalam tarian energi tinggi. Transisi dari kehati-hatian ke agresivitas, dari kegembiraan ke kewaspadaan, semuanya dikomunikasikan melalui putaran leher dan anggukan kepala yang presisi. Tanpa variasi ekspresi ini, pertunjukan akan terasa monoton dan kehilangan kedalaman naratifnya.
Penari ekor, meskipun posisinya tidak sefrontal penari kepala, adalah jangkar vital yang memastikan stabilitas dan fluiditas gerakan saat barongsai sedang melompat atau berputar. Mereka bertanggung jawab menjaga lekukan punggung singa agar terlihat alami—bukan sekadar garis lurus kain. Ketika barongsai sedang melakukan gerakan vertikal (misalnya, melompat ke atas meja atau tiang), penari ekor harus memberikan dorongan dan titik tumpu yang sempurna. Mereka harus menguasai:
Seluruh kompleksitas koordinasi ini harus berjalan mulus, terutama ketika barongsai sedang menari di atas panggung sempit atau tiang-tiang tinggi (Mei Hua Zhuang). Di sinilah latihan bertahun-tahun diuji, karena satu kesalahan kecil dari penari ekor bisa mengakibatkan jatuhnya seluruh tim, mengakhiri momen sedang yang penuh energi secara tiba-tiba.
Tidak ada pertunjukan barongsai sedang yang dapat hidup tanpa orkestra perkusi yang intens. Musik, yang didominasi oleh gendang besar (Gong), simbal, dan gong kecil, bukan sekadar iringan; ia adalah komandan spiritual dan fisik dari singa. Ritme menentukan kecepatan, emosi, dan jenis gerakan yang sedang dilakukan. Ketika musik mendadak berubah dari tempo lambat yang penuh kewaspadaan menjadi ledakan bunyi yang cepat, singa secara otomatis beralih ke mode sedang yang agresif dan lincah.
Pengaturan musik selama fase barongsai sedang adalah sistem komunikasi tanpa kata:
Kekuatan musik dalam pertunjukan barongsai sedang terletak pada kemampuan orkestra untuk membangun ketegangan. Mereka harus tahu persis kapan harus menahan ritme (fase mengamati) dan kapan harus melepaskan ledakan bunyi (fase penyerangan atau perayaan). Keharmonisan ini menciptakan aura magis yang menarik perhatian penonton dan memperkuat fokus spiritual para penari.
Ada ritme tertentu yang secara khusus terkait dengan kondisi barongsai sedang bergerak dinamis. Ritme 'Tujuh Bintang' misalnya, adalah pola cepat yang memicu serangkaian lompatan dan putaran, memaksa penari mengeluarkan seluruh stamina mereka. Jika orkestra salah memainkan ritme, penari bisa kehilangan langkah dan keseimbangan. Oleh karena itu, hubungan antara pemain musik dan penari sangat intim—mereka berlatih bersama selama berjam-jam, memahami napas satu sama lain. Ritme yang menggelegar ini berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan energi spiritual (Qi) singa dengan dunia nyata.
Bagian yang paling mencengangkan dan menguras tenaga dari pertunjukan barongsai sedang adalah penggunaan elemen akrobatik, khususnya pada gaya Selatan (Foshan atau Hok San) yang sering menggunakan tiang tinggi (Jong atau Mei Hua Zhuang). Di ketinggian tersebut, kondisi ‘sedang’ menjadi sangat kritis; tidak ada ruang untuk kesalahan, dan setiap gerakan harus dilakukan dengan kekuatan eksplosif dan keanggunan yang terkontrol.
Ketika barongsai sedang menari di atas tiang-tiang baja yang tingginya bisa mencapai tiga hingga empat meter, mereka harus menunjukkan kemampuan teknis yang luar biasa. Gerakan-gerakan kunci saat sedang di atas tiang meliputi:
Setiap pose di atas tiang dipertahankan hanya untuk beberapa detik, mencerminkan sifat sementara dan dinamis dari kondisi barongsai sedang beraksi. Mereka tidak berlama-lama; mereka bergerak cepat, mencengkeram, dan melompat lagi, sebuah representasi visual dari keberanian dan kemenangan.
Puncak dari banyak pertunjukan barongsai sedang adalah ritual ‘Choy Ching’—aksi di mana singa ‘memakan’ seikat sayuran hijau (biasanya selada) yang digantung tinggi, sering kali disertai amplop merah berisi uang (Angpao). Proses ini adalah representasi dramatis dari perjuangan dan keberhasilan.
Ketika barongsai sedang mendekati Ching, musik melambat, menunjukkan kewaspadaan (fase eksplorasi). Singa akan mengendus, menggaruk, dan mencoba mencapai Ching dengan berbagai cara yang lucu atau akrobatik. Begitu Ching berhasil diraih, pertunjukan kembali meledak (fase perayaan). Singa ‘memuntahkan’ sayuran hijau (melambangkan penyebaran keberuntungan) dan menjaga Angpao (melambangkan kemakmuran yang berhasil diamankan). Transisi antara kehati-hatian, penyerangan, dan perayaan ini adalah esensi dari dinamika barongsai sedang.
Mencapai dan mempertahankan kondisi barongsai sedang yang prima dalam durasi pertunjukan yang panjang (terkadang lebih dari 20-30 menit nonstop) memerlukan dedikasi latihan yang ekstrem. Para penari harus memiliki kebugaran kardiovaskular setara atlet maraton, fleksibilitas akrobat, dan kekuatan tubuh bagian inti (core strength) setara pesenam profesional. Latihan ini tidak hanya fisik, tetapi juga mental.
Latihan rutin mencakup lari jarak jauh, angkat beban untuk menopang berat kostum dan pasangan, serta latihan kelenturan untuk gerakan ekstrim seperti ‘Guan Gong’ (posisi berlutut yang sangat rendah). Penari harus mampu melakukan gerakan-gerakan ini sambil terperangkap dalam kostum yang panas dan minim ventilasi. Ketika barongsai sedang beraksi, mereka berkeringat deras, namun ekspresi singa harus tetap lincah dan bersemangat, sebuah testament bagi ketahanan fisik mereka.
Latihan sinkronisasi juga memakan waktu yang sangat lama. Sebuah tim harus menghabiskan ratusan jam hanya untuk menyempurnakan transisi antar gerakan. Misalnya, bagaimana penari kepala dan ekor mengatur napas mereka saat harus melompat dari ketinggian. Penari kepala harus mengatur kapan harus menarik napas panjang, sementara penari ekor harus siap menahan dorongan vertikal. Keterampilan ini menjamin bahwa ketika barongsai sedang tampil di hadapan publik, tidak ada jeda yang terasa janggal.
Tradisi barongsai sedang diwariskan melalui sistem Sifu (guru) dan murid. Sifu tidak hanya mengajarkan teknik akrobatik, tetapi juga filosofi di balik setiap gerakan. Mereka mengajarkan kapan harus agresif, kapan harus bermain-main, dan kapan harus menunjukkan rasa hormat (seperti saat melewati kuil atau menyambut tamu penting). Penguasaan kondisi sedang yang sempurna dicapai ketika murid mampu menginternalisasi filosofi ini, sehingga gerakan fisik mereka menjadi ekspresi otomatis dari karakter singa, bukan sekadar urutan langkah yang dihafal.
Fokus latihan juga sering diarahkan pada pemulihan cepat (quick recovery). Karena intensitas gerakan barongsai sedang dapat menyebabkan kelelahan akut, penari dilatih untuk menggunakan periode musik yang lebih lambat untuk mengambil napas dan menstabilkan jantung tanpa menghentikan ilusi tarian. Mereka harus selalu terlihat sedang bergerak, bahkan saat sedang ‘beristirahat’.
Di Indonesia, tarian barongsai sedang telah bertransformasi menjadi ikon multikulturalisme, melampaui batas-batas etnisitas Tionghoa. Pertunjukan ini, terutama saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh, menjadi pemersatu. Tarian yang sedang ditampilkan di Indonesia seringkali memadukan elemen tradisional (seperti musik dan kostum) dengan sentuhan lokal yang unik.
Kompetisi Lion Dance modern, yang fokus pada gaya Selatan dan penggunaan Jong, telah mendorong batas-batas kemampuan fisik penari. Ketika barongsai sedang berkompetisi, penilaian didasarkan pada kesulitan teknis, sinkronisasi dengan musik, dan yang terpentari, karakter singa (apakah singa tersebut terlihat benar-benar hidup dan bernyawa). Tekanan untuk tampil sempurna saat sedang beraksi di ajang kompetisi internasional menuntut peningkatan standar latihan yang konstan.
Di Indonesia, barongsai sedang tampil tidak hanya di pecinan, tetapi juga di pusat perbelanjaan, acara kenegaraan, dan perayaan lintas agama. Kehadiran singa ini disambut dengan antusiasme luas, menandakan penerimaan budaya yang mendalam. Saat singa sedang menari di jalanan yang ramai, energi yang dipancarkan oleh pertunjukan tersebut bersifat menular, menarik penonton dari berbagai latar belakang untuk berbagi momen kegembiraan dan harapan baik.
Terlepas dari aspek akrobatik dan hiburan, inti spiritual tarian barongsai sedang tetap kuat. Gerakan lincah, ekspresif, dan bertenaga bertujuan untuk:
Dengan demikian, setiap putaran kepala, setiap ayunan tubuh saat barongsai sedang bergerak, bukan hanya estetika visual, tetapi juga sebuah ritual sakral yang membawa harapan dan membersihkan jalan menuju masa depan yang cerah.
Untuk memahami kompleksitas barongsai sedang, kita harus meneliti transisi antara berbagai status emosional. Sebuah pertunjukan yang hebat adalah narasi tanpa kata. Singa tidak hanya melompat; ia menjelajahi, ia mencurigai, ia merayakan, dan ia beristirahat. Kualitas pertunjukan dinilai dari seberapa lancar dan meyakinkan transisi dari satu emosi ke emosi lainnya.
Saat singa sedang mengamati target (misalnya, Ching yang digantung), gerakannya lambat, kepala berayun perlahan dari sisi ke sisi, mata berkedip hati-hati. Musik pada fase ini didominasi oleh ketukan gendang yang terpisah-pisah, diselingi oleh suara gong yang resonan. Transisi ke agresivitas terjadi tiba-tiba. Gendang meledak dalam ritme cepat, singa melompat dari posisi rendah ke tinggi, kepalanya menyentak cepat, dan mulutnya terbuka lebar (seperti raungan). Kecepatan transisi ini menunjukkan kekuatan singa yang terpendam, yang baru dilepaskan saat barongsai sedang memulai serangan.
Penguasaan momentum adalah kunci. Penari harus mampu mengakumulasi energi kinetik dalam fase lambat sehingga ledakan gerak dalam fase cepat terasa alami dan bertenaga. Seringkali, penari kepala akan menggunakan berat kepala singa untuk meningkatkan inersia, membuat putaran kepala terasa lebih dahsyat dan dramatis ketika barongsai sedang melepaskan kekuatannya.
Elemen visual dari kostum memainkan peran penting dalam memperkuat ilusi bahwa barongsai sedang bergerak hidup. Rambut berwarna cerah yang menjuntai di wajah singa dan kain ekor yang panjang harus bergerak secara dinamis sesuai dengan aksi. Ketika singa berputar dengan kecepatan tinggi, kain ekor menciptakan gelombang yang dramatis. Penari ekor harus memastikan bahwa kain tersebut tidak menghalangi gerakan, namun juga memaksimalkan efek visualnya.
Dalam seni pertunjukan barongsai sedang, setiap helai bulu singa harus tampak hidup. Jika penari ekor bergerak kaku, ekor akan terlihat mati. Tetapi jika penari ekor melakukan gerakan mengayun lembut saat singa berjalan, ekor akan tampak mengikuti irama tubuh dengan anggun. Pengawasan terhadap detail ini membedakan pertunjukan amatir dengan pertunjukan profesional yang benar-benar memukau.
Aspek yang sering terabaikan adalah pengalaman subyektif dari penari itu sendiri ketika mereka berada dalam kondisi barongsai sedang. Mereka tidak hanya tampil, mereka masuk ke dalam sebuah meditasi gerak. Suara gendang yang menggelegar, keringat yang membanjiri tubuh, dan fokus mental yang tak henti-hentinya menciptakan keadaan kesadaran yang terpusat.
Penari kepala, yang memiliki pandangan terbatas melalui celah mulut singa, harus sangat mengandalkan pendengaran untuk ritme dan rasa proporsional untuk jarak. Mereka harus merasakan posisi tiang atau tanah tanpa melihatnya secara eksplisit. Keadaan sedang ini memerlukan penghapusan semua pikiran yang tidak relevan; mereka harus sepenuhnya menjadi singa, bereaksi secara insting terhadap musik dan lingkungan.
Pengalaman ini serupa dengan meditasi aktif, di mana pikiran dan tubuh mencapai keselarasan sempurna. Keselarasan antara dua penari adalah hasil dari ribuan jam latihan bersama, membuat mereka dapat bergerak sebagai satu pikiran. Ketika barongsai sedang melayang di udara, momen tanpa bobot itu adalah puncak dari pencapaian fisik dan spiritual mereka.
Energi pertunjukan barongsai sedang bukanlah fenomena internal semata; ia beresonansi kuat dengan penonton. Keriuhan sorak-sorai, tepuk tangan, dan teriakan kagum dari kerumunan memberikan umpan balik vital yang memicu penari untuk mempertahankan intensitas mereka. Semakin responsif penonton, semakin kuat pula energi yang dilepaskan singa.
Ini adalah siklus timbal balik: Penari mengeluarkan energi sedang yang berani, penonton merespons dengan antusiasme, dan antusiasme ini diubah kembali oleh penari menjadi dorongan untuk tampil lebih lincah dan bersemangat. Ini menjadikan pertunjukan barongsai sedang sebagai pengalaman komunal yang intens, bukan sekadar presentasi satu arah.
Detail kecil yang sering dilewatkan adalah gerakan kaki singa, yang sebenarnya adalah kaki manusia yang mengenakan sepatu bot berbulu. Penguasaan gerakan kaki sangat penting untuk mempertahankan ilusi singa yang hidup ketika barongsai sedang berjalan atau berlari di permukaan datar.
Ketika barongsai sedang berjalan dengan hati-hati (misalnya, saat mendekati Ching), penari harus menggunakan langkah ‘kucing’ (seperti Ma Bu dalam Kung Fu), di mana berat badan dipindahkan secara perlahan dan halus, kaki diangkat tinggi dan diletakkan dengan lembut. Ini menunjukkan kehati-hatian dan insting predator.
Sebaliknya, saat barongsai sedang berlari atau menyerang, mereka menggunakan langkah ‘naga’ (cepat dan bertenaga), menutupi jarak dengan kecepatan tinggi. Transisi antara langkah kucing yang lembut dan langkah naga yang agresif ini harus dilakukan dalam sekejap mata, sepenuhnya didikte oleh perubahan ritme drum. Kaki harus selalu dalam sinkronisasi sempurna antara penari depan dan belakang untuk menghindari kesan dua orang terpisah yang canggung.
Bahkan ketika singa sedang berdiri diam, kakinya harus melakukan gerakan mikro—sedikit menekuk lutut atau sedikit menggeser berat badan—untuk memberikan kesan bahwa singa tersebut siap meledak dalam aksi kapan saja. Kaki adalah fondasi yang membumi, memastikan bahwa energi singa tetap terhubung dengan bumi.
Banyak gerakan kunci dalam barongsai sedang (seperti membungkuk rendah untuk mengambil hadiah atau memanjat) membutuhkan kuda-kuda (stance) yang sangat rendah, seperti Gong Bu atau Deng Shan Bu. Penari harus mampu menahan kuda-kuda yang sangat rendah ini selama periode yang lama sambil menahan berat kostum. Kekuatan otot paha dan betis yang dibutuhkan untuk mempertahankan stabilitas dalam kondisi sedang beraksi adalah hasil dari latihan kekuatan yang intensif, yang sering kali dilakukan di bawah beban tambahan.
Kesempurnaan pada detail kaki menjamin bahwa, meskipun pertunjukan melibatkan elemen akrobatik tinggi, fondasi pertunjukan tetap kokoh dan autentik pada karakter singa yang kuat dan berenergi. Tanpa fondasi yang kuat, seluruh aksi barongsai sedang di tiang-tiang tinggi akan runtuh. Seluruh pergerakan yang lincah dan akrobatik adalah manifestasi dari kaki yang sangat terlatih.
Kostum barongsai sedang yang berwarna-warni tidak dipilih secara acak. Setiap warna dan hiasan memiliki makna filosofis yang mendalam, dan makna ini diperkuat melalui cara singa berinteraksi dengan lingkungannya saat sedang beraksi.
Warna singa menentukan karakternya, dan ini harus tercermin dalam gaya tarian sedang yang ditampilkan:
Ketika barongsai sedang tampil, penari harus menghayati karakter yang disimbolkan oleh warna kostum mereka. Singa merah tidak boleh menari seperti singa kuning. Konsistensi dalam interpretasi karakter adalah bagian penting dari menjaga integritas spiritual pertunjukan.
Kepala barongsai sering dihiasi dengan tanduk tunggal (gaya Selatan) dan cermin kecil. Tanduk melambangkan kekuatan mistis dan kemampuan untuk menembus energi jahat. Cermin, yang sering ditempatkan di dahi singa, dipercaya mampu memantulkan balik roh-roh jahat. Saat barongsai sedang beraksi di area yang baru, gerakan kepalanya yang berputar-putar dan mengangguk berfungsi sebagai ritual pembersihan, menggunakan cermin dan tanduk untuk ‘menyisir’ dan memurnikan lingkungan dari Sha Qi.
Kondisi barongsai sedang bukanlah satu gerakan, melainkan serangkaian siklus gerakan dan emosi yang mengalir tanpa henti. Mempertahankan aliran ini, atau flow, adalah tanda dari tim yang sangat terlatih. Mereka tidak boleh membiarkan energi pertunjukan jatuh; setiap jeda harus terlihat disengaja, sebagai bagian dari narasi singa.
Ketika musik beralih dari fase cepat (agresif) ke fase lambat (mengamati), barongsai sedang harus melakukan transisi gerak yang halus. Jika singa baru saja menyelesaikan lompatan akrobatik di tiang, transisi ke langkah hati-hati saat turun tidak boleh terasa seperti kelelahan. Sebaliknya, itu harus terasa seperti singa yang dengan sengaja mengatur ulang energinya, siap untuk tantangan berikutnya.
Kehalusan ini dicapai melalui kontrol otot yang luar biasa. Penari harus menahan keinginan untuk tersentak atau terengah-engah dan harus memastikan bahwa setiap gerakan—sekecil apapun—memberikan informasi kepada penonton tentang apa yang barongsai sedang pikirkan. Transisi yang mulus ini adalah puncak dari seni pertunjukan Barongsai.
Pada akhirnya, gambaran barongsai sedang yang energik dan dinamis adalah refleksi dari komitmen jangka panjang. Pertunjukan ini bukan hanya tentang Hari Raya Imlek; ini tentang budaya yang berdenyut sepanjang tahun melalui latihan, dedikasi, dan rasa hormat terhadap seni. Ketika singa sedang menari, ia membawa serta sejarah ribuan tahun, disiplin Sifu, dan harapan komunitas. Inilah yang membuat setiap gerakan Barongsai, di setiap momen aksi, begitu bermakna dan vital.
Setiap putaran leher, setiap hentakan kaki, dan setiap getaran simbal yang menggelegar adalah bagian tak terpisahkan dari narasi yang lebih besar, narasi tentang keberanian, kemakmuran, dan keindahan budaya yang terus menerus dihidupkan melalui gerakan yang lincah dan penuh semangat. Barongsai sedang adalah representasi hidup dari tradisi yang menolak untuk mati, sebuah tontonan energi murni yang memancarkan keberuntungan bagi semua yang menyaksikannya.
Penguasaan teknik dalam kondisi barongsai sedang menuntut pemahaman yang holistik mengenai dinamika fisik, psikologis, dan spiritual yang terlibat. Penari harus mampu menanggapi perubahan ritme secara instan. Jika drummer mengubah tempo, penari harus langsung menyesuaikan langkah kaki mereka, putaran kepala, dan bahkan frekuensi kedipan mata singa. Keterampilan responsif ini adalah hasil dari sinkronisasi yang teruji oleh waktu, sebuah proses yang membutuhkan kesabaran dan keuletan tanpa batas. Mereka tidak hanya bergerak sesuai musik; mereka adalah perwujudan visual dari musik itu sendiri.
Dalam pertunjukan barongsai sedang, elemen kejutan juga sering dimasukkan untuk memikat penonton. Ini bisa berupa gerakan akrobatik yang tiba-tiba, perubahan arah yang mendadak, atau interaksi tak terduga dengan properti lain. Momen-momen kejutan ini membutuhkan kemampuan improvisasi, terutama dari penari kepala, yang harus memutuskan dalam sepersekian detik bagaimana memanfaatkan ruang yang ada dan bagaimana merespons interaksi tak terduga dari lingkungan atau penonton. Improvisasi yang sukses menambah dimensi spontanitas, membuat singa tampak lebih cerdas dan adaptif, layaknya makhluk hidup yang sesungguhnya.
Kondisi barongsai sedang juga mencakup interaksi sosial yang dilakukan singa. Saat singa mengunjungi sebuah toko atau rumah, gerakannya berubah menjadi ritual penghormatan. Ia akan ‘menyapa’ tuan rumah dengan tiga anggukan hormat, dan mungkin melakukan gerakan ‘meminum air’ atau ‘mencium tanah’ yang melambangkan kerendahan hati. Perubahan dari tarian akrobatik yang agresif menjadi tarian hormat yang anggun ini menunjukkan fleksibilitas emosional yang harus dikuasai oleh para penari. Mereka harus mampu menanggalkan energi agresif dan menggantinya dengan energi hormat dalam hitungan detik, semuanya di bawah balutan kostum yang berat dan panas.
Analisis detail pada kostum juga penting. Kualitas pembuatan kostum sangat mempengaruhi bagaimana barongsai sedang menampilkan gerakannya. Kepala yang seimbang dan ringan memungkinkan penari kepala melakukan putaran yang lebih cepat dan memiliki lebih banyak kebebasan berekspresi. Kain ekor yang terbuat dari bahan yang tepat akan mengalir dengan indah saat berputar, menambah efek visual pada lompatan dan gerakan cepat. Investasi dalam kostum berkualitas adalah investasi dalam kemampuan tim untuk mencapai kondisi sedang yang optimal dan meyakinkan.
Peran Buddha Tertawa (Da Tou Fo), jika ada, menambah dimensi humor dan interaksi dalam fase barongsai sedang. Buddha Tertawa sering muncul untuk menggoda atau memprovokasi singa, memicu reaksi lucu atau agresif. Interaksi ini memerlukan koordinasi yang sangat ketat; tarian singa harus merespons provokasi Buddha secara realistis. Jika Buddha mencambuk ekor singa, singa harus berbalik dengan kaget atau marah, menunjukkan bahwa singa tersebut benar-benar ‘merasakan’ interaksi tersebut. Ini adalah panggung teater rakyat yang intens, di mana komedi dan akrobat berpadu harmonis.
Penguasaan ruang adalah ciri khas lain dari barongsai sedang yang hebat. Di area yang sempit, singa harus menunjukkan ketangkasan untuk bergerak tanpa menabrak, dan di area terbuka, singa harus menggunakan seluruh ruang untuk menunjukkan keagungan dan jangkauan gerakan. Penari kepala harus memiliki pemetaan mental yang sempurna terhadap lingkungan mereka. Di atas tiang Mei Hua Zhuang, mereka harus menghitung setiap langkah dan lompatan dengan presisi mutlak, karena kegagalan perhitungan akan berarti jatuhnya seluruh singa. Perhitungan ini terjadi secara insting dalam kondisi sedang yang penuh adrenalin.
Latihan beban dan ketahanan digunakan secara rutin untuk memperkuat otot yang jarang digunakan dalam aktivitas sehari-hari, namun sangat vital untuk menopang posisi singa. Otot trapezius dan punggung bawah harus sangat kuat untuk menahan berat kepala singa saat melakukan putaran vertikal. Penari ekor harus melatih otot kaki lateral untuk menjaga keseimbangan saat berdiri miring atau berputar di atas tiang. Kekuatan yang tersembunyi ini adalah fondasi dari gerakan barongsai sedang yang terlihat ringan dan tanpa usaha. Kenyataannya, setiap lompatan adalah ledakan energi otot yang luar biasa, dikendalikan dan diatur oleh disiplin bertahun-tahun.
Aspek penting lainnya dari kondisi barongsai sedang adalah manajemen risiko. Karena banyak gerakan akrobatik membawa risiko cedera serius, tim harus memiliki protokol keselamatan yang ketat. Penari harus saling percaya sepenuhnya. Kepercayaan antara penari kepala dan ekor adalah tali pengaman tak terlihat yang memungkinkan mereka melakukan gerakan paling berbahaya. Tanpa kepercayaan mutlak, singa tidak akan pernah berani melompat sejauh atau setinggi yang diperlukan untuk pertunjukan yang spektakuler. Kepercayaan inilah yang memancarkan ketenangan dalam aksi yang penuh bahaya.
Setiap elemen pertunjukan barongsai sedang, dari jumbai rambut hingga hentakan gendang terakhir, berkontribusi pada penciptaan ilusi magis yang membawa keberuntungan dan kegembiraan. Seni ini adalah perayaan vitalitas dan ketahanan manusia, sebuah warisan yang terus berdenyut dalam setiap gerakan yang penuh semangat dan bermakna.
Latihan penglihatan perifer juga kritikal. Karena penari kepala memiliki pandangan yang sangat terbatas, terutama ketika barongsai sedang dalam posisi kuda-kuda rendah atau menukik, mereka harus menggunakan penglihatan samping mereka untuk mendeteksi posisi penari ekor dan batas-batas arena. Keterbatasan visual ini memaksa penari untuk mengembangkan sensorik lainnya, menjadikan indra pendengaran terhadap musik dan rasa keseimbangan menjadi lebih tajam. Ini adalah salah satu alasan mengapa fokus mental penari harus selalu berada pada tingkat tertinggi ketika mereka sedang beraksi.
Filosofi di balik pergerakan barongsai sedang seringkali meminjam prinsip-prinsip dari seni bela diri (Wushu). Teknik kuda-kuda, pergeseran berat badan, dan ledakan energi (Fajin) semua diadopsi dari pelatihan Wushu tradisional. Hal ini memberikan dasar kekuatan dan kelincahan yang diperlukan untuk meniru pergerakan singa yang kuat dan anggun. Kuda-kuda rendah Wushu memberikan stabilitas saat singa sedang mendarat dari lompatan tinggi, sementara kelincahan tangan Wushu memungkinkan penari kepala mengoperasikan mekanisme mata dan mulut dengan cepat dan dramatis.
Dalam konteks modern, ketika barongsai sedang tampil, rekaman video dan analisis gerak digunakan untuk menyempurnakan setiap detail. Pelatih akan meninjau tayangan ulang untuk mengidentifikasi ketidakselarasan kecil antara penari kepala dan ekor, atau ketidaksinkronan dengan irama musik. Meskipun seni ini berakar pada tradisi lisan dan pelatihan tatap muka, penggunaan teknologi modern membantu memastikan bahwa standar keunggulan dalam kondisi sedang dipertahankan di tingkat yang kompetitif secara global.
Perhatian terhadap detail pada cakar singa juga merupakan bagian dari pertunjukan barongsai sedang. Cakar-cakar yang menonjol di ujung kaki singa harus bergerak seolah-olah singa itu benar-benar mencengkeram permukaan—terutama saat di tiang. Gerakan cakar ini, meskipun kecil, menambah realisme pada tarian. Mereka harus terlihat tajam dan kuat, menunjukkan bahwa singa itu berkuasa dan mengendalikan lingkungannya, bahkan ketika ia sedang berjuang untuk keseimbangan.
Klimaks dalam pertunjukan barongsai sedang tidak selalu tentang menyelesaikan trik tersulit, tetapi tentang puncak emosi. Ketika singa berhasil mendapatkan Ching dan memuntahkan sayuran hijau, ekspresi kegembiraan dan kebanggaan yang disampaikan melalui gerakan kepala dan tubuh adalah yang paling penting. Momen ini—perayaan kemenangan—harus dipenuhi dengan energi yang meluap-luap, menunjukkan bahwa singa sedang berbagi kemakmuran dengan semua yang hadir. Musik mencapai crescendo-nya, dan seluruh tim berfokus pada penyebaran aura positif ini.
Oleh karena itu, fenomena barongsai sedang adalah studi tentang dualitas: antara manusia dan binatang, antara tradisi dan modernitas, antara bahaya dan keindahan. Keberhasilan dalam menyeimbangkan dualitas ini, mempertahankan energi yang tak terputus, dan menyampaikan makna yang mendalam melalui gerak adalah apa yang menjadikan tarian ini salah satu warisan budaya yang paling berharga dan spektakuler di dunia.
Kemampuan tim untuk menjaga semangat singa tetap hidup, dari awal hingga akhir pertunjukan, menunjukkan tingkat ketahanan mental yang luar biasa. Selama pertunjukan barongsai sedang yang panjang, para penari menghadapi kelelahan fisik, namun mereka tidak boleh membiarkan hal itu terlihat. Kelelahan harus ditransformasikan menjadi representasi perjuangan singa, bukan kelemahan manusia. Ini adalah sebuah bentuk ilusi teater yang sangat menuntut, di mana penarinya harus menekan rasa sakit dan kelelahan demi melayani karakter singa.
Filosofi lima elemen (Wuxing) terkadang juga diintegrasikan ke dalam interpretasi gerakan barongsai sedang. Misalnya, gerakan yang cepat dan berputar-putar mungkin melambangkan elemen api, sementara gerakan yang stabil dan membumi melambangkan elemen tanah. Pemahaman mendalam tentang bagaimana elemen-elemen ini diterjemahkan ke dalam gerakan membantu penari memberikan kedalaman dan konsistensi pada interpretasi mereka. Ini memastikan bahwa setiap bagian dari tarian tidak hanya acak, tetapi memiliki akar filosofis yang kuat.
Penggunaan warna dan corak pada kostum singa harus senantiasa dipertimbangkan dalam kaitannya dengan fase barongsai sedang. Kilauan payet dan bulu-bulu yang berkilauan akan menangkap cahaya saat singa bergerak cepat, memperkuat kesan dinamis dan hidup. Desain kostum yang cermat dirancang untuk memaksimalkan efek visual selama pergerakan, memastikan bahwa energi kinetik dari tarian diterjemahkan menjadi visual yang memukau bagi penonton di sekeliling. Keindahan kostum adalah pelengkap tak terpisahkan dari keterampilan fisik penarinya.
Aspek suara yang tidak hanya berasal dari perkusi tetapi juga dari kostum itu sendiri menambah dimensi pada kondisi barongsai sedang. Kepala singa sering dilengkapi dengan mekanisme yang memungkinkan penari kepala menghasilkan suara ‘mengklik’ atau ‘menggertak’ dari mulutnya. Suara-suara kecil ini, yang terintegrasi dengan jeda dalam musik, memberikan isyarat tentang emosi singa—keingintahuan, ancaman, atau kepuasan. Penggunaan suara-suara kecil ini meningkatkan ilusi bahwa singa tersebut adalah makhluk yang bernapas dan bereaksi.
Pengembangan kemampuan motorik halus penari kepala sangat diperlukan. Mereka harus mampu mengoperasikan tali dan tuas untuk menggerakkan mata, telinga, dan mulut singa secara terpisah atau bersamaan. Kemampuan untuk mengedipkan mata singa pada saat yang tepat, atau menggerakkan telinga sebagai respons terhadap suara di sekitar, menunjukkan bahwa barongsai sedang memiliki kesadaran lingkungan. Keterampilan motorik halus ini, dikombinasikan dengan kekuatan fisik yang brutal, adalah keunikan yang mendefinisikan seorang penari barongsai ulung.
Dalam konteks kompetisi, setiap tim barongsai sedang akan mengembangkan rutinitas khas mereka sendiri yang mencerminkan kekuatan dan spesialisasi mereka. Rutinitas ini adalah hasil dari analisis mendalam terhadap berbagai teknik dan inovasi akrobatik. Mereka mencari cara baru dan lebih sulit untuk bergerak di antara tiang atau cara yang lebih kreatif untuk berinteraksi dengan Ching. Inovasi ini mendorong evolusi seni Barongsai, memastikan bahwa pertunjukan tetap relevan dan menantang, sambil tetap mempertahankan inti spiritual dan tradisionalnya.
Ritual pemanasan sebelum pertunjukan barongsai sedang adalah fase krusial. Pemanasan bukan hanya tentang meregangkan otot; ini adalah ritual fokus mental di mana kedua penari dan tim musik menenangkan pikiran mereka dan menyatukan energi mereka. Mereka harus mencapai keadaan sinkronisasi pikiran-tubuh sebelum mereka memasuki kostum. Tanpa persiapan mental yang tepat, energi dinamis yang dibutuhkan untuk fase sedang tidak akan tercapai, dan pertunjukan akan terasa hampa.
Filosofi 'tiga pernapasan' sering diajarkan kepada penari: napas pendek untuk aksi cepat, napas panjang untuk ketahanan, dan napas yang ditahan untuk kekuatan eksplosif. Ketika barongsai sedang melakukan lompatan masif, penari harus menahan napas mereka untuk mengerahkan kekuatan maksimal, melepaskannya saat mendarat. Kontrol napas ini adalah rahasia di balik kemampuan mereka untuk mempertahankan energi tinggi selama durasi pertunjukan yang menguras tenaga, menjadikan setiap momen aksi terasa kuat dan disengaja.
Kesempurnaan dari sebuah pertunjukan barongsai sedang akhirnya terletak pada kemampuan singa untuk bercerita. Kisah singa yang terbangun, menghadapi tantangan, mengalahkan kesulitan, dan membawa keberuntungan, harus diceritakan melalui gerakan yang jelas dan penuh emosi. Ketika penonton terhanyut, mereka tidak melihat manusia di bawah kain, melainkan singa yang hidup, berdenyut, dan memberkati. Ini adalah esensi abadi dari seni tarian singa yang penuh makna dan energi. Segala detail, dari lompatan tertinggi hingga kedipan mata terkecil, menyatu dalam presentasi energi tertinggi ini.
Tingkat detail yang harus diperhatikan oleh para penari sangat menakjubkan. Saat barongsai sedang berjalan di permukaan yang tidak rata, seperti tangga atau bebatuan, mereka harus menyesuaikan langkah mereka secara dinamis tanpa melanggar ritme musik. Penari ekor harus menjadi mata tambahan bagi penari kepala, memberikan isyarat non-verbal mengenai perubahan elevasi atau rintangan yang tersembunji. Komunikasi non-verbal yang terjadi di balik kostum adalah inti dari keajaiban sinkronisasi yang terlihat dari luar. Hal ini menjamin bahwa, tidak peduli seberapa sulitnya medan, singa tetap bergerak dengan keagungan dan kepercayaan diri.
Setiap kelompok barongsai sedang memiliki tradisi dan variasi irama drum yang berbeda, yang dikenal sebagai 'irama keluarga' (family rhythm). Irama ini adalah penanda identitas dan seringkali merupakan warisan rahasia yang diwariskan hanya kepada anggota inti. Penguasaan irama keluarga memastikan bahwa singa yang menari memiliki gaya dan kepribadian yang unik, membedakannya dari kelompok lain. Variasi irama ini menambahkan lapisan kompleksitas pada pelatihan, karena penari tidak hanya harus menguasai teknik umum, tetapi juga harus beradaptasi secara sempurna dengan dialek musikal khas kelompok mereka.
Penggambaran emosi melalui gerakan 'meminum air' atau 'mandi' adalah salah satu momen di mana barongsai sedang menunjukkan kelembutan dan perhatian terhadap diri sendiri. Gerakan ini harus dilakukan dengan gerakan kepala yang berayun perlahan dan gerakan tubuh yang relaks, memberikan jeda dramatis yang lembut sebelum kembali ke aksi energi tinggi. Kontras antara kelembutan ini dan ledakan gerakan akrobatik berikutnya sangat penting untuk membuat tarian terasa hidup dan penuh kejutan emosional.
Latihan fisik yang ekstensif, termasuk latihan ketangkasan dan refleks, memastikan bahwa ketika barongsai sedang melakukan gerakan cepat, risiko terkilir atau cedera dapat diminimalkan. Kecepatan reaksi adalah kunci, terutama saat melakukan gerakan yang melibatkan pendaratan dari ketinggian. Penari harus mampu menyesuaikan postur tubuh mereka secara instan di udara untuk memastikan pendaratan yang stabil. Latihan refleks ini sering kali disimulasikan melalui latihan bela diri di mana mereka harus merespons perubahan serangan secara cepat.
Pada intinya, tarian barongsai sedang adalah perayaan Yang (energi maskulin, aktif) yang diwujudkan melalui pergerakan yang eksplosif dan suara perkusi yang menggelegar. Kontras dengan fase Yin (energi feminin, pasif) yang ditunjukkan saat singa beristirahat atau mengamati. Keseimbangan dinamis antara Yin dan Yang dalam pertunjukan adalah representasi filosofis dari keseimbangan kosmik. Penari yang mahir tahu persis kapan harus beralih dari satu energi ke energi lainnya, menjaga narasi tetap menarik dan berakar pada filosofi tradisional Tionghoa.
Oleh karena itu, setiap detik dari kondisi barongsai sedang adalah sebuah tindakan yang terencana dengan cermat, didukung oleh kekuatan fisik, sinkronisasi mental, dan warisan budaya yang tak terhitung nilainya. Pertunjukan ini adalah puncak dari dedikasi, menghasilkan tontonan yang memukau dan penuh keberuntungan.