Barongsai Panggugah: Filosofi, Sejarah, dan Gerakan Kebangkitan Budaya Nusantara

Kepala Barongsai Panggugah Ilustrasi kepala Barongsai dengan surai emas dan merah yang dinamis, melambangkan energi kebangkitan dan perlindungan spiritual. PANGGUGAH

Kepala Singa Panggugah, simbol energi dan semangat yang membangkitkan.

Barongsai, atau Tarian Singa, telah lama menjadi simbol vitalitas dan perayaan dalam kebudayaan Tionghoa, khususnya saat menyambut Tahun Baru Imlek. Namun, di Nusantara, tradisi ini telah mengalami asimilasi mendalam, melahirkan varian unik yang sarat makna spiritual dan filosofis. Salah satu manifestasi paling mendalam adalah konsep Barongsai Panggugah. Istilah ‘Panggugah’, yang berakar dari bahasa Jawa dan Sunda, berarti ‘sang penggerak’, ‘pembangkit’, atau ‘penyadar’. Ini adalah peran yang jauh melampaui sekadar hiburan visual; Barongsai Panggugah adalah sebuah ritual performatif yang bertujuan untuk membangkitkan energi positif, mengusir aura negatif, dan menyadarkan kembali semangat komunitas yang mungkin tertidur.

Memahami Barongsai Panggugah memerlukan penelusuran tidak hanya pada gerakan akrobatik dan warna-warna cerah, tetapi juga pada ritme musiknya yang memaksa, sinkronisasi antara kepala dan ekor, serta tujuan spiritual yang diusungnya. Pertunjukan ini bukan hanya tentang meniru Singa yang agung, melainkan tentang mengundang kekuatan Singa tersebut untuk menstimulasi lingkungan, individu, dan rezeki. Inilah inti dari fungsi sakral Panggugah: menjadi jembatan antara dunia fisik dan non-fisik, memastikan bahwa komunitas memulai periode baru dengan semangat yang telah 'dibangkitkan' sepenuhnya.

I. Sejarah dan Infiltrasi Budaya Barongsai di Tanah Air

Akar Barongsai modern dapat ditelusuri kembali ke masa dinasti-dinasti kuno di Tiongkok, di mana Singa, meskipun bukan satwa asli Tiongkok, diimpor melalui Jalur Sutra dan dengan cepat menjadi simbol kemuliaan, kekuatan, dan keberuntungan. Ketika Barongsai tiba di Nusantara, proses adaptasinya sangatlah kompleks dan berlapis. Kedatangan tarian ini sejalan dengan gelombang migrasi Tionghoa, yang membawa serta tradisi keagamaan, perayaan, dan seni pertunjukan mereka. Sejak abad ke-17 hingga ke-19, pelabuhan-pelabuhan besar seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya menjadi pusat akulturasi di mana Barongsai mulai bersentuhan dengan budaya lokal.

Akulturasi dan Penamaan Lokal

Di Indonesia, Barongsai mengalami proses 'lokalisasi' yang signifikan. Bukan hanya namanya yang diserap menjadi Barongsai (dari dialek Hokkien: *Báishī*), tetapi juga filosofi di baliknya. Di Jawa Barat dan Jawa Tengah, di mana pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam telah menghasilkan sinkretisme yang kaya, tarian ini diberi dimensi spiritual baru. Konsep Panggugah muncul sebagai respons terhadap kebutuhan kultural masyarakat Nusantara akan ritual pembersihan dan pembangkitan energi yang bersifat komunal. Barongsai Panggugah mulai diintegrasikan tidak hanya dalam perayaan Tionghoa, tetapi juga dalam perayaan umum yang membutuhkan semangat kebersamaan.

Barongsai Panggugah adalah bukti nyata bahwa seni pertunjukan dapat melampaui batas etnis. Dalam konteks sejarah Indonesia, terutama setelah periode pelarangan pertunjukan Tionghoa, Barongsai kembali muncul sebagai simbol kebebasan berekspresi dan keberagaman. Fungsi Panggugah-nya menjadi semakin penting: ia membangkitkan ingatan kolektif akan keragaman dan toleransi yang sempat diredam, menjadikannya performa politik kultural yang damai namun kuat. Gerakannya yang dinamis dan musikalitasnya yang keras adalah deklarasi bahwa semangat budaya telah 'terbangun' dari tidurnya.

II. Filosofi Inti Barongsai Panggugah: Empat Dimensi Kebangkitan

Filosofi Panggugah membagi fungsi spiritual dan sosiologis tarian ini ke dalam empat pilar utama. Setiap gerakan, setiap dentuman gong, dan setiap kibasan ekor harus diarahkan pada realisasi dari salah satu atau gabungan dari dimensi-dimensi ini. Inilah yang membedakan pertunjukan Barongsai Panggugah dengan tarian Singa kompetitif biasa.

  1. Gugah Spiritual (Pembersihan dan Perlindungan)

    Fungsi utama adalah membersihkan area dari energi negatif atau roh jahat (*bala*). Singa, sebagai makhluk mitologis yang agung, memiliki kekuatan untuk mengusir kemalangan. Ketika Barongsai Panggugah tampil, ia tidak hanya menari, tetapi ia menyapu dan menyucikan. Dentuman keras dari tambur dan simbal yang berisik berfungsi sebagai getaran pembersih (vibrational cleansing). Getaran ini dipercaya dapat mengganggu frekuensi energi negatif yang berdiam di suatu tempat, memaksa mereka untuk pergi. Kepala Singa, dengan mata yang besar dan ekspresi yang tegas, menatap tajam ke setiap sudut, memastikan tidak ada celah bagi energi buruk.

  2. Gugah Semangat (Motivasi Personal dan Komunal)

    Dimensi ini berfokus pada individu dan kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari, semangat seringkali meredup akibat rutinitas atau kesulitan. Barongsai Panggugah hadir untuk memecah kejenuhan tersebut. Irama yang cepat, akrobatik yang berbahaya, dan energi yang dilepaskan oleh para penari bertujuan untuk menyuntikkan adrenalin dan motivasi. Melihat keberanian sang penari melompat tinggi atau menyeimbangkan diri di tiang kecil (*Cingkeng* atau *Mei Hua Zhuang*), masyarakat diajak untuk mencontoh keberanian dan ketekunan tersebut. Ini adalah stimulasi psikologis yang kuat. Gugah Semangat berarti membangkitkan kembali optimisme dan kemauan untuk berjuang.

  3. Gugah Rezeki (Stimulasi Kemakmuran)

    Ini adalah aspek yang paling dikenal, sering dihubungkan dengan ritual memakan amplop merah (*Angpao*) atau sayuran hijau (*Qing*). Namun, dalam konteks Panggugah, ini lebih dari sekadar menerima uang. Gerakan Singa saat 'menjelajah' dan 'berburu' merupakan representasi simbolis dari upaya manusia mencari nafkah. Ketika Singa berhasil meraih *Qing* (yang biasanya berupa selada air atau jeruk yang diikat), ini melambangkan keberhasilan dalam panen atau usaha. Barongsai Panggugah mendorong pemilik usaha dan penonton untuk proaktif dalam mencari kemakmuran, dan tarian itu sendiri adalah doa visual untuk kelancaran rezeki.

  4. Gugah Persatuan (Harmonisasi Sosial)

    Barongsai adalah seni kolektif. Ia membutuhkan minimal dua penari yang sinkron (Kepala dan Ekor), serta kelompok musisi yang solid. Kesuksesan pertunjukan Barongsai Panggugah sangat bergantung pada kerja sama tim yang sempurna, mencerminkan idealisme masyarakat yang harmonis. Ketika Barongsai tampil di hadapan berbagai etnis dan latar belakang, ia berfungsi sebagai titik temu, di mana perbedaan dilupakan dan semua orang terhipnotis oleh irama dan gerakan yang sama. Ini adalah manifestasi dari kesadaran komunal yang dibangkitkan.

Catatan Filosofis: Konsep *Panggugah* mengajarkan bahwa energi kebangkitan tidak datang dari luar, melainkan dipicu dari dalam melalui stimulasi visual dan auditori yang intens. Pertunjukan Singa ini adalah medium, bukan tujuan. Tujuannya adalah transformasi spiritual penonton.

III. Anatomi Pertunjukan: Komponen Pembangkit Energi

Untuk mencapai efek Panggugah yang maksimal, setiap elemen pertunjukan Barongsai harus dieksekusi dengan presisi yang disengaja. Komponen-komponen ini, mulai dari kostum hingga musik, bekerja secara sinergis untuk menghasilkan resonansi yang mampu 'membangunkan' lingkungan.

A. Musikalitas Panggugah: Jantung Ritmik Kebangkitan

Musik Barongsai adalah fondasi dari Panggugah. Tanpa irama yang tepat, tarian hanyalah gerakan kosong. Musik Panggugah dikenal karena dominasi instrumen perkusi yang keras dan dinamis, yang secara tradisional terdiri dari tiga elemen utama, sering disebut "Tiga Serangkai Ritme".

Instrumen Musik Barongsai Ilustrasi drum, gong, dan simbal yang mewakili denyut nadi musikal Barongsai Panggugah. GONG KENDANG SIMBAL

Instrumen perkusi yang menciptakan Denyut Jantung Panggugah.

  1. Gong (Dentuman Bumi)

    Gong menghasilkan suara frekuensi rendah yang dalam dan beresonansi. Dalam Panggugah, Gong tidak hanya menandai pergantian fase atau akhir gerakan, tetapi ia bertindak sebagai jangkar, membumikan energi. Dentuman Gong adalah representasi dari detak jantung bumi yang stabil dan kuat. Ini menstabilkan energi yang dibangkitkan oleh instrumen lain. Ritme Gong Panggugah adalah lambat, berat, dan disengaja, memberikan rasa otoritas spiritual pada tarian. Kegagalan dalam memberikan dentuman Gong yang tepat dapat mengurangi efek pembersihan spiritual secara signifikan.

    Filosofi yang lebih dalam mengajarkan bahwa suara Gong yang bergema lama setelah dipukul adalah simbol dari dampak spiritual Panggugah yang harus terus terasa bahkan setelah pertunjukan selesai. Suara ini adalah pengingat kolektif bahwa spirit harus tetap terjaga.

  2. Kendang/Tambur (Penyulut Api Kehidupan)

    Kendang atau tambur adalah motor penggerak. Instrumen ini mengatur kecepatan dan intensitas emosional tarian. Pola ritme Kendang dalam Barongsai Panggugah seringkali sangat kompleks dan bervariasi, dari irama 'Tidur' yang pelan dan ragu-ragu, hingga irama 'Berburu' yang meledak-ledak dan cepat. Kendang mengendalikan ekspresi Singa. Jika Singa marah, ritme drum akan menjadi cepat dan keras (*Chui Gu*). Jika Singa bermain-main, ritme menjadi ringan dan berirama (*Chui Da*).

    Dalam konteks Panggugah, Kendang bertanggung jawab langsung untuk membangkitkan adrenalin penonton. Kekuatan pukulannya adalah transmisi energi murni, memaksa tubuh dan pikiran audiens untuk ikut bergetar dalam frekuensi yang tinggi. Ritme yang berulang dan hipnotis ini merupakan metode untuk memasuki kondisi kesadaran yang terfokus, sebuah bentuk meditasi aktif komunal yang disalurkan melalui suara.

  3. Simbal (Cahaya dan Pergerakan)

    Simbal, atau *Cia*, menghasilkan suara frekuensi tinggi yang tajam dan menusuk. Simbal memberikan tekstur dan kecerahan pada musik. Mereka melambangkan sinar matahari, api, dan pergerakan cepat energi Chi. Simbal adalah yang paling reaktif; mereka mengikuti setiap sentakan kecil kepala Singa. Ketika Singa berkedip, Simbal berbunyi lembut. Ketika Singa melompat, Simbal meledak keras.

    Fungsi Panggugah dari Simbal adalah sebagai penanda 'kehadiran' spiritual. Suara Simbal yang menusuk memastikan bahwa energi Singa hadir secara eksplisit dan tidak dapat diabaikan. Ini juga bertindak sebagai efek kilat visual dan auditori yang secara cepat membersihkan udara di sekitarnya, melengkapi peran Gong yang membersihkan secara mendalam. Kombinasi Simbal dan Kendang menciptakan denyut nadi yang tak tertahankan, yang mendorong tarian maju dengan kekuatan spiritual yang tak tertandingi.

B. Choreography Panggugah: Gerakan dan Makna Eksistensial

Koreografi Barongsai Panggugah harus menggabungkan kekuatan atletik dan narasi emosional. Setiap gerakan dirancang untuk menceritakan kisah tentang Singa yang bertransformasi dari makhluk yang tenang menjadi makhluk yang penuh semangat, mewujudkan proses Panggugah itu sendiri.

1. Tahapan Utama Panggugah: Dari Tidur Menuju Keagungan

Pertunjukan Barongsai Panggugah selalu mengikuti pola naratif yang konsisten, yang secara simbolis merepresentasikan siklus kehidupan dan kebangkitan.

2. Gerakan Kunci dan Signifikansinya dalam Panggugah

Setiap pose dan langkah kaki dalam Barongsai memiliki nama dan fungsi spesifik, tetapi dalam Barongsai Panggugah, penekanan diletakkan pada energi dan intensitas gerakan tersebut, bukan sekadar ketepatan teknis.

a. Teknik Kepala (Ekspresi Kesadaran)

Penari kepala memegang kendali atas emosi dan intensitas Panggugah. Gerakan kepala yang cepat dan tajam adalah esensial.

b. Teknik Kaki dan Keseimbangan (Fondasi Semangat)

Kaki adalah fondasi bagi energi yang dibangkitkan. Keseimbangan menunjukkan stabilitas spiritual dan mental yang diperlukan untuk menghadapi tantangan.

IV. Barongsai Panggugah dalam Konteks Ritual dan Kontemporer

Barongsai Panggugah tidak hanya eksis di perayaan Imlek. Fungsinya sebagai 'pembangkit semangat' membuatnya relevan dalam berbagai konteks sosial dan ritual di Indonesia. Eksistensi mereka telah bertransformasi menjadi ritual yang dapat diaplikasikan di berbagai momen penting.

A. Panggugah dalam Pembukaan Usaha Baru

Salah satu permintaan paling umum untuk Barongsai Panggugah adalah saat pembukaan toko, kantor, atau proyek konstruksi baru. Tujuannya adalah murni Gugah Rezeki dan Gugah Spiritual. Ketika Barongsai menari di sekitar lokasi baru, ia dipercaya menyerap energi 'baru' dan mengusir energi stagnan dari masa lalu. Ritual ini meliputi:

B. Barongsai Panggugah sebagai Perekat Multikultural

Dalam lanskap budaya Indonesia yang majemuk, Barongsai Panggugah memainkan peran yang unik. Karena tujuannya adalah membangkitkan semangat bersama (bukan hanya semangat etnis tertentu), ia seringkali diundang dalam perayaan non-Tionghoa, seperti acara Hari Kemerdekaan, peresmian pemerintahan daerah, atau festival kebudayaan lokal.

Ketika Barongsai Panggugah berinteraksi dengan seni budaya lain—misalnya, diiringi oleh Gamelan Jawa atau dimainkan oleh penari non-Tionghoa—fungsi Gugah Persatuan menjadi sangat dominan. Tarian ini menjadi simbol bahwa semangat nasional dan kemakmuran adalah milik bersama, dan keberagaman adalah sumber kekuatan yang harus terus-menerus 'dibangkitkan' dan dipelihara. Kehadirannya menggarisbawahi penerimaan dan integrasi budaya Tionghoa dalam identitas Nusantara yang lebih luas.

Analisis Mendalam tentang Sinkronisasi Panggugah

Aspek paling mistis dari Barongsai Panggugah adalah Sinkronisasi Tiga Elemen: Kepala (Visi), Ekor (Reaksi), dan Musik (Emosi). Ketiga elemen ini harus bergerak dalam kesatuan energi yang tak terputus. Jika ada ketidaksesuaian, energi Panggugah akan terputus, dan efek spiritualnya hilang. Keharmonisan ini adalah pelajaran mendalam bagi penonton: keberhasilan hanya dapat dicapai melalui kerjasama tim yang solid dan tujuan yang selaras. Sinkronisasi inilah yang memungkinkan transmisi energi kebangkitan dari panggung ke audiens.

V. Mendalami Ritme dan Ekspresi Intensitas Panggugah (Ekstensi Analisis 5000+ Kata)

Untuk benar-benar menghargai kedalaman Barongsai Panggugah, kita harus membedah setiap detik performa, terutama bagaimana intensitas dimanipulasi oleh musisi dan penari. Kekuatan narasinya terletak pada kemampuan untuk membawa penonton melalui spektrum emosi, dari ketenangan meditasi hingga ekstasi penuh energi.

A. Teknik Manipulasi Ritme Drum Panggugah

Drummer Barongsai Panggugah bertindak sebagai seorang konduktor spiritual, bukan hanya musisi. Dia harus mampu membaca energi Singa dan energi kerumunan. Ada beberapa pola ritme Panggugah yang sangat spesifik dan memiliki efek psikologis yang ditargetkan:

1. Ritme Pembuka (*Kai Chang Gu Pu*)

Ini adalah irama yang lambat, dimulai dengan dentuman Gong tunggal yang disusul oleh Simbal yang tenang. Kendang masuk dengan pola berulang, hampir seperti denyut nadi yang perlahan-lahan meningkat. Ritme ini bertujuan untuk mengumpulkan perhatian dan menenangkan kekacauan. Ini adalah proses "memanggil" Singa, baik Singa fisik maupun Singa spiritual di dalam diri penonton. Durasi ritme pembuka seringkali lebih panjang dalam Panggugah dibandingkan gaya tarian Singa lainnya, memberikan waktu yang cukup bagi energi lama untuk mereda.

2. Ritme Pengejaran Nafsu (*Zhui Qiu*)

Ketika Barongsai mulai melakukan akrobat atau mendekati *Qing*, ritme ini akan mengambil alih. *Zhui Qiu* ditandai oleh akselerasi mendadak dan jeda dramatis. Drummer akan menahan irama hingga titik kritis (misalnya, saat Singa melompat), lalu melepaskannya dalam ledakan suara. Jeda dan ledakan ini menciptakan ketegangan dan pelepasan energi secara cepat. Ini adalah manifestasi akustik dari proses Gugah Semangat yang mengajarkan bahwa keberhasilan membutuhkan fokus instan dan pelepasan energi yang terukur. Tanpa ritme ini, lompatan akrobatik hanya akan menjadi tampilan fisik, tetapi dengan irama *Zhui Qiu*, ia menjadi pertaruhan spiritual yang menghasilkan getaran harapan.

3. Ritme Pembersihan Inti (*Qing Li Zhen*)

Ritme ini digunakan saat Singa melakukan pembersihan di area sensitif, seperti altar atau kasir. Irama ini keras, berulang-ulang, dan tanpa melodi. Gong, Simbal, dan Kendang berbunyi bersamaan dalam serangkaian pukulan sinkron yang sangat cepat. Tujuannya adalah menciptakan gelombang kejut vibrasional. Jika energi Panggugah bersifat penyembuhan, maka *Qing Li Zhen* adalah operasi bedah spiritual yang membuang unsur-unsur yang tidak diinginkan secara paksa. Ritme ini harus dipertahankan selama minimal satu menit penuh untuk memastikan pembersihan mendalam telah terjadi, memerlukan stamina luar biasa dari musisi.

B. Mikro-Ekspresi Kepala Singa sebagai Cerminan Kesadaran

Jika musik adalah jantung, maka kepala Barongsai adalah wajah batiniah Panggugah. Penari kepala, yang merupakan penentu keberhasilan spiritual, harus mampu menampilkan seluruh spektrum emosi Singa secara meyakinkan. Ini bukan sekadar gerak, melainkan transmisi emosi.

1. Mata dan Kelopak (Jendela Jiwa Panggugah)

Mata Barongsai Panggugah harus selalu hidup. Penari kepala menggunakan mekanisme tali internal untuk menggerakkan kelopak mata.

2. Mulut dan Lidah (Transmisi Energi)

Mulut Singa adalah tempat transmisi berkah. Lidah, yang seringkali terbuat dari kain merah cerah, bergerak saat Singa 'mengendus' atau 'mencicipi' persembahan. Ketika Singa Panggugah membuka mulutnya lebar-lebar, itu adalah momen krusial untuk melepaskan energi positif ke lingkungan. Ketika Barongsai "memuntahkan" hasil *Qing* kepada audiens, ini adalah transfer fisik dari rezeki yang telah dibangkitkan. Kualitas bahan dan gerakan lidah harus sangat nyata, menambah dimensi visual pada ritual ini.

C. Panggugah Melalui Interaksi Simbolis

Interaksi Barongsai Panggugah dengan penonton adalah bagian integral dari proses kebangkitan. Ini bukan hanya pertunjukan pasif.

D. Tantangan dan Pelestarian Barongsai Panggugah

Pelestarian Barongsai Panggugah menghadapi tantangan modern. Salah satunya adalah kecenderungan generasi muda untuk fokus pada aspek kompetisi dan akrobatik (Gao Qiao/tiang tinggi) daripada kedalaman filosofis Panggugah. Untuk memastikan bahwa esensi kebangkitan spiritual ini tidak hilang, kelompok seni harus:

  1. Pewarisan Filosofi: Melatih penari dan musisi tidak hanya dalam teknik, tetapi juga dalam etika spiritual dan makna historis *Panggugah*. Penari harus mengerti bahwa mereka adalah wadah energi, bukan sekadar atlet.
  2. Pengembangan Ritme Lokal: Integrasi elemen musik lokal (seperti penggunaan alat musik tradisional Nusantara) yang memperkuat resonansi *Panggugah* di lingkungan setempat, menjadikan tarian ini semakin relevan secara kultural.
  3. Dokumentasi Gerakan Panggugah Inti: Standardisasi dan dokumentasi pola gerakan yang secara eksplisit terkait dengan fungsi pembersihan dan kebangkitan, memastikan bahwa tradisi tersebut diwariskan secara akurat.

Barongsai Panggugah adalah sebuah warisan hidup yang terus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kehadirannya adalah pengingat bahwa kebudayaan adalah energi yang dinamis, selalu siap untuk dibangkitkan kembali dan disalurkan demi kemakmuran dan persatuan komunal. Tarian ini terus bergerak, terus berdentum, memastikan bahwa semangat Nusantara tidak pernah tertidur, melainkan selalu dalam keadaan Gugah. Melalui setiap lompatan yang berani dan setiap ritme drum yang memacu, Barongsai Panggugah terus menjadi katalisator spiritual yang menjaga api kehidupan komunitas tetap menyala terang di bumi Indonesia.

VI. Analisis Ekstensif Aspek Material dan Simbolisme Warna Panggugah

Dalam konteks Barongsai Panggugah, bahan dan warna kostum tidak dipilih secara acak. Masing-masing memiliki resonansi spiritual yang mendukung fungsi *Panggugah* (kebangkitan). Desain harus mendukung pelepasan energi yang maksimal, membuat Singa terlihat lebih hidup dan bertenaga.

A. Pilihan Warna dalam Desain Panggugah

Warna adalah bahasa pertama Barongsai. Dalam Barongsai Panggugah, warna primer biasanya lebih cerah dan intens, dirancang untuk menarik perhatian dan memancarkan energi ke luar.

B. Tekstur dan Bahan: Manifestasi Keagungan

Kostum Barongsai Panggugah seringkali dibuat dari bahan yang lebih ringan namun sangat berkilauan, seperti satin, bulu sintesis yang panjang, dan payet tebal. Kebutuhan akan bahan ringan adalah karena gerakan Panggugah yang sangat cepat dan akrobatik.

C. Pelatih dan Pewarisan Ilmu Panggugah

Seorang pelatih (Sifu) Barongsai Panggugah memiliki peran ganda: sebagai master teknik dan sebagai penjaga filosofi. Mereka harus mengajarkan penari bahwa setiap keringat dan setiap kesulitan dalam latihan adalah bagian dari proses *Panggugah* diri sendiri sebelum dapat membangkitkan orang lain. Pelatihan ini sangat ketat dan menekankan pada aspek-aspek berikut:

Pelatihan Kekuatan Kuda-kuda (*Ma Bu Qiang*): Penari Barongsai Panggugah menghabiskan waktu berjam-jam dalam posisi kuda-kuda yang rendah. Kuda-kuda yang kuat melambangkan kemauan yang tak tergoyahkan. Tanpa fondasi yang kokoh ini, lompatan akan goyah, dan energi yang disalurkan akan lemah. Kekuatan kuda-kuda adalah simbol fisik dari tekad yang telah dibangkitkan.

Pelatihan Respirasi dan Kontrol Nafas: Karena tuntutan fisik yang ekstrem (terutama di kepala), penari harus menguasai kontrol napas. Dalam tradisi Tiongkok, nafas adalah Chi. Kontrol napas memungkinkan penari menyalurkan Chi yang kuat, yang pada gilirannya memperkuat resonansi *Panggugah* yang mereka pancarkan kepada audiens.

Barongsai Panggugah, dengan segala kompleksitas ritme, warna, dan gerakannya, merupakan sebuah mahakarya seni performa yang bertindak sebagai ritual kehidupan. Ia adalah cerminan dari kebutuhan abadi manusia untuk mencari kebangkitan, baik secara spiritual, ekonomi, maupun sosial, menjadikan tarian Singa di Nusantara ini sebagai tradisi yang tidak lekang oleh waktu, dan terus-menerus membangkitkan semangat generasi demi generasi.

🏠 Homepage