Keindahan Barongan tidak hanya terletak pada geraknya, tetapi juga pada detail ukiran kayu yang menentukan karakternya. Barongan yang dianggap sempurna adalah hasil dari proses panjang yang melibatkan ritual khusus, pemilihan bahan baku yang sakral, dan teknik pahat yang diwariskan turun-temurun. Inilah mengapa tidak semua Barongan memiliki aura yang sama.
2.1. Kayu Pilihan dan Aura Magis
Barongan terkeren umumnya diukir dari jenis kayu tertentu yang dipercaya memiliki energi atau daya tahan spiritual tinggi. Kayu Jati (Tectona grandis) adalah pilihan utama karena kekuatannya dan kemampuannya untuk diukir dengan detail halus. Namun, untuk Barongan yang dibuat secara khusus dan diyakini memiliki ‘isi’ atau roh, sering digunakan Kayu Randu Alas atau Kayu Secang. Pemilihan pohon pun tidak sembarangan; pohon harus ditebang pada hari baik dan sering kali disertai sesaji.
Proses ukiran pada bagian kepala (disebut 'gelongan' atau 'kedhok') harus menciptakan ekspresi yang hidup dan menakutkan. Barongan yang 'keren' memiliki kontur wajah yang sangat maskulin, dengan alis yang mengkerut tajam (menciptakan kesan marah), pipi yang menonjol, dan detail guratan pada moncong singa yang menggambarkan otot-otot tegang. Hidung Barongan adalah titik fokus lainnya; harus lebar dan menantang, seolah-olah singa itu sedang menghirup udara sebelum menerkam.
Ukuran dan proporsi juga krusial. Kepala Barongan Ponorogo harus sangat besar, memberikan kontras dramatis dengan tubuh manusia yang membawanya. Standar ukuran kepala harus memungkinkan penari melihat jelas melalui rongga mata atau mulut, namun tetap mempertahankan ilusi kepala singa raksasa.
2.2. Mata, Taring, dan Surai Ijuk
Detail Mata yang Mengunci Pandangan
Mata Barongan adalah jendela jiwanya. Barongan terkeren menggunakan mata yang dibuat dari bola kaca atau batu permata buatan dengan warna dominan merah, putih, dan hitam, melambangkan keberanian, kesucian, dan kekuatan kegelapan. Teknik pengecatan di sekitar mata, menggunakan warna-warna kontras (seperti merah darah atau kuning keemasan), harus membuat mata terlihat melotot dan siap menerkam. Pengukir yang mahir tahu persis di mana meletakkan refleksi cahaya buatan agar Barongan terlihat 'hidup' di bawah sorotan lampu panggung atau sinar bulan.
Taring yang Menyeramkan
Taring Barongan biasanya terbuat dari tulang, terkadang tulang kerbau atau bahkan tulang harimau asli pada Barongan pusaka yang sangat tua. Taring ini harus menjorok keluar dari rahang bawah dan atas, memberikan kesan buas yang tak terhindarkan. Gerakan rahang, yang dioperasikan oleh tali atau mekanisme kayu sederhana yang dipegang penari, harus sinkron dengan musik dan gerak kepala. Barongan yang keren memiliki rahang yang sangat responsif, mampu bergetar dan mengatup dengan kecepatan tinggi, menciptakan suara ketukan yang dramatis.
Surai (Rambut Singa)
Surai adalah mahkota Barongan. Surai terbaik dibuat dari ijuk (serat pohon aren) yang tebal dan panjang, dicat hitam pekat atau dicampur dengan warna merah darah. Surai ini harus dipasang sedemikian rupa sehingga bergerak dinamis ketika penari menggerakkan kepalanya, menciptakan ilusi angin dan kekuatan. Barongan terkeren seringkali memiliki variasi warna pada surainya, bukan hanya hitam, tetapi kombinasi yang menggambarkan usia dan kedudukan singa tersebut.
Di Ponorogo, Barongan terkeren memiliki dadak merak, sebuah mahkota bulu merak yang dilekatkan di atas kepala singa. Struktur Dadak Merak ini, yang bisa menjulang tinggi hingga 2,5 meter dan lebar 3 meter, melambangkan ekor merak yang konon ditaklukkan oleh Singo Barong. Ukuran, kerapatan, dan kualitas bulu merak asli yang digunakan sangat menentukan 'kekerenan' Barongan. Bulu-bulu ini disusun menggunakan kerangka bambu yang kuat namun ringan, sebuah keseimbangan teknik yang luar biasa.