Mengenal Barongan Satu Set: Filosofi, Komponen, dan Pelestarian Warisan Budaya Nusantara

Barongan merupakan salah satu entitas seni pertunjukan tradisional yang sangat kaya akan makna, sejarah, dan kompleksitas artistik di Nusantara, khususnya di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Ketika membicarakan istilah Barongan satu set, kita tidak hanya merujuk pada topeng berkepala singa atau macan itu sendiri, tetapi pada keseluruhan perlengkapan yang mutlak diperlukan untuk melaksanakan pementasan secara utuh. Satu set Barongan adalah sebuah ekosistem budaya yang mencakup topeng utama, pakaian penari, instrumen musik pengiring, hingga elemen-elemen ritual dan pendukung yang tak terpisahkan dari pementasan.

Artikel ini akan mengupas tuntas setiap komponen yang membentuk Barongan satu set, mulai dari ukiran kayu Barong, jalinan serat rambut, hiasan mahkota, detail pakaian, hingga instrumen pelengkap seperti pecut dan gongseng. Pemahaman mendalam tentang setiap elemen ini penting untuk menghargai Barongan bukan hanya sebagai hiburan, melainkan sebagai media pelestarian nilai-nilai luhur dan manifestasi kepercayaan masyarakat terhadap kekuatan alam dan spiritual.

Representasi Kepala Barongan
Ilustrasi sederhana Kepala Barongan, inti dari Barongan satu set.

I. Komponen Inti: Kepala Barong (Gedhogan)

Kepala Barong, atau sering disebut Gedhogan, adalah elemen sentral dari keseluruhan set. Tanpa Gedhogan, pementasan Barongan tidak dapat dimulai. Kualitas dan detail ukiran Gedhogan mencerminkan status, usia, dan nilai spiritual dari kelompok seniman yang memilikinya. Gedhogan modern maupun kuno memiliki struktur dasar yang sama, namun bahan dan detailnya sangat bervariasi tergantung daerah dan aliran.

1. Struktur Dasar dan Bahan Baku Utama

Pemilihan bahan baku adalah kunci. Secara tradisional, Gedhogan terbuat dari kayu pilihan yang dianggap memiliki aura mistis, seperti kayu Jati (Tectona grandis) yang kuat dan tahan lama, atau kayu Pule (Alstonia scholaris) yang ringan dan mudah diukir. Proses pengukiran bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, karena detail wajah, ukiran mahkota, dan rongga mata harus sempurna. Kayu yang digunakan seringkali merupakan kayu yang diambil melalui ritual khusus, menandakan bahwa Barong bukan sekadar benda seni, melainkan wadah spiritual.

2. Mahkota dan Rambut (Jambang)

Mahkota (disebut juga Sumping atau Kuluk) adalah bagian paling dekoratif yang menempel di atas kepala Barong. Mahkota ini biasanya dihiasi ukiran daun, bunga, atau bentuk-bentuk mitologis yang dicat emas atau perak, melambangkan keagungan dan kekuasaan. Elemen rambut atau jambang (gondoriyo) adalah ciri khas Barong. Rambut ini harus tebal, panjang, dan menutupi hampir seluruh badan penari. Secara tradisional, jambang dibuat dari serat ijuk atau jerami yang diolah khusus. Namun, kini banyak yang menggunakan tali rafia atau tali plastik berwarna cerah (hitam, merah, kuning) untuk daya tahan dan warna yang lebih mencolok saat pementasan. Kuantitas dan kualitas jambang menentukan kemegahan Barong.

3. Ekspresi Wajah dan Gigi Taring

Wajah Barong harus menampakkan aura kekuatan dan ketakutan sekaligus keagungan. Matanya dibuat melotot, seringkali menggunakan bola kaca atau bahan mengkilap lainnya untuk menciptakan efek tatapan yang tajam dan hidup. Gigi taringnya (waja) terbuat dari kayu atau tulang yang dicat putih menonjol keluar, menekankan sifat buas dari makhluk mitologis tersebut. Rahang Barong harus memiliki mekanisme engsel yang kuat, memungkinkan penari untuk membuka dan menutup mulut Barong dengan gerakan menghentak yang dramatis, menghasilkan bunyi "klotak-klotak" yang khas.

II. Pakaian dan Aksesori Penari Barongan

Topeng Barong hanya satu bagian; agar Barongan satu set menjadi lengkap, pakaian penari harus mencerminkan karakter dan memberikan ilusi bahwa Barong adalah makhluk utuh. Pakaian ini dirancang tidak hanya untuk estetika, tetapi juga untuk menahan beban topeng dan gerakan dinamis yang dilakukan oleh dua penari di dalamnya.

1. Kain Penutup Tubuh dan Tubuh Barong

Kain penutup tubuh Barong adalah kain panjang tebal yang berfungsi menyatukan penari depan (pemegang kepala) dan penari belakang (pemegang ekor). Kain ini biasanya berwarna gelap (hitam, cokelat tua) dan dihiasi dengan sulaman atau aplikasi kain berwarna kontras. Fungsinya sangat penting: pertama, menyembunyikan penari; kedua, memberikan dimensi visual tubuh Barong yang panjang dan berotot. Kain ini harus sangat kuat karena harus menahan ketegangan saat Barong bergerak meliuk, berputar, atau melompat.

2. Kostum Penari Pendukung (Jaranan/Pecut)

Dalam pementasan Barongan yang lengkap, selalu ada penari pendukung, terutama penari Jaranan (Kuda Lumping) atau Bujang Ganong. Pakaian mereka adalah bagian integral dari Barongan satu set. Penari Jaranan menggunakan:

3. Pecut (Cambuk)

Pecut adalah aksesori penting yang hampir selalu ada dalam Barongan satu set, terutama dalam tradisi Jaranan. Pecut terbuat dari anyaman kulit atau tali yang kuat, seringkali dihiasi gagang dari kayu berukir. Pecut bukan hanya properti, tetapi alat bantu ritual. Bunyi pecut yang keras (darr!) digunakan untuk memicu energi, memberikan penekanan dramatis, dan secara ritual dianggap sebagai alat pengendali kekuatan spiritual yang dilepaskan selama pementasan. Sebuah set Barongan yang serius akan memiliki Pecut yang terawat baik dan seringkali diisi dengan ‘kekuatan’ tertentu oleh sang pawang.

III. Filosofi dan Makna Simbolis

Barongan satu set adalah cerminan kosmologi Jawa atau Bali. Setiap komponen memiliki makna yang mendalam, menjadikannya lebih dari sekadar tontonan, tetapi juga ritual komunikasi dengan alam gaib dan leluhur.

1. Barong sebagai Simbol Kekuatan Pelindung

Dalam konteks Jawa, Barong sering diinterpretasikan sebagai perwujudan Singo Barong atau Gajah Barong, yang melambangkan kekuatan alam yang buas namun adil. Di Bali, Barong adalah perwakilan Dharma (kebaikan) yang melawan Rangda (kejahatan). Topeng Barong, dengan mata melotot dan taringnya, adalah representasi dari kekuatan pelindung yang siap menghadapi energi negatif. Kayu yang digunakan untuk membuat kepala Barong, serta detail ukiran yang rumit, diyakini mampu menjadi mediator antara dunia manusia dan dunia roh.

Penggunaan warna dalam satu set Barongan juga sangat filosofis. Warna Merah pada lidah atau mata sering melambangkan keberanian dan api, sementara warna Emas atau Kuning pada mahkota melambangkan keagungan dan kekayaan spiritual. Bahkan serat ijuk yang digunakan sebagai jambang Barong melambangkan kesuburan dan kekuatan alam yang tak terbatas, mengaitkan Barong langsung dengan entitas hutan dan gunung.

2. Makna Aksesori Pakaian

Aksesori pakaian seperti Gongseng bukan sekadar alat musik; deringannya dalam konteks ritual dipercaya dapat mengusir roh jahat atau membantu penari mencapai kondisi trance (lindu). Kondisi ini penting karena dalam banyak pementasan Barongan, terutama yang berakar pada ritual, penari tidak hanya menari tetapi juga meminjamkan tubuhnya kepada entitas spiritual. Sabuk Stagen yang diikat ketat melambangkan pengendalian diri dan fokus, sebuah persiapan fisik dan mental sebelum penari memasuki wilayah spiritual yang lebih dalam.

Demikian pula, Kain Penutup Tubuh Barong yang seringkali dihiasi motif batik atau kawung tertentu membawa simbol kemakmuran dan siklus kehidupan. Filosofi yang terkandung dalam satu set Barongan tidak hanya berdiam pada topengnya, tetapi meresap hingga ke benang terakhir pada kostum penari dan bunyi instrumen yang dimainkan.

IV. Barongan Satu Set dan Alat Musik Pengiring (Gamelan)

Barongan satu set tidak akan lengkap tanpa iringan musik tradisional yang khas. Musik berfungsi sebagai ruh pementasan, mengatur ritme tarian, dan menciptakan suasana magis yang diperlukan untuk penceritaan dan ritual.

1. Instrumen Utama dalam Gamelan Barongan

Gamelan Barongan biasanya terdiri dari beberapa instrumen penting yang wajib ada untuk menciptakan ritme yang benar. Meskipun komposisi gamelan bisa berbeda antar-daerah, elemen-elemen ini umumnya ditemukan:

Kualitas bunyi dari instrumen gamelan harus disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan Barong. Suara yang dihasilkan harus energik, kadang mendominasi, dan mampu membangkitkan semangat penonton sekaligus memfasilitasi kondisi trance pada penari. Dalam satu set Barongan yang komplet, instrumen musik ini tidak boleh digantikan oleh musik modern atau rekaman, karena instrumen tradisional dipercaya membawa resonansi spiritual yang otentik.

2. Peran Juru Iring (Wiyogo)

Wiyogo (pemain gamelan) adalah bagian tak terpisahkan dari Barongan satu set. Mereka bukan sekadar musisi; mereka adalah pencerita ritmis yang harus memahami setiap gerakan Barong, setiap hentakan kaki Jaranan, dan setiap sinyal dari pawang. Komunikasi antara Wiyogo, penari, dan Barong harus sinkron total. Jika Barong bersemangat, Wiyogo harus merespons dengan tempo yang semakin cepat dan keras. Jika Barong memasuki fase meditatif atau ritual, Wiyogo harus menurunkan tempo dan volume. Kehadiran Wiyogo yang terampil memastikan bahwa seluruh set berfungsi sebagai satu kesatuan harmonis.

V. Proses Pembuatan dan Perawatan Barongan

Mendapatkan Barongan satu set yang berkualitas tinggi membutuhkan investasi waktu, keahlian, dan dedikasi. Proses pembuatannya adalah warisan turun-temurun, sementara perawatannya adalah bentuk penghormatan terhadap entitas spiritual yang diwakilinya.

1. Tahapan Ukir dan Pewarnaan

Tahap pertama adalah pemilihan kayu. Setelah kayu dipilih dan dikeringkan secara alami, proses ukir dimulai. Pengukir (undhagi) harus memiliki pemahaman mendalam tentang anatomi mitologis Barong. Bagian mata, hidung, dan rahang diukir dengan ketelitian ekstrem untuk memastikan ekspresi yang hidup.

Setelah ukiran selesai, Barong dihaluskan dan masuk ke tahap pewarnaan. Cat dasar yang kuat diperlukan untuk menahan cuaca dan keringat penari. Warna-warna cerah seperti merah, emas, dan hijau sering mendominasi. Pewarnaan ini tidak hanya artistik; ia berfungsi untuk membedakan jenis Barong (misalnya, Barong Ket dari Bali berbeda warna dan bentuk dari Barong Blora atau Ponorogo).

2. Ritual Penyucian (Jamasan)

Barongan, terutama yang tua, dianggap memiliki ‘isi’ atau roh penjaga. Oleh karena itu, bagian dari kepemilikan Barongan satu set adalah kewajiban merawatnya secara ritual melalui proses Jamasan (penyucian). Jamasan biasanya dilakukan pada bulan Suro (Muharram) atau pada waktu-waktu khusus lainnya.

Proses ini melibatkan pembersihan topeng dan aksesori dengan air kembang tujuh rupa, membakar dupa atau kemenyan, dan pembacaan mantra. Jamasan berfungsi membersihkan Barong secara fisik dari debu dan keringat, sekaligus mengisi kembali energi spiritualnya. Tanpa perawatan ritual ini, sebuah kelompok percaya bahwa kekuatan pementasan mereka akan berkurang atau bahkan hilang. Semua komponen Barongan satu set, termasuk pecut dan kuda lumping, harus ikut di-jamasan.

3. Perawatan Fisik Komponen Set

Perawatan fisik harian Barongan sangat penting:

VI. Variasi Regional dalam Barongan Satu Set

Meskipun konsep Barongan satu set berpusat pada topeng dan pengiring, terdapat perbedaan signifikan antara satu daerah dengan daerah lain, terutama antara Jawa Timur (Reog Ponorogo), Jawa Tengah (Blora/Kudus), dan Bali (Barong Ket).

1. Barongan Blora dan Jawa Tengah

Barongan Blora dikenal memiliki kepala Barong yang lebih sederhana, namun memiliki ekspresi yang sangat tegas dan rahang yang besar. Barongan satu set dari Blora seringkali memasukkan elemen Kuda Lumping yang dominan dan fokus pada adegan trance (kesurupan) yang sangat intens. Pakaian penari di Jawa Tengah cenderung menggunakan warna dasar seperti hitam dan merah, dengan hiasan yang lebih menekankan pada kesederhanaan namun berkesan sakral.

Aksesoris penting dalam Barongan Blora adalah pecut yang sangat panjang dan seringkali melibatkan interaksi langsung antara penari dan pecut tersebut. Dalam satu set ini, peran pawang sangat vital sebagai pengendali kesurupan, dan properti ritual seperti kemenyan dan sesajen adalah bagian tak terpisahkan dari set pementasan. Kompleksitas ritual ini membutuhkan persiapan set yang sangat detail, mulai dari penempatan sesajen di sudut pementasan hingga pemilihan kendang yang memiliki nada khas Blora.

2. Barongan Reog Ponorogo (Singa Barong)

Singa Barong dalam Reog Ponorogo adalah topeng terbesar, yang dibawa oleh satu orang (penopang) sambil membawa penari jathil (perempuan berkuda) di atasnya. Struktur satu set Reog sangat berbeda karena menuntut kekuatan fisik luar biasa dan topeng yang sangat besar (Dadak Merak). Dalam set Reog, yang menjadi fokus utama adalah hiasan Merak dan Bulu (Dadak Merak), bukan hanya kepala singa. Kostum penarinya, Jathil dan Warok, memiliki ciri khas yang sangat kuat, dengan Warok yang identik dengan pakaian serba hitam dan kumis tebal. Gamelan untuk Reog juga memiliki ritme yang lebih cepat dan didominasi oleh kendang besar serta angklung Reog.

3. Barong Bali (Barong Ket)

Barong Ket dari Bali memiliki bentuk yang lebih menyerupai gabungan harimau, singa, dan lembu. Kain penutup tubuhnya (gelungan) dihiasi cermin-cermin kecil (kaca-kaca) dan sulaman emas, menjadikannya sangat mewah. Barongan satu set Bali wajib melibatkan unsur Rangda (Ibu dari segala roh jahat) untuk menampilkan dualitas Rwa Bhineda (keseimbangan baik dan buruk).

Musik pengiringnya adalah Gamelan Gong Kebyar, yang memiliki nada dan tempo yang berbeda jauh dari gamelan Jawa. Dalam konteks Bali, seluruh set Barong, dari topeng hingga pakaian, diperlakukan sebagai benda sakral yang disakralkan di Pura atau Bale Banjar, dan hanya dikeluarkan pada upacara-upacara tertentu. Detail ukiran pada mahkota Barong Bali seringkali lebih halus dan menggunakan material yang lebih berharga dibandingkan Barongan Jawa.

VII. Detailing Komponen Pakaian dalam Barongan Satu Set

Untuk mencapai pemahaman lengkap tentang Barongan satu set, kita perlu membedah lebih jauh detail pakaian penari yang seringkali luput dari perhatian, padahal memiliki peran fungsional dan simbolis yang masif.

1. Ulasan Mendalam Mengenai Gongseng

Gongseng, atau lonceng kaki, adalah alat yang wajib ada. Terbuat dari tembaga atau kuningan kecil, lonceng ini diikatkan pada tali kulit atau kain tebal, melingkari pergelangan kaki penari Jaranan. Fungsionalitas Gongseng adalah ganda: sebagai penanda kehadiran penari dan sebagai instrumen ritmis yang melengkapi Kendhang. Ketika penari bergerak, bunyi Gongseng memberikan sinkronisasi yang ketat antara gerakan kaki, irama gamelan, dan energi pertunjukan. Dalam konteks ritual, suara gemerincing yang terus-menerus ini diyakini menciptakan frekuensi yang membantu penari mencapai kondisi spiritual yang diinginkan, seringkali menjadi elemen krusial dalam adegan kesurupan massal.

2. Peran Udheng dan Hiasan Kepala

Udheng (ikat kepala) atau Kupluk yang digunakan oleh penari Barongan (terutama penari yang ada di luar topeng utama) tidak sembarangan. Udheng terbuat dari kain batik khusus atau kain blangkon. Fungsinya adalah menjaga rambut dan memberikan kesan rapi, namun secara simbolis, udheng juga dipercaya melindungi ubun-ubun penari dari gangguan spiritual selama pementasan yang intens. Hiasan kepala ini sering kali memiliki motif yang sama dengan kain penutup Barong, menciptakan konsistensi visual dalam keseluruhan set. Khusus untuk penari Bujang Ganong (dalam Reog atau Barongan tertentu), penutup kepala adalah topeng kecil berambut gimbal yang sangat ikonik, yang juga harus termasuk dalam hitungan Barongan satu set yang lengkap.

3. Kain Sampur (Selendang)

Sampur atau selendang adalah salah satu elemen paling dinamis dalam tarian tradisional. Sampur yang digunakan oleh penari pendukung (seperti Jaranan atau Jathilan) biasanya berwarna cerah (merah, hijau, kuning) dan terbuat dari bahan ringan seperti sifon atau sutra tiruan agar mudah melambai di udara. Gerakan sampur bukan sekadar keindahan, melainkan perpanjangan emosi penari. Ketika Barong sedang bertarung atau beraksi, gerakan sampur yang mengayun dramatis menambah kesan agresif dan heroik pada pementasan.

VIII. Properti Tambahan yang Menyempurnakan Set

Selain komponen utama berupa topeng, kostum, dan musik, Barongan satu set yang sempurna juga mencakup properti pendukung yang mutlak diperlukan untuk narasi pementasan dan ritual.

1. Kuda Lumping (Kuda Kepang)

Kuda Lumping (terbuat dari anyaman bambu) adalah properti wajib dalam Barongan gaya Jaranan. Dalam satu set, minimal harus tersedia lima hingga sepuluh kuda lumping. Kuda ini melambangkan pasukan berkuda Patih Gajah Mada atau simbol kekuatan militer kuno. Perawatan Kuda Lumping juga termasuk dalam perawatan set Barongan; kuda ini harus dicat ulang secara berkala, dan tali pegangannya harus dipastikan kuat. Kuda Lumping yang terawat baik memiliki nilai artistik tinggi dan ikut di-jamasan bersama Barong utama.

2. Sesajen dan Dupa (Bokor Sesaji)

Meskipun bukan properti panggung yang terlihat oleh penonton awam, Bokor Sesaji (wadah sesajen) dan dupa/kemenyan adalah properti ritual yang merupakan bagian integral dari Barongan satu set. Sesajen ini diletakkan di area pementasan sebelum pertunjukan dimulai sebagai bentuk permohonan izin kepada leluhur dan penguasa alam setempat. Elemen-elemen dalam sesajen, seperti kembang tujuh rupa, nasi tumpeng kecil, dan air suci, dipercaya membuka jalan bagi masuknya energi spiritual, yang memungkinkan Barong menampilkan kekuatannya secara maksimal. Tanpa ritual ini, kelompok Barongan seringkali menolak untuk tampil, karena dianggap tidak lengkap secara spiritual.

3. Lanjam dan Tombak

Beberapa kelompok Barongan, khususnya yang memiliki unsur perang atau pertarungan di dalamnya, menggunakan Lanjam (sejenis golok pendek) atau Tombak sebagai properti pelengkap. Meskipun hanya properti, benda-benda ini harus dibuat menyerupai senjata asli dan dipegang oleh penari dengan gerakan yang terstruktur. Properti ini menambah unsur dramatisasi konflik dalam narasi Barongan.

IX. Pelestarian dan Tantangan Modernisasi Barongan Satu Set

Pelestarian Barongan satu set bukan hanya tentang menjaga fisik topeng, tetapi juga menjaga kesinambungan tradisi pembuatan, ritual, dan pementasannya di tengah arus modernisasi.

1. Regenerasi Pengukir dan Penari

Tantangan terbesar dalam melestarikan Barongan satu set adalah regenerasi. Keahlian mengukir kepala Barong dengan detail filosofis adalah ilmu langka yang harus diturunkan. Demikian pula, keahlian menari Barong, yang membutuhkan kekuatan fisik luar biasa dan pemahaman spiritual yang mendalam, tidak dapat dipelajari secara instan. Organisasi seni Barongan harus aktif merekrut dan melatih generasi muda, tidak hanya sebagai penari, tetapi juga sebagai perawat set (orang yang bertanggung jawab atas Jamasan dan perbaikan).

2. Adaptasi Material dalam Pembuatan Set

Untuk menjaga keberlangsungan, beberapa kelompok Barongan telah beradaptasi dengan menggunakan material yang lebih modern. Misalnya, mengganti serat ijuk asli dengan rafia atau mengganti kayu keras langka dengan kayu yang lebih mudah didapat, asalkan ukiran dan bentuknya tetap sesuai standar tradisional. Begitu pula dalam kostum, penggunaan bahan sintetis yang lebih tahan lama dan lebih murah dapat mengurangi biaya operasional kelompok, memungkinkan Barongan satu set untuk lebih sering tampil dan bertahan secara finansial.

3. Digitalisasi dan Dokumentasi

Upaya pelestarian modern juga mencakup pendokumentasian secara digital. Setiap detail Barongan satu set, mulai dari pola ukiran topeng, notasi musik gamelan, hingga tata cara ritual Jamasan, harus didokumentasikan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa, meskipun terjadi perubahan material atau penari, filosofi dan struktur dasar Barongan satu set tidak hilang. Dokumentasi digital juga memudahkan para peneliti dan seniman di masa depan untuk merekonstruksi atau memahami sejarah detail setiap komponen Barong.

X. Kesimpulan Mengenai Barongan Satu Set

Barongan satu set adalah mahakarya komprehensif yang mewakili jalinan antara seni rupa (ukiran), seni gerak (tari), seni suara (gamelan), dan filsafat spiritual. Definisi "satu set" melampaui topeng fisik; ia mencakup kain penutup tubuh yang memberi ilusi kehidupan, Gongseng yang mengatur ritme spiritual, Pecut yang menyulut energi, Gamelan yang menjadi jantung pertunjukan, dan bahkan sesajen yang menghubungkan set tersebut dengan kekuatan kosmik.

Memiliki dan merawat Barongan satu set adalah tugas suci yang diemban oleh para pelestari budaya. Setiap detail, mulai dari kilatan mata kaca Barong hingga gemerincing lonceng kaki penari, saling berkaitan erat, menciptakan sebuah narasi pertunjukan yang utuh, dinamis, dan sakral. Penghargaan terhadap Barongan satu set adalah penghargaan terhadap kekayaan tak ternilai dari warisan budaya Nusantara yang harus terus dijaga keaslian dan kemegahannya untuk generasi yang akan datang. Keberadaan set Barongan yang lengkap memastikan bahwa esensi pertunjukan, yang merupakan perpaduan antara hiburan dan ritual, dapat terus berlanjut tanpa mengurangi makna filosofisnya yang mendalam dan abadi.

***

🏠 Homepage