Barongan Santer Devil: Menguak Kekuatan Gaib Sang Raja Hutan yang Mengerikan

Ilustrasi Kepala Barongan yang Santer Kepala Barongan (Singo Barong) yang dibuat menyeramkan dengan gigi taring tajam dan mata merah menyala, melambangkan kekuatan mistis yang 'santer devil'.
Alt Text: Kepala Barongan Singo Barong dengan mata merah menyala, melambangkan kekuatan gaib yang santer.

Barongan, sebuah entitas seni pertunjukan tradisional Jawa, jauh melampaui sekadar topeng dan gerakan tari. Ia adalah manifestasi spiritual, narasi sejarah yang terukir dalam kayu, dan, yang paling penting, sebuah portal menuju dimensi gaib yang menakutkan sekaligus memukau. Dalam diskursus kontemporer, sering kali kita menemukan frasa ‘Barongan Santer Devil’—sebuah istilah yang menangkap intensitas, kekuatan mistis yang kuat (‘santer’), dan nuansa gelap (‘devil’ atau iblis) yang melekat pada pertunjukan yang paling autentik.

Fenomena ini bukan sekadar hiperbola; ia merujuk pada energi yang mampu menarik penonton ke dalam kondisi trans, bahkan menyebabkan penari mengalami kesurupan (possesi). Artikel ini akan menyelami lapisan-lapisan kekejaman estetika dan spiritual yang membuat Barongan tetap relevan, menakutkan, dan tak tertandingi dalam lanskap budaya Nusantara.

I. Akar Filosofis dan Mitologi Singa Pembawa Petaka

Untuk memahami mengapa Barongan disebut ‘santer’ atau kuat secara spiritual, kita harus kembali ke akar mitologinya. Barongan yang paling dikenal, Singo Barong, bukanlah sekadar singa biasa. Ia adalah representasi kekuasaan absolut, baik yang konstruktif maupun destruktif. Dalam banyak versi, Singo Barong dikaitkan dengan kisah-kisah di era Majapahit atau Kediri, seringkali beririsan dengan narasi Reog Ponorogo, meskipun ia telah berkembang menjadi entitas seni yang independen di banyak wilayah Jawa Tengah dan Timur.

1. Singo Barong dan Konsep Kekuatan Mistik

Singo Barong melambangkan penguasa alam liar, entitas yang tidak tunduk pada norma manusia. Ia adalah simbol kewibawaan yang ekstrim dan energi liyan (yang lain) yang mendiami batas-batas peradaban. Ketika topeng Barongan dipakai, ia tidak hanya menutupi wajah penari; ia diyakini memanggil entitas spiritual yang terkait dengan topeng itu sendiri.

Kekuatan yang santer ini berasal dari keyakinan bahwa setiap Barongan yang berusia tua dan sering digunakan dalam ritual telah menyerap energi dari alam. Kayu yang digunakan, rambut ijuk, dan ornamen yang diukir bukan sekadar material, melainkan medium penghubung. Semakin sering Barongan dipertontonkan dan semakin banyak ritual persembahan yang dilakukan, semakin kuat pula ‘roh’ atau dhanyang (penunggu) yang bersemayam di dalamnya.

2. Pertentangan Kosmis: Raja Hutan dan Kekuatan Negatif

Istilah ‘devil’ dalam konteks Barongan tidak selalu merujuk pada Iblis dalam arti agama Abrahamik, melainkan lebih kepada kekuatan elemental yang gelap, primal, dan sulit dikendalikan. Singo Barong, dengan mata merahnya yang melotot dan gerakan yang liar, merefleksikan kekuatan negatif yang harus diakomodasi dan dikelola agar tidak merusak tatanan desa. Dalam pandangan Jawa, kekuatan kosmis selalu berpasangan: ada kebaikan (putih) dan keburukan (hitam), dan Singo Barong sering berada di wilayah abu-abu—kekuatan yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan, namun berbahaya jika lepas kendali.

Proses pemanggilan kekuatan ini, yang dikenal sebagai ndadi atau jathilan dalam beberapa konteks, adalah titik paling kritis. Ketika energi Barongan mencapai puncaknya, penari tidak lagi sekadar menari; ia menjadi instrumen bagi entitas yang merasuki. Inilah yang membuat Barongan begitu santer dan menakutkan, karena penonton menyaksikan batas antara manusia dan alam gaib terhapus secara brutal.

II. Anatomi Kesurupan dan Ekstase Ritual

Inti dari reputasi ‘Barongan Santer Devil’ terletak pada fenomena kesurupan atau kerasukan. Ini adalah momen klimaks yang dinantikan sekaligus ditakuti oleh penonton, di mana seni pertunjukan bertransformasi menjadi ritual penyembuhan, peringatan, atau bahkan manifestasi kemarahan leluhur.

1. Transisi ke Ndadi (Kerasukan)

Proses ndadi atau trans dimulai dengan ritme musik Gamelan yang semakin cepat dan intens, terutama irama kendang yang memukul jantung pertunjukan. Penari Barongan, yang sebelumnya mungkin telah menjalani puasa atau ritual khusus, mulai menunjukkan perubahan perilaku:

Kondisi ini menegaskan bahwa Barongan bukan hanya tarian koreografi; ia adalah sebuah medium spiritual. Jika kesurupan terjadi, itu artinya entitas Barongan berhasil berkomunikasi atau mengklaim raga penari sebagai wadahnya. Kekuatan yang keluar dalam wujud tersebut adalah energi purba yang sering dianggap memiliki karakter ‘devilish’ karena sifatnya yang destruktif, liar, dan tidak mengenal logika manusia.

2. Peran Waranggana (Pawang) dan Penyeimbangan

Meskipun energi Barongan santer dan mengerikan, pertunjukan selalu berada di bawah kendali seorang Waranggana (pawang) atau dalang. Tugas Waranggana sangat krusial; mereka berfungsi sebagai jembatan antara dunia manusia dan dunia roh. Mereka yang memiliki kemampuan spiritual untuk memanggil, mengendalikan, dan, yang terpenting, mengembalikan roh Barongan ke habitatnya.

Tanpa peran Waranggana, pertunjukan bisa berakhir tragis. Kekuatan ‘devil’ yang terlalu santer dapat menyebabkan penari terluka parah atau bahkan tidak bisa kembali ke kesadaran normal. Ritual penyadaran kembali (pengobatan) biasanya melibatkan mantra, air suci, dan sentuhan Waranggana, yang bernegosiasi dengan entitas yang merasuki untuk melepaskan penari.

III. Material dan Pusaka: Wadah Sang Roh

Kekuatan ‘Santer Devil’ tidak muncul dari udara kosong. Ia tersemat dalam fisik topeng dan perlengkapan Barongan itu sendiri, yang sering diperlakukan sebagai pusaka yang sakral dan membutuhkan perlakuan khusus.

1. Kayu dan Ritual Pembuatan

Kepala Barongan (Klampo Barongan) harus dibuat dari jenis kayu tertentu yang diyakini memiliki resonansi spiritual tinggi, seperti kayu randu alas atau jati tua. Proses pembuatannya pun jauh dari sekadar kerajinan tangan biasa; ia melibatkan puasa, tirakat, dan ritual penetralisir. Sebelum ukiran dimulai, sesajen lengkap harus dipersembahkan untuk meminta izin kepada dhanyang (penunggu) kayu dan roh leluhur yang akan diwakili oleh Barongan tersebut.

Setiap goresan pahat sang pembuat ukir (undagi) membawa intensi spiritual. Oleh karena itu, sebuah Barongan yang telah selesai dan diyakini ‘hidup’ secara spiritual tidak boleh diperlakukan sembarangan. Menyentuhnya tanpa izin atau mengabaikan ritual persembahan dapat mengundang murka roh, menjadikan topeng tersebut semakin ‘santer’ dalam konotasi negatif.

2. Ijuk, Kuda Lumping, dan Simbolisme Liar

Tubuh Barongan, yang biasanya terbuat dari karung goni atau kain hitam tebal dan dihiasi ijuk (serabut kelapa) tebal, menambah kesan liar dan primitif. Ijuk tebal melambangkan rambut singa atau bahkan energi kekacauan yang tak teratur.

Dalam pertunjukan Barongan, Singo Barong sering diiringi oleh Jathilan (penari kuda lumping). Kuda lumping, yang juga mengalami kesurupan, menjadi 'pasukan' liar yang tunduk pada kekejaman Singo Barong. Gabungan energi trans dari Barongan dan Jathilan menciptakan badai spiritual di arena pertunjukan, menghasilkan atmosfir yang sangat ‘santer’—di mana roh-roh elemental berinteraksi secara masif dengan dunia fisik.

Ritual pendukung ini semakin memperkuat citra ‘devil’ yang melekat, karena kuda-kuda dan penari diiringi musik yang memekakkan telinga, melahap sesajen, dan menunjukkan kekuatan fisik yang abnormal. Ini adalah tontonan yang dirancang untuk membangkitkan rasa takut, hormat, dan kekaguman terhadap kekuatan yang lebih besar dari manusia.

IV. Persembahan dan Pantangan: Mengelola Api yang Membakar

Kekuatan yang santer membutuhkan pemeliharaan yang intensif. Jika sebuah pusaka Barongan diabaikan, energinya tidak hilang, melainkan dapat berubah menjadi kekuatan destruktif yang menyerang pemiliknya atau masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, ritual persembahan dan pantangan adalah bagian integral dari kehidupan Barongan.

1. Sesajen Wajib dan Tujuh Unsur

Sebelum Barongan dipertunjukkan, terutama jika dimaksudkan untuk upacara adat atau ritual pengobatan, sesajen harus disiapkan dengan sangat teliti. Sesajen ini umumnya terdiri dari tujuh unsur utama, yang masing-masing melambangkan dimensi alam semesta dalam kosmologi Jawa:

Kelalaian dalam menyediakan sesajen ini dianggap sebagai penghinaan besar. Roh Barongan yang marah, yang sering disebut bersifat ‘devilish’ karena ketidakrasionalannya, bisa menyerang penari secara mendadak atau mengganggu kesehatan spiritual seluruh rombongan.

2. Pantangan dan Etika Pertunjukan

Selain persembahan, setiap anggota rombongan Barongan, terutama sang penari utama, harus mematuhi serangkaian pantangan (larangan) ketat. Pantangan ini dirancang untuk menjaga kesucian diri dan memperkuat ‘pagar’ spiritual:

Pelanggaran terhadap pantangan ini sering kali menjadi penyebab utama mengapa Barongan menjadi semakin ‘santer devil’ dan tak terkendali. Kekuatan yang seharusnya menjadi penyeimbang, berubah menjadi kekuatan perusak yang memanifestasikan kemarahan entitas gaib.

V. Barongan di Tengah Modernitas: Melestarikan Kekejaman Estetika

Di era digital, tantangan terbesar bagi Barongan adalah menjaga keautentikannya di tengah tuntutan hiburan. Banyak pertunjukan Barongan modern cenderung mengurangi unsur ritual dan kesurupan demi aspek koreografi dan keamanan. Namun, di daerah-daerah yang masih menjunjung tinggi tradisi, kekuatan ‘Santer Devil’ justru menjadi daya tarik yang unik.

1. Barongan Komersial vs. Barongan Ritual

Barongan yang disajikan untuk festival wisata atau acara pemerintah biasanya telah ‘dinetralisir’. Efek kerasukan mungkin hanya dilakukan secara teatrikal, atau hanya melibatkan penari yang sudah sangat terlatih untuk mengendalikan trans mereka. Barongan jenis ini fokus pada keindahan gerak dan kostum, serta narasi yang mudah dicerna.

Sebaliknya, Barongan yang benar-benar ‘santer’ hanya dapat ditemukan dalam konteks ritual adat, seperti upacara bersih desa, tolak bala, atau pengobatan alternatif. Dalam konteks inilah kekuatan ndadi muncul dengan intensitas penuh, seringkali melibatkan interaksi langsung dengan penonton yang mungkin mencari berkah atau solusi spiritual. Barongan ritual adalah manifestasi nyata dari ketegangan antara seni dan keyakinan spiritual yang mendalam.

2. Pengaruh Media Sosial dan Eksploitasi Mistis

Istilah ‘Barongan Santer Devil’ sendiri sebagian besar tersebar melalui media sosial. Video-video kerasukan ekstrem, memakan beling, atau atraksi kekebalan menjadi viral, yang secara paradoks, membantu melestarikan reputasi Barongan sebagai seni yang berbahaya dan sakral.

Namun, eksploitasi ini juga menimbulkan kritik. Para budayawan khawatir bahwa fokus hanya pada aspek ‘devilish’ akan mengesampingkan nilai filosofis dan historis Barongan. Bagi mereka, Barongan adalah tarian penguasa yang mengajarkan pengendalian diri, bukan sekadar pertunjukan horor atau kesaktian. Tantangannya adalah bagaimana menyajikan intensitas spiritual Barongan tanpa harus mengorbankan penari atau mematerialisasikan roh untuk kepentingan tontonan semata.

Bagi generasi muda, Barongan menjadi jembatan untuk memahami kosmologi leluhur. Mereka melihat bahwa ada kekuatan yang lebih besar di luar nalar, dan bahwa seni tradisional Indonesia mengandung lapisan-lapisan spiritual yang tak terhingga. Ketakutan yang ditimbulkan oleh Barongan Santer Devil adalah ketakutan yang mendidik, mengingatkan manusia akan eksistensi alam gaib yang hidup berdampingan.

VI. Studi Kasus Regional: Intensitas yang Berbeda

Meskipun konsep Singo Barong bersifat universal di Jawa, intensitas mistis dan cara manifestasi ‘devil’s energy’ bervariasi antar daerah. Tiga wilayah utama menunjukkan karakteristik kekuatan Barongan yang berbeda.

1. Barongan Blora (Jawa Tengah): Kekuatan Lincah dan Eksotik

Barongan Blora dikenal memiliki gerakan yang lebih lincah dan teatrikal. Walaupun unsur ritualnya kuat, fokusnya juga terletak pada harmonisasi musik dan gerak lincah yang kontras dengan topengnya yang besar. Namun, ketika ‘Santer Devil’ Barongan Blora muncul, ia seringkali mengambil bentuk kesurupan yang bergerak cepat, memutar, dan memiliki kemampuan akrobatik yang luar biasa.

Di Blora, kekuatan ini sering dikaitkan dengan legenda Hutan Jati yang angker, di mana roh-roh kuno (dhanyang) penjaga hutan diyakini merasuki Barongan. Peran Jathilan (penari kuda lumping) sangat dominan di Blora, menambah intensitas massal trans di lapangan.

2. Barongan Kediri/Jawa Timur: Agresif dan Kekuatan Primal

Di Jawa Timur, Barongan seringkali memiliki ukuran yang lebih besar dan ekspresi wajah yang lebih agresif. Energi ‘Santer Devil’ di Kediri atau sekitarnya dikenal sangat primal dan brutal. Penari yang kerasukan cenderung menunjukkan perilaku yang sangat buas, termasuk meraung, memukul tanah, dan mencoba menyerang benda-benda di sekitarnya. Ini merefleksikan mitologi yang lebih dekat dengan kekuasaan Raja Brawijaya atau era pemberontakan yang keras.

Di wilayah ini, peran Gamelan sangat penting dalam memprovokasi trans. Ritme yang berulang, cepat, dan monoton berfungsi sebagai induksi hipnotis yang membuka pintu bagi entitas spiritual. Intensitas musik adalah kunci yang menentukan seberapa jauh penari akan ‘terbawa’ oleh kekuatan ‘devil’ yang ada dalam pusaka Barongan.

3. Perbandingan dengan Barong Bali: Spiritual vs. Pelindung

Meskipun Barongan Jawa dan Barong Bali memiliki kesamaan etimologis, manifestasi spiritualnya sangat berbeda. Barong Bali (seringkali dalam wujud Barong Ket) adalah entitas pelindung, perwujudan kebaikan (Dharma) yang bertarung melawan Rangda (kejahatan/Adharma). Barong Bali juga bisa menyebabkan kerasukan (ngurek), namun kerasukan ini bersifat defensif dan kolektif, melindungi masyarakat dari kejahatan.

Barongan Jawa, khususnya Singo Barong yang santer, lebih ambigu. Ia mewakili kekuatan alam yang murni, yang bisa menjadi pelindung, tetapi juga bisa menuntut tumbal jika tidak dihormati. Kekuatan ‘devil’ dalam Barongan Jawa lebih kepada kekuatan elemental yang harus diatur, bukan musuh yang harus dihancurkan. Inilah yang membuat Barongan Jawa memiliki nuansa yang lebih gelap dan mengerikan.

VII. Menyelami Keindahan dan Ketakutan dalam Estetika Barongan

Mengapa masyarakat masih mencintai Barongan, meskipun ia membawa risiko kerasukan dan energi yang menakutkan? Jawabannya terletak pada estetika yang unik dan kemampuan Barongan untuk memberikan pengalaman katarsis kolektif.

1. Musik Gamelan dan Hipnosis Kolektif

Tarian Barongan tidak akan ‘santer’ tanpa Gamelan. Gamelan yang mengiringi Barongan memiliki karakteristik yang khas—seringkali lebih cepat, lebih kasar, dan lebih dominan di bagian kendang (drum). Ritme yang dihasilkan menciptakan gelombang suara yang tidak hanya didengar, tetapi juga dirasakan secara fisik, menembus batas rasionalitas penonton.

Ketika penari mulai bergerak dalam trans, suara Gamelan bertindak sebagai tali pengikat antara roh yang merasuk dan tubuh penari. Setiap nada, setiap pukulan gong, adalah bagian dari mantra yang menopang keadaan trans. Dalam banyak kasus, ketika Gamelan dihentikan secara tiba-tiba, entitas ‘devil’ yang merasuk dapat merasa bingung atau marah, menunjukkan betapa pentingnya resonansi akustik dalam ritual ini.

2. Ketakutan yang Memicu Kehormatan

Dalam masyarakat tradisional Jawa, entitas yang menakutkan (santer) adalah entitas yang patut dihormati. Barongan, dengan citra Singo Barong yang ganas, mengajarkan tentang pentingnya menghargai alam, leluhur, dan batas-batas spiritual. Ketakutan yang dirasakan penonton bukanlah ketakutan akan bahaya fisik semata, melainkan ketakutan metafisik—takut melanggar tatanan kosmis.

Pertunjukan Barongan berfungsi sebagai pengingat bahwa manusia adalah bagian kecil dari alam semesta yang luas dan kompleks, di mana roh dan kekuatan ‘devil’ yang primal masih sangat aktif. Melalui tontonan kerasukan, masyarakat melihat konfirmasi dari kepercayaan mereka terhadap alam gaib, yang pada akhirnya memperkuat ikatan komunal dan spiritual.

VIII. Masa Depan Sang Raja Hutan yang Santer

Kelangsungan hidup Barongan Santer Devil di masa depan bergantung pada keseimbangan yang rapuh antara pelestarian ritual dan adaptasi artistik. Rombongan Barongan modern menghadapi dilema: apakah harus tetap ‘santer’ dan berisiko kehilangan penonton yang rasional, atau menipiskan unsur mistisnya demi popularitas.

Banyak komunitas kini fokus pada edukasi. Mereka berusaha menjelaskan bahwa fenomena kerasukan adalah bagian dari warisan psikologis dan spiritual, sebuah cara kuno untuk mengatasi trauma atau mengekspresikan diri yang tertekan. Dengan cara ini, mereka mencoba menjauhkan Barongan dari citra ‘devil’ yang sepenuhnya negatif, dan mendekatkannya pada konsep kekuatan alam yang netral.

Namun, selama masih ada sesepuh dan Waranggana yang teguh memegang tradisi ritual persembahan dan pantangan, Barongan akan tetap menyimpan energi ‘santer’ yang tak tertandingi. Selama Barongan masih diperlakukan sebagai pusaka suci, bukan sekadar properti panggung, ia akan terus menjadi manifestasi dari Raja Hutan yang ganas, menakutkan, dan selalu siap menuntut rasa hormat dari siapa pun yang berani menyaksikan pergelarannya.

***

IX. Menilik Lebih Jauh Kedalaman Transendental dalam Barongan Santer Devil

Analisis tentang Barongan tidak akan lengkap tanpa menelaah mekanisme transendental yang memicu fenomena "Santer Devil." Kekuatan ini bukan sekadar magis; ia adalah hasil dari sinkretisme budaya yang kompleks, menggabungkan animisme pra-Hindu, pengaruh Hindu-Buddha, dan elemen Islam Abangan, menciptakan sebuah kerangka spiritual yang unik dan berlapis.

1. Sinkretisme dan Penamaan Roh

Entitas yang merasuki Barongan seringkali tidak memiliki satu nama spesifik. Ia bisa diidentifikasi sebagai dhanyang (roh penjaga tempat), arwah leluhur, atau bahkan manifestasi dari Singo Barong itu sendiri yang telah "dihidupkan." Dalam konteks ini, penggunaan istilah 'devil' oleh penonton modern adalah upaya untuk mengkategorikan kekuatan yang tidak terduga, brutal, dan berada di luar kendali moral konvensional.

Roh-roh ini diyakini mendiami topeng karena adanya perjanjian spiritual atau pengisian energi (pengisian khodam). Kekuatan ini sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan dan spiritual penari. Jika penari tidak bersih secara batin, roh dapat menjadi liar dan destruktif, yang merupakan inti dari citra ‘santer devil’—kekuatan yang kuat namun tidak bermoral.

2. Peran Nafas dan Meditasi

Untuk mencapai kondisi trans, penari tidak hanya bergantung pada Gamelan. Mereka menggunakan teknik pernapasan tertentu yang mirip dengan meditasi Jawa (semedi). Teknik ini berfungsi untuk mengosongkan pikiran (hening) dan membuka jalur energi (cakra) di tubuh, memudahkan masuknya roh. Penari yang mahir dapat mengundang dan melepaskan roh dengan kontrol yang lebih baik, tetapi di tingkat paling dalam, proses ini selalu melibatkan risiko hilangnya identitas diri.

Latihan nafas yang intensif dan fokus mental yang diarahkan pada topeng adalah prasyarat. Mereka harus benar-benar percaya bahwa topeng itu adalah entitas hidup yang akan mengambil alih. Kepercayaan absolut ini adalah gerbang utama menuju fenomena ‘santer’ yang memukau dan seringkali menakutkan itu.

X. Dampak Psikologis dan Sosial Pertunjukan Barongan

Di luar panggung, Barongan Santer Devil memiliki fungsi sosial yang mendalam dalam masyarakat Jawa, berfungsi sebagai katarsis psikologis, mekanisme kontrol sosial, dan sarana komunikasi spiritual.

1. Katarsis Kolektif dan Pengusiran Kemalangan

Pertunjukan Barongan, terutama yang melibatkan kerasukan, sering dilakukan sebagai ritual ruwatan atau tolak bala. Masyarakat percaya bahwa energi negatif atau roh jahat (setan/devil) yang beredar di desa dapat disalurkan dan dinetralisir melalui tarian yang brutal dan liar ini. Kekuatan ‘santer’ Barongan dipercaya mampu menarik dan mengusir roh-roh pengganggu lainnya.

Penonton yang menyaksikan kekejaman estetika Barongan, termasuk atraksi kekebalan yang berbahaya, mengalami pelepasan emosional. Mereka berbagi ketegangan, ketakutan, dan kelegaan saat ritual selesai, memperkuat rasa persatuan dan keyakinan mereka terhadap pelindung spiritual lokal.

2. Kontrol Sosial Melalui Mitologi

Kisah-kisah tentang Barongan yang marah, topeng yang tiba-tiba berat, atau penari yang terluka karena tidak menghormati ritual, berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial. Mitologi ‘Santer Devil’ ini mengajarkan pentingnya ketaatan terhadap tradisi, menghormati sesepuh, dan menjaga etika komunitas.

Ancaman non-verbal yang dibawa oleh Barongan, bahwa kekuatan primal bisa menyerang kapan saja jika etika dilanggar, memastikan bahwa nilai-nilai komunitas tetap terjaga. Ini adalah pedagogi tradisional yang menggunakan ketakutan (santer) sebagai alat untuk memelihara moralitas.

XI. Simbolisme Gerakan dan Suara

Setiap gerakan dan suara yang dihasilkan oleh Barongan Santer Devil memiliki makna yang dalam, melampaui sekadar hiburan. Ini adalah bahasa roh yang diterjemahkan melalui tubuh penari.

1. Raungan dan Gerakan Kepala

Raungan Barongan yang khas, dibantu oleh gesekan antara kepala kayu dan tubuh, melambangkan suara alam liar yang tak tertaklukkan. Gerakan kepala yang mengangguk-angguk cepat dan membentur tanah sering melambangkan pencarian mangsa, dominasi teritorial, atau kemarahan yang membabi buta. Dalam kondisi trans yang ‘santer devil,’ gerakan ini menjadi lebih eksplosif dan tidak terduga, seringkali mengejutkan penonton yang tidak siap.

2. Musik Pengantar dan Puncak Ekstase

Struktur musik Barongan biasanya dibagi menjadi tiga fase:

  1. Gending Pembuka (Lirih): Membangun suasana mistis dan memanggil roh.
  2. Gending Tengah (Meningkat): Mendukung transisi penari ke keadaan ndadi. Di sinilah irama kendang mulai ‘memukul’ psikologi penari.
  3. Gending Penutup (Puncak Ekstase dan Penenang): Irama mencapai kecepatan maksimum saat kekebalan dipertunjukkan, diikuti oleh irama yang lebih lambat untuk membantu Waranggana menarik kembali roh dan menenangkan penari.

Intensitas Gamelan inilah yang membuat pertunjukan terasa seperti badai spiritual, sebuah gelombang energi yang sulit dihindari dan menjadi justifikasi utama penyebutan ‘Barongan Santer Devil.’

XII. Menghormati Batasan: Ketika Barongan Menjadi Terlalu Santer

Meskipun kekuatan yang kuat adalah ciri khas, ada titik di mana Barongan dianggap 'terlalu santer' atau terlalu mengerikan, bahkan bagi para profesional. Titik ini terjadi ketika Barongan menolak untuk kembali ke kesadaran normal, atau ketika roh Barongan mulai menunjukkan perilaku yang mengancam nyawa bukan hanya penari, tetapi juga anggota rombongan atau penonton.

1. Tanda-tanda Bahaya

Beberapa tanda bahwa Barongan telah mengambil terlalu banyak kendali adalah:

Dalam kasus ekstrem, Barongan harus diisolasi dan didoakan selama berhari-hari oleh pemuka agama atau Waranggana yang lebih tinggi tingkat spiritualnya, sebuah proses yang menegaskan bahwa ia adalah entitas hidup yang berbahaya.

2. Etika Memandang Pusaka

Penting untuk diingat bahwa di mata pemiliknya, Barongan bukanlah alat pertunjukan, melainkan leluhur. Etika memandang Barongan adalah etika yang menuntut rasa hormat yang mendalam. Penggunaan istilah ‘devil’ mungkin tepat untuk menjelaskan kekuatan yang tidak terkendali, tetapi dalam hati masyarakat Jawa, ia tetap adalah manifestasi kekuatan yang dihormati, meskipun ia adalah kekuatan yang liar dan mengancam. Keberadaan Barongan Santer Devil adalah bukti nyata bahwa warisan budaya Indonesia masih berdenyut kencang dengan energi spiritual yang purba dan tak terduga.

Keindahan Barongan, pada akhirnya, terletak pada kontrasnya: sebuah topeng indah yang dibuat dengan seni ukir luar biasa, namun menyimpan roh yang mampu menyebabkan kekacauan dan ekstase. Ini adalah seni pertunjukan yang menantang akal, memaksa kita untuk mengakui bahwa dunia kita lebih kaya dan lebih gelap daripada yang bisa kita bayangkan.

***

XIII. Barongan dan Resonansi Kejiwaan Kolektif

Barongan Santer Devil juga dapat dianalisis melalui lensa psikologi kolektif, di mana pertunjukan ini berfungsi sebagai wadah untuk melepaskan ketegangan sosial dan emosional yang terpendam dalam masyarakat. Kekuatan ‘santer’ Barongan menjadi cermin dari ketakutan dan harapan yang tidak terucapkan.

1. Arketipe Jungian dan Singo Barong

Dalam teori arketipe Carl Jung, Singo Barong dapat dilihat sebagai arketipe "Shadow" (Bayangan) kolektif—aspek diri yang primal, instingtif, dan ditolak oleh kesadaran sosial. Ketika penari kerasukan, mereka secara sah diizinkan untuk mewujudkan kekejaman dan kebuasan yang dilarang dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah pelepasan energi psikis yang sangat kuat.

Kekuatan ‘devilish’ yang disaksikan penonton adalah arketipe Bayangan yang dipertunjukkan secara publik. Ini menjelaskan mengapa setelah pertunjukan Barongan yang intens, suasana desa seringkali terasa lebih tenang dan harmonis; energi negatif telah dikeluarkan dan disalurkan melalui medium Singo Barong.

2. Efek Kerumunan dan Sugesti

Dalam pertunjukan Barongan yang sangat ‘santer,’ efek kerumunan memainkan peran besar. Gamelan yang berulang, bau kemenyan yang memabukkan, dan gerakan penari yang hiper-ekspresif menciptakan keadaan sugesti massal. Penonton tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan energi yang memancar.

Bahkan penonton yang skeptis sering kali melaporkan perasaan merinding atau pusing. Fenomena ini menunjukkan bahwa ‘Santer Devil’ bukan hanya tentang roh yang masuk ke satu individu, tetapi juga tentang gelombang energi psikis yang menyebar dan mempengaruhi seluruh kerumunan, menyeret mereka ke dalam pengalaman transendental kolektif.

XIV. Keseimbangan Dua Alam: Barongan sebagai Penjaga Pintu

Pada hakikatnya, Barongan adalah penjaga pintu antara alam rasional (manusia) dan alam gaib (roh). Fungsinya adalah untuk menjaga agar kedua alam ini tidak saling mengganggu secara destruktif, meskipun proses penjagaan ini sendiri terkadang terlihat kejam dan liar.

1. Barongan dan Batas Kesadaran

Barongan menari di batas antara sadar dan tidak sadar. Trans adalah saat kesadaran penari mundur ke belakang, memungkinkan roh untuk beraksi. Seni Barongan mengajarkan bahwa batas antara realitas dan ilusi sangat tipis, dan bahwa manusia harus selalu waspada terhadap kekuatan yang tak terlihat.

Jika topeng Barongan disimpan, ia harus diletakkan di tempat yang tinggi dan terhormat, seringkali diapit oleh sesajen. Ini adalah pengakuan formal bahwa ia adalah pusaka yang membawa kekuatan dari alam lain—kekuatan yang harus diperlakukan dengan sangat hati-hati agar tidak 'meledak' di luar konteks ritual.

2. Representasi Kehancuran dan Penciptaan

Singo Barong, sebagai entitas ‘devilish’ yang santer, mewakili siklus kehancuran (pralaya) yang mendahului penciptaan baru (samsara). Gerakannya yang brutal dan liar melambangkan kekacauan yang perlu terjadi agar tatanan baru dapat muncul. Dalam ritual bersih desa, misalnya, Barongan mengusir roh-roh lama dan energi busuk, membersihkan jalan bagi panen yang subur atau keberuntungan baru. Ia adalah kehancuran yang produktif.

Oleh karena itu, kekuatan 'Santer Devil' yang begitu ditakuti sebenarnya adalah energi yang esensial. Ia adalah api purba yang, jika dikendalikan oleh Waranggana yang bijaksana, dapat digunakan untuk memurnikan dan melindungi komunitas. Ia adalah pengingat abadi akan kekuatan alam yang tidak bisa dinegosiasikan dengan logika modern.

Barongan terus menari. Di bawah sinar bulan atau lampu sorot panggung, ia tetap menjadi misteri yang bergerak, raungan Singa Hutan yang menggarisbawahi keindahan yang ekstrem dan kekuatan spiritual yang luar biasa. Ia adalah warisan yang hidup, abadi, dan selalu santer.

***

XV. Eksplorasi Lebih Lanjut: Bahasa Rahasia Dalam Kesenian Barongan

Kekuatan Barongan Santer Devil tidak hanya terwujud dalam gerakan kasar dan kerasukan, tetapi juga tersirat dalam bahasa rahasia yang digunakan oleh para penari dan Waranggana. Bahasa ini, seringkali berupa mantra (japa) atau tembang kuno, berfungsi sebagai perangkat lunak spiritual yang memprogram interaksi antara manusia dan entitas yang mendiami pusaka.

1. Tembang dan Japa Pemanggil

Sebelum topeng Barongan dipakai, penari utama biasanya melantunkan tembang tertentu atau japa (mantra) dalam diam. Tembang ini berfungsi sebagai undangan formal kepada roh Barongan untuk hadir dan mengambil alih raga. Penggunaan bahasa Jawa Kuno atau variasi bahasa yang sangat formal ini memastikan bahwa komunikasi terjadi pada frekuensi spiritual yang tepat, membedakan ritual serius dari sekadar latihan seni.

Jika japa ini salah diucapkan atau diucapkan tanpa keyakinan penuh, efeknya bisa fatal. Kekuatan yang masuk mungkin bukan entitas yang diharapkan, atau entitas yang masuk bisa menjadi marah karena merasa diolok-olok. Inilah salah satu alasan mengapa Barongan menjadi begitu santer dan berbahaya jika ditangani oleh mereka yang tidak berhak atau tidak memiliki kebersihan batin.

2. Kode Warna dan Ornamen

Warna pada Barongan juga membawa kode rahasia yang menambah intensitas spiritual. Barongan yang didominasi warna merah (seperti mata atau lidah) dan hitam (rambut/bulu) secara jelas melambangkan energi Bhuta (roh bumi/kekuatan gelap) dan keberanian yang ekstrim. Kombinasi warna ini secara visual memperkuat citra ‘devil’s energy’—kekuatan yang panas, berapi-api, dan berhubungan dengan elemen bawah.

Ornamen, seperti kumis dari taring babi hutan atau hiasan dari tanduk hewan, bukan hanya dekorasi. Mereka adalah ‘penguat’ spiritual, menarik energi dari alam liar dan menambah aura kekejaman pada pusaka. Semakin banyak elemen dari alam liar yang menyatu dalam Barongan, semakin kuat dan santerlah ia.

XVI. Melindungi Diri dari Kekuatan yang Berlebihan

Dalam rombongan Barongan yang profesional, perlindungan spiritual (pagar gaib) adalah wajib. Kekuatan ‘Santer Devil’ tidak hanya mengancam penari, tetapi juga seluruh tim pendukung, termasuk pemusik Gamelan.

1. Minyak Pusaka dan Jimat Pelindung

Setiap Barongan yang dianggap sebagai pusaka memiliki minyak khusus (minyak keramat) yang digunakan untuk membersihkan dan ‘memberi makan’ rohnya pada malam-malam tertentu (seperti malam Jumat Kliwon). Minyak ini diyakini menjaga kekuatan Barongan agar tetap terarah dan tidak menyebar secara acak, yang bisa menyebabkan kemalangan.

Selain itu, anggota rombongan sering membawa jimat atau rajah tertentu yang berfungsi sebagai penangkal. Jimat ini dibuat oleh Waranggana untuk memastikan bahwa mereka tetap menjadi pengamat ritual, bukan korban dari kekuatan yang mereka panggil. Perlindungan ini adalah pengakuan implisit bahwa mereka berinteraksi dengan kekuatan yang jauh melampaui kemampuan manusia biasa.

2. Trauma Spiritual dan Pemulihan

Menjadi penari Barongan yang sering mengalami ndadi adalah pengalaman yang sangat melelahkan secara fisik dan spiritual. Penari sering melaporkan kelelahan ekstrem, mimpi aneh, atau bahkan merasa diikuti oleh entitas setelah pertunjukan yang sangat ‘santer.’ Waranggana harus mampu tidak hanya mengobati penari dari kesurupan, tetapi juga melakukan pemulihan spiritual (ruqyah tradisional) untuk menutup kembali jalur energi yang terbuka saat trans.

Kisah-kisah penari yang ‘gila’ atau sakit permanen karena gagal melepaskan roh Barongan yang terlalu santer menjadi peringatan kolektif. Ini menegaskan bahwa Barongan adalah pedang bermata dua: kekuatan spiritual yang besar datang dengan tanggung jawab dan risiko yang sebanding.

XVII. Kontinuitas dan Perjuangan Melawan Keterlupaan

Pada akhirnya, Barongan Santer Devil adalah seni yang berjuang untuk bertahan di tengah arus modernisasi. Kekuatan mistisnya, yang dahulu dihormati dan ditakuti, kini harus bersaing dengan hiburan instan.

Para pewaris Barongan terus berpegang teguh pada ritual. Mereka tahu bahwa jika unsur ‘santer’ (spiritual, ritual, dan kerasukan) dihilangkan seluruhnya, maka Barongan akan kehilangan jiwanya. Ia akan menjadi sekadar tarian singa yang kosong. Justru kekuatan yang menakutkan itulah yang menjamin kelangsungan hidupnya—sebagai pengingat bahwa warisan Nusantara masih memiliki misteri dan kekuatan yang tak bisa diukur dengan metrik ilmiah modern.

Barongan adalah jantung yang memukul keras di tengah keheningan spiritual modern. Ia adalah Singo Barong, Raja Hutan yang ganas, manifestasi kekuatan yang paling purba, dan selamanya akan menjadi entitas 'Santer Devil' yang dihormati dan ditakuti di tanah Jawa.

***

XVIII. Mendalami Ekstremitas: Fenomena "Mangsa" dalam Pertunjukan Barongan

Untuk memahami sepenuhnya mengapa Barongan dijuluki "Santer Devil," kita perlu mengurai fenomena mangsa (memangsa) yang terjadi selama puncak kerasukan. Ini adalah manifestasi paling brutal dari kekuatan elemental yang merasuki Barongan, di mana penari menunjukkan perilaku yang benar-benar non-manusiawi.

1. Atraksi Kekebalan dan Konsumsi Benda Aneh

Puncak dari trans Barongan yang santer adalah ketika penari Barongan, atau Jathilan yang mengiringi, mulai memakan benda-benda yang secara normal berbahaya. Ini bisa termasuk pecahan kaca, bunga-bunga tajam, sesajen mentah, atau bahkan kotoran (tanah atau abu). Tindakan ini bukan untuk tujuan hiburan murni, melainkan demonstrasi kekuatan roh yang merasuk, yang kebal terhadap hukum fisik duniawi.

Secara spiritual, tindakan 'memangsa' ini adalah bagian dari proses pembersihan. Roh Barongan memakan energi buruk atau menuntut 'tumbal' non-fisik sebagai harga untuk perlindungan yang telah diberikan kepada komunitas. Konsumsi benda-benda aneh ini menegaskan aspek 'devilish' dari Barongan—kekuatan yang tidak terikat oleh kebersihan atau moralitas manusia, namun sangat efektif dalam tujuannya.

2. Resiko Mangsa dan Intervensi Darurat

Ketika penari mulai 'mangsa' terlalu agresif, intervensi Waranggana sangat diperlukan. Terkadang, penari yang kerasukan akan mencoba memangsa barang-barang yang dilarang atau yang dapat menyebabkan cedera permanen. Intervensi ini membutuhkan keberanian spiritual yang besar dari Waranggana, yang harus mendekati Barongan yang sedang buas dan menggunakan mantra penenang atau benda pusaka lain untuk mengalihkan energi.

Kejadian mangsa yang ekstrem ini adalah penentu reputasi Barongan sebagai entitas yang sangat 'santer.' Masyarakat lokal tahu bahwa ketika Barongan memasuki fase ini, mereka menyaksikan kekuatan primal yang tidak bercanda, kekuatan yang sama tuanya dengan bumi itu sendiri.

XIX. Barongan Sebagai Ikon Kontra-Budaya

Di tengah modernisasi yang seragam, Barongan Santer Devil berfungsi sebagai ikon kontra-budaya yang menegaskan identitas lokal dan perlawanan terhadap homogenitas. Ia mewakili Indonesia yang mistis, yang bangga dengan kedalaman spiritualnya, dan yang tidak takut untuk menunjukkan sisi gelap dari warisannya.

1. Perlawanan Terhadap Rasionalitas

Barongan menolak penjelasan rasional. Setiap upaya untuk merasionalisasi kerasukan sebagai fenomena histeria massa atau ilusi optik seringkali gagal meyakinkan mereka yang telah menyaksikan pertunjukan Barongan yang sesungguhnya 'santer.' Barongan dengan sengaja mempertahankan elemen yang tidak dapat dijelaskan untuk menjaga misteri dan kekuatan spiritualnya.

Kekuatan 'devil' ini adalah kekuatan yang melawan keteraturan dan logika modern, menawarkan perspektif bahwa dunia masih menyimpan rahasia-rahasia besar, terlepas dari kemajuan teknologi. Ini adalah perlawanan budaya yang kuat, di mana topeng kayu dan ijuk membuktikan bahwa roh leluhur dan entitas elemental masih berkuasa.

2. Warisan yang Tak Pernah Mati

Setiap Barongan baru yang dibuat adalah upaya untuk menyalurkan roh dari Barongan kuno. Pembuat topeng modern harus mengikuti ritual yang sama, menggunakan material yang sama, dan menanamkan niat spiritual yang sama agar Barongan baru tersebut bisa menjadi 'santer.' Proses ini menjamin kesinambungan energi Barongan, memastikan bahwa Singo Barong akan terus menari dan meraung, mewujudkan kekuatan 'Santer Devil' bagi generasi yang akan datang.

Barongan Santer Devil adalah pelajaran yang abadi: kekuatan yang paling indah seringkali adalah yang paling menakutkan, dan warisan sejati terletak pada keberanian kita untuk berinteraksi dengan misteri yang ada di luar diri kita.

🏠 Homepage