Di antara riuh genderang gamelan dan asap kemenyan yang menyesakkan, munculah ia: Barongan Devil Terseram. Sosok ini bukan sekadar topeng kayu berukir, melainkan manifestasi dari kekuatan spiritual purba yang jarang dipertontonkan di hadapan mata awam. Ia adalah perwujudan ekstrim dari seni Jathilan, Reog, atau Leak yang melintasi batas antara pertunjukan ritual dan pemanggilan energi gelap. Dalam lanskap budaya Jawa dan Bali, 'Barongan Devil' mewakili dimensi ketakutan yang paling hakiki, di mana pemainnya tidak lagi memerankan, melainkan sepenuhnya dirasuki oleh entitas yang menguasai topeng tersebut.
Penelusuran tentang Barongan Devil Terseram membawa kita jauh ke dalam relung filosofi Kejawen dan ajaran mistik yang menganggap kesenian sebagai medium komunikasi dengan alam non-fisik. Sosok ini, dengan mata menyala dan taring panjangnya yang bengkok, menjadi simbol penguasa dunia bawah, entitas yang memiliki kuasa atas hawa nafsu, kemarahan, dan energi primordial. Memahami kengeriannya berarti menyelami sejarah panjang kepercayaan animisme dan dinamika kosmos dalam pandangan Nusantara.
Penyebutan 'Terseram' (terscariest) pada Barongan jenis ini bukan karena detail ukiran yang sangat mengerikan saja, melainkan karena proses ritual dan dampak supranatural yang menyertainya. Barongan biasa mungkin hanya menampilkan estetika kebuasan, namun Barongan Devil Terseram adalah katalisator bagi fenomena kesurupan massal (ndadi) yang intens dan tak terkontrol, seringkali melibatkan kontak fisik antara penari dengan benda tajam atau unsur-unsur berbahaya lainnya.
Topeng Barongan Devil yang paling ekstrem biasanya dibuat dari kayu bertuah, sering kali kayu yang diambil dari tempat keramat (seperti pohon beringin tua atau pemakaman kuno) setelah melalui ritual permohonan yang rumit. Detail visualnya diperkuat untuk memaksimalkan efek psikologis:
Namun, kengerian sejati terletak pada entitas yang dipanggil. Dalam tradisi Kejawen ekstrem, topeng ini dipercaya diisi oleh danyang atau jin ifrit yang memiliki energi jauh melampaui arwah pelindung biasa. Prosesi pemanggilan ini membutuhkan puasa, tirakat (laku prihatin), dan penggunaan mantra kuno yang sering disebut sebagai Ilmu Sangar.
Inti dari pertunjukan Barongan Devil Terseram adalah ritual Ndadi (menjadi, atau kerasukan). Ini bukan sekadar akting; ini adalah pengalihan total kesadaran penari kepada entitas yang bersemayam dalam topeng. Dalam Barongan yang 'biasa', ndadi mungkin diatur dan dijaga agar tidak membahayakan. Dalam versi Terseram, batasan itu ditiadakan, memungkinkan entitas tersebut mengambil kendali penuh, sering kali dengan konsekuensi yang mengerikan.
Sebelum pertunjukan dimulai, serangkaian ritual ketat harus dilakukan. Ini memastikan bahwa roh yang dipanggil cukup kuat dan penari (disebut *wong ndadi*) memiliki benteng energi agar tidak dikuasai secara permanen.
Penari utama dan pawang (dukun yang mengendalikan proses) wajib menjalani puasa. Puasa Mutih (hanya makan nasi putih dan air) dilakukan minimal 40 hari, diikuti dengan Pati Geni (berdiam di ruangan gelap tanpa api dan bicara) selama 3 hari 3 malam. Tujuannya adalah mengosongkan diri dari energi duniawi agar siap menampung energi supranatural yang besar.
Berbeda dengan Barongan biasa yang menggunakan sesajen bunga dan kopi, Barongan Devil Terseram kerap kali meminta sesajen yang lebih 'berat', seperti kurban ayam cemani atau darah hewan tertentu, sebagai persembahan kepada entitas yang dipercaya bersemayam di dalamnya. Mantra-mantra yang diucapkan adalah Mantra Purwakala yang konon diambil dari lembaran kuno ajaran Bhairawa Tantra.
Topeng tidak boleh disentuh sembarangan. Sebelum digunakan, topeng harus diolesi dengan minyak khusus (Minyak Jati Diri atau Minyak Kembar Mayang) dan diasapi kemenyan kawah. Proses ini disebut Nyawiji, di mana topeng dan jiwa penari disatukan. Begitu prosesi musik (Gamelan Laras Pelog) mencapai puncak intensitasnya, energi yang telah dipersiapkan akan menarik entitas ke dalam tubuh penari.
Ndadi yang terjadi pada Barongan Devil Terseram sangat brutal dan tidak terduga. Penari sering menunjukkan kekuatan fisik di luar batas normal. Mereka mampu memakan serpihan kaca, mengunyah bara api, atau bahkan menusuk diri mereka sendiri dengan keris tanpa terluka (hanya jika benteng energi dari pawang cukup kuat). Jika benteng ini runtuh, kengerian sejati akan muncul.
"Barongan Devil tidak hanya meminta perhatian, ia meminta pengakuan atas kuasanya. Ketika penari sudah 'sampai' (fully possessed), mereka menjadi jembatan hidup bagi chaos. Suara yang keluar dari topeng bukanlah suara manusia, melainkan raungan yang sangat dingin, memenuhi udara dengan getaran ketakutan primal."
Untuk memahami kekuatan Barongan Devil Terseram, kita harus melihat akar budayanya yang tumpang tindih antara tradisi Jawa (Reog, Jathilan) dan Bali (Leak, Calonarang). Meskipun secara visual berbeda, Barongan Devil mengambil filosofi kekuatan pengiwa (kiri/negatif) dari tradisi Bali, dan mencampurnya dengan konsep Jathilan Sangar dari Jawa Timur dan Tengah.
Dalam mitologi Bali, Leak adalah manifestasi dari ilmu hitam. Barong (pasangan Leak, yang merepresentasikan kebaikan) seringkali harus berhadapan dengan Leak. Barongan Devil Terseram ini bisa diinterpretasikan sebagai Leak yang telah mengambil wujud Barong secara fisik—ia adalah kejahatan yang menyamar di balik simbol kebaikan, atau lebih ekstrem, Barong yang dikuasai oleh sisi gelapnya sendiri.
Beberapa aliran kepercayaan di Jawa Timur mengaitkan Barongan Devil ini dengan Ratu Gede Ngarang, manifestasi dari Dewi Durga atau Kali yang haus kekuasaan. Kekuatan yang dipanggil untuk menguasai topeng adalah energi yang mematikan, yang bertujuan untuk mendominasi lingkungan sekitarnya. Jika Barong biasa melindungi desa, Barongan Devil justru menantang dan menguji kesucian desa tersebut, mencari tumbal energi spiritual.
Di Jawa, pertunjukan Barongan Devil seringkali menjadi bagian paling klimaks dan berbahaya dari Jathilan atau Reog Ponorogo versi ekstrem. Berbeda dengan Jathilan yang berfokus pada keselarasan dengan roh pelindung kuda lumping, Barongan Devil berfokus pada penaklukkan khodam liar atau jin pengganggu. Penari harus lebih kuat dari roh yang mereka kendalikan; kegagalan dalam pengendalian ini mengakibatkan tragedi.
Fenomena ini dikenal sebagai Ilmu Khodam Jaranan Keras. Khodam yang dimasukkan ke dalam topeng Barongan Devil seringkali merupakan Khodam pendamping yang dikenal memiliki sifat temperamental dan destruktif. Peran pawang sangat krusial; ia harus memiliki energi spiritual (Wirid) setingkat wali agar dapat menarik kembali roh tersebut saat pertunjukan usai, mencegah roh itu menetap dan menyebabkan kegilaan permanen pada penari.
Kengerian Barongan Devil Terseram tidak lengkap tanpa musik yang mengiringinya. Gamelan yang digunakan untuk pertunjukan ini bukanlah Gamelan yang lembut dan harmonis (laras slendro yang biasa), melainkan Gamelan yang dimainkan dengan tempo sangat cepat, repetitif, dan agresif, yang disebut Gamelan Laras Jim atau Gamelan Suro.
Setiap instrumen memiliki fungsi spesifik dalam menarik dan mengikat energi negatif:
Atmosfer pertunjukan seringkali diadakan di area terbuka, biasanya pada malam bulan mati (Amavasya atau Malam Jumat Kliwon), di mana dipercaya batas antara dunia manusia dan dunia gaib sangat tipis. Bau kemenyan, dupa, dan asap yang tebal berkontribusi menciptakan suasana mencekam, memaksa penonton larut dalam ketegangan ritual yang gelap.
Di berbagai daerah, terdapat legenda spesifik mengenai Barongan Devil yang reputasinya sudah melampaui batas desa, menjadi cerita yang dituturkan dengan berbisik. Kisah-kisah ini memperkuat status Barongan jenis ini sebagai perwujudan kekuatan yang tak boleh dimainkan.
Di wilayah Jawa Timur, tepatnya di lereng Gunung Wilis, beredar kisah tentang Barongan yang dijuluki 'Raja Sukma'. Topeng ini konon dibuat dari kulit harimau yang mati saat bertarung melawan seekor kera raksasa. Raja Sukma dipercaya tidak memiliki pawang, melainkan dikendalikan oleh 'penunggu' topeng itu sendiri, yaitu roh seorang pendekar sakti yang tewas akibat kesombongan. Pertunjukannya sangat jarang, hanya dilakukan saat desa menghadapi musibah besar atau saat terjadi kekeringan berkepanjangan.
Pada sebuah pertunjukan tahunan, konon penari Raja Sukma, setelah mencapai puncak ndadi, tidak dapat ditarik kembali. Ia bukannya memakan kaca atau memukul diri sendiri, melainkan menyerang penonton secara acak. Ia tidak melukai secara fisik, tetapi sentuhannya menyebabkan beberapa penonton kehilangan ingatan, dan beberapa lainnya mengalami gangguan jiwa permanen. Raja Sukma akhirnya harus dibakar dan abunya dilarung ke lautan, namun konon arwahnya masih mencari 'wadah' baru melalui topeng-topeng Barongan yang ada di sekitar lereng Wilis.
Banaspati, entitas api yang dikenal sangat ganas dalam mitologi Jawa, juga sering dihubungkan dengan Barongan Devil Terseram. Beberapa topeng Barongan diklaim diisi oleh energi Banaspati, membuat penari mampu mengeluarkan api atau menyebabkan suhu di sekitarnya meningkat drastis. Penari Banaspati Barongan biasanya mengenakan jubah merah menyala dan tarian mereka melibatkan gerakan yang sangat agresif, menyimbolkan kehancuran dan pemurnian melalui api.
Kisah-kisah ini menegaskan bahwa Barongan Devil Terseram adalah warisan budaya yang sangat berat, yang menuntut integritas spiritual tingkat tinggi dari para pelakunya. Keindahan dari seni ini bersembunyi di balik risiko gila, mati, atau dikuasai selamanya oleh entitas yang dipanggil.
Mengapa kebudayaan Nusantara menciptakan sosok Barongan Devil yang begitu menakutkan? Jawabannya terletak pada filosofi Rwa Bhineda (dua hal yang berbeda) atau keseimbangan kosmik Jawa. Jika ada kebaikan (Barong/Dharma), maka harus ada kejahatan yang setara (Devil/Adharma) untuk menjaga poros alam semesta agar tetap berputar. Barongan Devil Terseram adalah representasi dari sisi Adharma yang diakui eksistensinya dan dipuja sebagai kekuatan yang harus dihormati.
Barongan ini seringkali dipuja oleh mereka yang mencari kekuatan instan, kekebalan tubuh, atau kekayaan, tanpa melalui jalan spiritual yang lurus (ngelmu putih). Mereka mencari jalan pintas melalui Ngelmu Sewu Jim (Ilmu Seribu Jin) yang membutuhkan pengorbanan yang berat. Sosok Barongan Devil menjadi simbol kekuatan yang tidak terikat oleh moralitas, murni energi murni yang destruktif dan konstruktif sekaligus.
Dalam pandangan yang lebih filosofis, Barongan Devil Terseram adalah cerminan dari hawa nafsu terliar di dalam diri manusia (sedulur papat lima pancer yang tidak terkendali). Penari yang berhasil mengendalikan Barongan tersebut dianggap telah mencapai tingkatan spiritual tertinggi—mereka tidak takut menghadapi kejahatan terkuat di luar karena mereka telah menaklukkan kejahatan terkuat di dalam diri mereka sendiri. Jika penari gagal, itu berarti nafsu (setan dalam diri) telah menang.
Penggunaan Barongan Devil yang sarat kekuatan ini memiliki etika yang sangat ketat. Apabila Barongan ini digunakan hanya untuk kepentingan pameran atau mencari keuntungan finansial semata, maka roh di dalamnya akan murka. Konsekuensi umum meliputi:
Terlepas dari aspek supranatural yang nyata bagi para penganutnya, Barongan Devil Terseram memiliki fungsi sosiologis yang mendalam: sebagai pengikat ketakutan kolektif dan penguat tata krama spiritual masyarakat. Pertunjukan Barongan Devil adalah katarsis (pelepasan emosi) yang menegaskan kembali batas-batas moralitas.
Ketika masyarakat melihat entitas sekuat dan segarang Barongan Devil dapat 'dijinakkan' (walaupun hanya sementara) oleh pawang yang beriman, hal itu menegaskan bahwa kejahatan terbesar sekalipun dapat dikalahkan oleh iman dan laku spiritual yang konsisten. Kengerian yang dipancarkan oleh topeng berfungsi sebagai peringatan visual bahwa kekuatan gelap itu nyata dan selalu mengintai.
Pada saat Barongan Devil sedang ndadi, penonton yang histeris dan ketakutan secara tidak sadar melepaskan energi negatif mereka. Energi ini diserap oleh entitas dalam topeng, dan saat pertunjukan selesai, lingkungan sekitar (idealitasnya) menjadi lebih 'bersih' secara spiritual. Sosok Barongan Devil berfungsi sebagai wadah penampung kejahatan kolektif, membersihkan desa melalui ritual yang penuh risiko.
Meskipun zaman telah berubah, pembuatan topeng Barongan Devil Terseram masih mengikuti pakem kuno, meski beberapa seniman modern mencoba menggabungkan unsur estetika kontemporer. Topeng Barongan jenis ini tidak diproduksi massal; ia adalah benda pusaka yang dibuat berdasarkan permintaan khusus dan dengan ritual yang tidak bisa dikesampingkan.
Material utama tetap kayu. Namun, bukan sembarang kayu. Harus dipilih kayu yang sudah 'berisi' atau sudah memiliki entitas penunggu alami. Jenis kayu yang paling dicari adalah Kayu Nagasari atau Kayu Beringin Kuno. Pengukiran harus dilakukan di malam hari, biasanya pada Malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, dan pengukir harus dalam kondisi puasa. Ini memastikan bahwa setiap pahatan bukan hanya membentuk rupa, tetapi juga membuka ruang bagi energi untuk masuk.
Selama proses pengukiran, pembuat topeng (Undagi atau Mpu) melantunkan mantra-mantra pengunci yang berfungsi sebagai 'kontrak' antara roh yang diharapkan masuk dengan wadahnya. Konon, Mpu yang gagal menahan energi ini akan mengalami kebutaan atau kelumpuhan, karena energi topeng itu terlalu kuat untuk ditampung oleh tubuh manusia biasa.
Tahap paling kritis adalah pengisian (Ngisi). Jika topeng biasa diisi dengan roh leluhur atau pelindung, Barongan Devil diisi dengan Jin Khos (Jin khusus) yang memiliki kekuatan dominan di wilayah tertentu. Pengisian ini melibatkan ritual yang sangat tertutup, di mana topeng diletakkan di tempat-tempat angker (sendang, gua, atau makam keramat) selama periode tertentu, dibiarkan menyerap energi liar lingkungan sekitar. Ritual puncak adalah Penanaman Jati Diri, di mana Mpu memasukkan unsur biologis (seperti rambut atau kuku) dari penari yang dituju ke dalam topeng, menciptakan ikatan spiritual yang tak terpisahkan.
Kekuatan Barongan Devil Terseram inilah yang menjadikannya sebuah subjek studi yang tak pernah habis dalam dunia etnografi spiritual Indonesia. Ia adalah kesaksian hidup bahwa di balik tarian yang ramai, tersembunyi dimensi mistis yang menuntut rasa hormat, kewaspadaan, dan pengorbanan yang mendalam. Kengeriannya bukan untuk ditakuti, melainkan untuk dipahami sebagai bagian integral dari keseimbangan alam semesta Nusantara.
Kekuatan Barongan Devil, yang begitu legendaris dalam manifestasi keseramannya, sering kali diukur dari seberapa jauh ia mampu melanggar batas realitas. Para penonton yang menyaksikan Barongan Devil dalam kondisi ndadi melaporkan bahwa realitas seolah melunak; waktu terasa melambat, dan bau darah, meskipun tidak ada luka fisik, seolah memenuhi udara. Ini adalah efek psikologis dan spiritual dari energi chaos yang dipancarkan oleh entitas dalam topeng. Energi ini sangat padat sehingga memanipulasi persepsi indra penonton, membawa mereka sejenak ke dimensi yang berbeda, dimensi di mana logika dan sains modern tidak lagi berlaku.
Dalam konteks Kejawen, fenomena ini dikenal sebagai Hawa Sembada, yaitu aura atau energi yang begitu kuat sehingga mampu mewujudkan pikiran atau rasa takut menjadi realitas sementara. Barongan Devil Terseram adalah master dari Hawa Sembada; ia tidak hanya menakut-nakuti, tetapi juga membuktikan eksistensi dimensi non-fisik secara nyata di hadapan khalayak ramai. Inilah mengapa pertunjukan ini selalu dibanjiri penonton yang mencari pembuktian spiritual, meskipun mereka tahu risikonya.
Misteri Barongan Devil juga tersimpan dalam bahasa dan mantra yang digunakan. Mantra-mantra yang dipakai oleh pawang untuk mengendalikan atau memanggil roh ini bukanlah mantra Bahasa Jawa modern, melainkan seringkali menggunakan bahasa yang sangat kuno, campuran antara Kawi, Sansekerta, dan logat lokal yang sudah punah (disebut Basa Wengi atau Bahasa Malam).
Setiap gerakan tarian, setiap hentakan kaki penari yang kerasukan, konon merupakan terjemahan non-verbal dari sebuah Wirid (zikir/mantra) atau Doa Kunci. Ketika Barongan Devil meronta dan berusaha melepaskan diri dari kendali pawang, pawang harus melantunkan mantra pengunci yang harus diucapkan dengan nada dan resonansi yang tepat. Kegagalan dalam pengucapan, bahkan karena gugup sedikit saja, dapat menyebabkan pawang kehilangan kendali atas roh yang dipanggil.
Ketergantungan pada detail linguistik dan ritual ini menunjukkan betapa kompleksnya warisan Barongan Devil. Ia bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah pertarungan linguistik dan spiritual yang berulang, membuktikan dominasi manusia yang telah melakukan tirakat di atas entitas gaib.
Di era modern, ketika spiritualitas mulai bersaing dengan globalisasi, Barongan Devil Terseram menghadapi tantangan baru. Beberapa kelompok seni mencoba memodifikasi ritualnya, mengurangi tingkat keseraman dan risiko untuk alasan keamanan dan daya tarik turis. Namun, modifikasi ini seringkali dianggap melemahkan khodam dan menghilangkan esensi mistis yang membuat Barongan Devil begitu kuat.
"Jika kau hilangkan rasa takut dan risiko mati, kau tidak lagi memiliki Barongan Devil. Kau hanya memiliki topeng yang berisik. Kekuatan topeng ini berakar pada kenyataan bahwa ia berbahaya. Tanpa bahaya itu, ia hanyalah ukiran kayu biasa, tanpa ruh."
Kelompok-kelompok konservatif berjuang keras untuk mempertahankan ritual murni, termasuk penggunaan sesajen yang berat dan laku prihatin yang ekstrem. Mereka percaya bahwa mengurangi intensitas ritual adalah bentuk ketidak-hormatan terhadap entitas yang mendiami topeng, yang pada akhirnya dapat membawa petaka yang lebih besar.
Meskipun dikenal sebagai perwujudan keganasan dan kekacauan, Barongan Devil juga memiliki peran dalam mencari Ngelmu Sejati (Ilmu Sejati/Pencerahan). Dalam filosofi Jawa, seseorang tidak akan mencapai pencerahan sejati jika ia belum berani menatap langsung ke dalam mata kegelapan. Barongan Devil adalah kegelapan itu sendiri.
Mereka yang menjalani laku sebagai pawang atau penari Barongan Devil Terseram melakukannya bukan hanya untuk pertunjukan, tetapi sebagai ujian spiritual terbesar. Setiap kali mereka berhasil mengendalikan entitas di dalamnya, mereka telah memenangkan perang batin melawan ego, hawa nafsu, dan kelemahan diri sendiri. Prosesi ini adalah bentuk meditasi bergerak yang paling berbahaya.
Kemenangan spiritual ini menghasilkan Kawaskitan (ilmu supranatural) yang lebih kuat dibandingkan dengan Ngelmu Putih biasa, karena mereka tidak hanya berinteraksi dengan kebaikan, tetapi juga telah bernegosiasi dan menaklukkan kekuatan paling liar yang ada di alam raya. Barongan Devil, dalam ironi spiritual, adalah jalan terjal menuju kesempurnaan. Ia mengajarkan bahwa cahaya sejati hanya dapat ditemukan setelah melewati kegelapan yang paling pekat.
Sebagai kesimpulan, Barongan Devil Terseram tetap menjadi salah satu warisan Kejawen yang paling misterius dan sarat bahaya. Ia menantang batas-batas logika, memaksa kita mengakui bahwa dunia bukan hanya terdiri dari hal-hal yang dapat diukur secara materi. Kengeriannya adalah cerminan dari kompleksitas spiritual Nusantara, sebuah percampuran antara animisme kuno, Hinduisme-Bhairawa, dan filosofi Jawa yang mendalam.
Barongan Devil akan terus hidup, bukan hanya di atas panggung, tetapi dalam cerita-cerita yang diwariskan dari mulut ke mulut, dalam bisikan peringatan, dan dalam getaran Kendang yang dimainkan saat malam-malam keramat. Ia adalah simbol abadi dari energi yang tak terkendali, yang jika dikuasai, dapat membawa kesaktian tertinggi, namun jika diabaikan, dapat menelan siapa pun yang berani mencoba menggunakannya tanpa rasa hormat dan kesiapan spiritual yang memadai. Ia adalah penjaga gerbang antara dua dunia, yang hanya terbuka bagi mereka yang berani menanggung segala risikonya. Kengeriannya adalah keagungannya.
Kisah Barongan Devil Terseram adalah kisah abadi tentang perjuangan manusia melawan kelemahan internalnya yang diproyeksikan ke dalam entitas eksternal. Setiap penari yang mampu menguasai topeng tersebut, meski hanya selama beberapa jam pertunjukan, telah memberikan kesaksian bahwa keberanian spiritual adalah mata uang tertinggi dalam alam gaib Nusantara. Topeng itu sendiri adalah jimat hidup, sebuah artefak yang mewarisi ribuan tahun rasa takut dan pencarian kekuatan absolut.
Warisan Barongan Devil juga mencakup aspek Pemeliharaan Energi Negatif Kolektif. Dalam pandangan tradisional, jika energi gelap (seperti roh jahat yang menyebabkan penyakit atau gagal panen) tidak diberi saluran, ia akan meledak secara destruktif. Barongan Devil berfungsi sebagai ‘katup pengaman’ sosial. Melalui ritual yang menakutkan ini, energi-energi liar diberi ruang untuk bermanifestasi dan kemudian ditarik kembali oleh pawang ke tempat asalnya, menjaga desa tetap aman dari serangan spiritual yang tak terlihat. Semakin seram Barongan itu, semakin besar energi yang mampu ia tangani, dan semakin aman pula desa yang memajangnya. Ini adalah paradoks yang indah dan mengerikan dari spiritualitas Jawa. Ia adalah iblis yang dihormati agar ia tidak benar-benar menjadi iblis yang merusak.
Seiring waktu berjalan, meskipun pertunjukan Barongan Devil Terseram semakin langka akibat sulitnya mencari pewaris yang mumpuni secara spiritual dan fisik, legenda tentangnya tidak akan pernah pudar. Cerita mengenai penari yang melompati api unggun tanpa terbakar, yang mematahkan rantai besi dengan kekuatan tangan kosong saat ndadi, atau yang berkomunikasi langsung dengan penonton menggunakan Basa Wengi, terus diabadikan. Generasi muda mungkin melihatnya sebagai seni, tetapi bagi mereka yang tahu, ia adalah gerbang menuju Kejawen yang paling ekstrem, tempat di mana kengerian dan kesaktian bertemu dalam satu topeng yang sama.
Topeng-topeng kuno Barongan Devil yang paling sakral sering disimpan di ruang khusus, ditutup dengan kain putih tebal, dan hanya dikeluarkan saat ritual tahunan atau saat terjadi peristiwa besar yang membutuhkan intervensi energi super. Mereka diperlakukan bukan sebagai alat, melainkan sebagai anggota keluarga spiritual yang harus diberi makan sesajen dan diperhatikan. Kegagalan dalam merawat topeng-topeng ini diyakini mengundang malapetaka, karena entitas di dalamnya akan 'lapar' dan mencari makanan spiritual dari keluarga pemiliknya. Inilah mengapa kepemilikan Barongan Devil Terseram seringkali diiringi dengan kisah-kisah sukses besar dan tragedi yang setara; ia adalah pedang bermata dua yang memotong kebaikan dan keburukan dengan kekuatan yang sama absolutnya. Ia adalah manifestasi dari Yang Mutlak, Sangar, dan Terseram.