Prolog: Arsitek Takdir yang Tak Terlihat
Dalam kanon sastra yang luas, beberapa karakter fiktif memegang peran yang sangat penting, meskipun kemunculan mereka dalam narasi hanya sekejap. Salah satu tokoh tersebut adalah Baron Ottard, sang hakim yang namanya abadi bukan karena tindakan kepahlawanan, melainkan karena keputusan hukumnya yang dingin dan tegas—keputusan yang secara definitif membentuk takdir salah satu pahlawan sastra paling dicintai sepanjang masa, Jean Valjean.
Ottard adalah lebih dari sekadar nama yang tertera dalam risalah pengadilan; ia adalah perwujudan prinsip-prinsip yudisial yang berlaku di Prancis selama periode Restorasi pasca-Napoleon. Analisis terhadap Baron Ottard memerlukan penyelidikan mendalam terhadap konteks sosial, politik, dan legal pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, sebuah era yang ditandai oleh ketegangan antara idealisme Pencerahan, kekerasan Revolusi, dan upaya monarki untuk menegakkan kembali tatanan yang kaku.
Keputusannya untuk memenjarakan Valjean selama lima tahun kerja paksa—hanya karena mencuri sepotong roti demi keponakannya yang kelaparan—adalah titik kritis yang meluncurkan narasi tragis dan penebusan diri dalam *Les Misérables*. Ottard mewakili Keadilan Buta yang berpegangan teguh pada huruf hukum (lex scripta), mengabaikan semangat kemanusiaan (lex naturalis). Artikel ini bertujuan untuk membongkar sosok yudisial ini, menganalisis latar belakangnya, filsafat hukumnya, dan dampak abadi dari keputusannya terhadap Valjean dan simbolisme keadilan dalam masyarakat.
Latar Belakang Sosial dan Politik Baron Ottard
Untuk memahami Baron Ottard, kita harus terlebih dahulu menempatkannya dalam kancah politik Prancis. Ia adalah seorang Baron, sebuah gelar bangsawan yang, meskipun sempat dihapuskan oleh Revolusi, dihidupkan kembali dan diperkuat di bawah Kekaisaran Napoleon dan kemudian oleh Raja-raja Bourbon yang direstorasi (Louis XVIII dan Charles X). Gelar ini bukan sekadar kehormatan; itu menandakan kepemilikan tanah, hak-hak istimewa, dan loyalitas yang teguh terhadap monarki yang sah.
Restorasi dan Keterikatan pada Keteraturan
Ottard hidup dan bertugas pada masa yang sangat reaksioner. Setelah gejolak Revolusi dan perang-perang Napoleon, elite Prancis haus akan stabilitas dan keteraturan. Sistem hukum menjadi alat utama untuk mencapai keteraturan ini. Para hakim seperti Ottard, yang sering kali berasal dari keluarga bangsawan atau borjuis kaya yang loyal, dididik untuk memandang hukum sebagai benteng mutlak yang melindungi properti dan hierarki sosial dari ancaman kerusuhan rakyat.
Dalam benak Ottard dan rekan-rekannya, setiap pelanggaran, tidak peduli seberapa kecil motifnya, harus dihukum secara maksimal. Kejahatan kecil seperti pencurian roti tidak dilihat sebagai tindakan putus asa oleh individu, melainkan sebagai retakan di dinding tatanan sosial yang, jika dibiarkan, dapat menyebabkan keruntuhan total seperti yang terjadi pada tahun 1793. Filosofi ini menuntut hukuman yang keras dan tidak kompromi, berfungsi sebagai pencegahan yang brutal terhadap massa yang miskin dan berpotensi memberontak.
Pendidikan dan Karir Yudisial
Asumsi yang paling mungkin adalah bahwa Ottard menempuh pendidikan hukum yang ketat di salah satu universitas bergengsi pra-Revolusi atau sekolah hukum yang didirikan oleh Napoleon. Pendidikan ini menekankan hafalan dan aplikasi literal dari kode-kode hukum, terutama Kode Napoleon (walaupun kasus Valjean terjadi sebelum kodifikasi penuh, semangatnya sudah ada). Dalam lingkungan pendidikan ini, empati dianggap sebagai kelemahan, dan netralitas hukum absolut adalah kebajikan tertinggi.
Karir Ottard kemungkinan besar ditopang oleh koneksi sosial. Sebagai seorang Baron, ia memiliki akses otomatis ke lingkaran kekuasaan. Penunjukannya sebagai hakim—mungkin seorang Hakim Ketua (Président du Tribunal)—bukan hanya soal kemampuan legal, tetapi juga soal kepercayaan politik. Ia adalah pengawal tatanan lama. Tugasnya bukan untuk mereformasi, melainkan untuk menegakkan status quo yang menjamin dominasi kelas atas.
Doktrin Hukum Formalis
Doktrin formalis yang dianut Ottard berpendapat bahwa hakim harus bertindak sebagai mulut hukum (la bouche de la loi), tanpa interpretasi emosional. Tugasnya hanya membandingkan fakta (Valjean mencuri) dengan pasal hukum (Pencurian properti pribadi adalah kejahatan) dan menetapkan hukuman yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam pandangan ini, motif—kelaparan, kemiskinan—tidak relevan di mata hukum. Motif hanya bisa menjadi faktor mitigasi jika undang-undang secara eksplisit mengizinkannya, yang pada kasus pencurian kecil pada masa itu, sangat jarang terjadi.
Ottard adalah produk dari sistem yang telah disempurnakan untuk menghilangkan sentimen dari proses peradilan. Ia adalah birokrat yang sempurna, seorang teknokrat hukum yang, ironisnya, menggunakan posisinya sebagai bangsawan untuk mempertahankan sistem yang berpura-pura egalitarian di atas kertas namun sangat elitis dalam praktiknya.
Kasus Jean Valjean: Detil Persidangan yang Menghancurkan
Meskipun Victor Hugo hanya memberikan kilasan cepat mengenai persidangan, penting untuk merekonstruksi momen tersebut secara mendalam untuk memahami peran sentral Baron Ottard. Kasus Valjean terjadi sekitar tahun 1795-1796, di tengah-tengah kekacauan politik Directory, tetapi dengan fondasi hukum yang sudah mulai beralih kembali ke hukuman keras yang diwarisi dari sistem monarki lama, diperparah dengan kebutuhan negara baru untuk menunjukkan kekuatannya.
Pencurian Roti dan Konteks Kelaparan
Kejahatan Valjean adalah pencurian roti. Konteksnya adalah musim dingin yang keras dan kelaparan yang meluas, diperburuk oleh ketidakstabilan pasca-Revolusi yang merusak rantai pasokan makanan. Valjean, seorang buruh pangkas pohon yang saat itu menganggur, bertanggung jawab atas tujuh anak keponakannya yang tidak punya apa-apa untuk dimakan. Tindakan ini, dalam logika moral apa pun, adalah tindakan ekstrem dari cinta dan keputusasaan, bukan kejahatan yang direncanakan.
Namun, bagi Baron Ottard, fakta-fakta ini hanya dianggap sebagai narasi pembelaan yang sentimental. Dalam pengadilan yang dikuasai oleh hukum properti, roti—yang merupakan properti milik pembuat roti atau pemilik toko—memiliki nilai suci yang tidak boleh dilanggar. Harga properti ini lebih tinggi daripada nilai kehidupan atau moralitas kemanusiaan Valjean di mata hukum formalis.
Proses Pengadilan di Depan Ottard
Bayangkan ruang sidang yang suram, diterangi oleh lilin atau cahaya redup. Ottard duduk tinggi di kursinya, mengenakan jubah keadilannya yang berat, memancarkan otoritas yang dingin. Valjean, kurus, lelah, dan bingung, berdiri di hadapannya. Tidak ada pembelaan hukum yang canggih; sistem pada masa itu sering kali tidak menyediakan pengacara yang efektif untuk orang miskin. Kesaksian yang ada fokus pada kerusakan properti dan pelanggaran hukum. Kasus ini mungkin hanya berlangsung beberapa jam, keputusan dibuat dengan cepat dan tanpa perdebatan yang panjang.
Poin Kunci Keputusan Ottard:
- Pengabaian Motif: Ottard secara sistematis mengabaikan pengakuan Valjean mengenai kelaparan anak-anak. Hukum tidak memiliki klausul "pencurian karena kelaparan" sebagai pembelaan yang membebaskan.
- Penekanan pada Deterensi: Hukuman yang keras (lima tahun di galangan kapal, atau bagne) dimaksudkan untuk mengirimkan pesan yang jelas kepada masyarakat miskin: jangan sentuh properti pribadi.
- Aplikasi Pasal secara Literal: Ottard menerapkan hukuman maksimal atau mendekati maksimal yang diizinkan untuk pencurian yang melibatkan pembobolan (meskipun hanya sekadar memecahkan jendela toko, seperti yang sering terjadi dalam kasus-kasus kelaparan).
Keputusan Ottard tidak muncul dari kebencian pribadi terhadap Valjean. Justru, hal itulah yang membuatnya begitu mengerikan: keputusan itu muncul dari ketidakpedulian institusional. Ottard melihat Valjean bukan sebagai manusia, tetapi sebagai sebuah berkas kasus, sebuah variabel dalam persamaan legal yang harus diselesaikan dengan solusi yang telah ditetapkan.
Transformasi Hukuman: Dari Lima Tahun Menjadi Sembilan Belas Tahun
Dampak hukuman yang dijatuhkan Ottard jauh melampaui lima tahun awal. Karena Valjean berulang kali mencoba melarikan diri—upaya yang didorong oleh keputusasaan yang sama yang membuatnya mencuri roti—hukumannya diperpanjang secara bertahap hingga mencapai 19 tahun. Meskipun perpanjangan ini dilakukan oleh otoritas penjara (sipir bagne), fondasinya diletakkan oleh Ottard. Jika hukumannya tidak begitu parah sejak awal, Valjean mungkin tidak akan pernah merasa perlu untuk melarikan diri. Baron Ottard adalah pintu gerbang menuju siklus penderitaan yang mengubah seorang pria jujur menjadi narapidana bernomor.
Ini menunjukkan bagaimana tindakan hukum yang kecil dapat menciptakan efek bola salju yang menghancurkan. Ottard menghukum tindakan Valjean; sistem kemudian menghukum respon Valjean terhadap hukuman itu, menciptakan monster sosial yang harus dikejar oleh Javert selama sisa hidupnya.
Analisis Filsafat Hukum: Keadilan yang Tuli
Baron Ottard adalah personifikasi sempurna dari yurisprudensi yang dingin dan mekanis, sebuah gaya berpikir yang mendominasi peradilan Prancis pasca-Revolusi hingga reformasi yang lebih humanis pada pertengahan abad ke-19. Filsafat ini sering dikritik sebagai formalisme hukum buta.
Formalisme Versus Humanisme
Formalisme hukum (yang dianut Ottard) menekankan bahwa semua kasus harus diputuskan berdasarkan aturan dan prosedur yang telah ditetapkan, terlepas dari konteks moral atau sosial. Tujuannya adalah prediktabilitas dan objektivitas, sehingga menghilangkan bias pribadi hakim. Namun, dalam kasus Valjean, objektivitas ini menghasilkan ketidakadilan yang mengerikan. Formalisme Ottard gagal karena mengabaikan premis dasar eksistensi manusia: kebutuhan untuk bertahan hidup.
Di sisi lain spektrum adalah Humanisme Yudisial, yang diperjuangkan oleh Victor Hugo sendiri. Humanisme menuntut hakim untuk mempertimbangkan kondisi, motivasi, dan potensi rehabilitasi terdakwa. Ia mendesak agar hukum melayani kemanusiaan, bukan sebaliknya. Dalam kasus Valjean, humanisme akan melihat bahwa biaya sosial dari memenjarakan seorang pria selama lima tahun, merusak hidupnya, dan menghancurkan keluarganya, jauh melebihi kerugian ekonomi dari sepotong roti.
"Hukum, dalam aplikasinya, harus memiliki mata dan hati. Jika hukum hanya memiliki tangan, ia akan menjadi mesin penghancur. Ottard hanya memiliki tangan yang memegang palu dan mata yang membaca teks mati."
Keputusan di Bawah Kode Kriminal Prancis
Meskipun Valjean dihukum sebelum Kodifikasi Kriminal 1810 sepenuhnya berlaku, semangat hukum pidana pada masa itu sangat fokus pada perlindungan properti dan hukuman yang bersifat kerja paksa. Kerja paksa (travaux forcés) dianggap sebagai hukuman yang lebih memalukan dan keras daripada penjara biasa, dimaksudkan untuk menstigmatisasi dan mengisolasi individu dari masyarakat sipil.
Ottard mungkin merasa bahwa ia sedang menerapkan hukum secara adil sesuai dengan mandatnya. Dalam sistem Restorasi, keadilan sering disamakan dengan kepatuhan terhadap hierarki. Seorang Baron hakim tidak bisa menunjukkan belas kasihan kepada buruh tani yang miskin tanpa merusak struktur kekuasaan. Belas kasihan dilihat sebagai subversi, sedangkan kekerasan hukum dilihat sebagai penegasan otoritas yang dibutuhkan negara yang rapuh pasca-Revolusi.
Pertimbangan Etis Ottard
Apakah Baron Ottard tidur nyenyak setelah menjatuhkan hukuman tersebut? Dalam konteks narasi, Hugo menyiratkan bahwa Ottard, dan banyak orang seperti dia, tidak pernah memikirkan kasus Valjean lagi. Valjean hanyalah salah satu dari ribuan nama yang melewati meja kerjanya. Ini adalah kritik paling tajam terhadap sistem tersebut: kejahatan yang dilakukan oleh Ottard adalah kejahatan karena tidak peduli, sebuah sikap profesionalisme yang dingin yang memungkinkan ketidakadilan sistemik untuk beroperasi tanpa hambatan hati nurani.
Kegagalan etis Ottard bukanlah dalam niatnya untuk berbuat jahat, melainkan dalam kegagalannya untuk melihat kemanusiaan di balik statistik. Ia adalah penjaga gerbang yang, melalui kepatuhan buta pada prosedur, menciptakan monster sosial yang ditakuti dan dikejar oleh Javert, simbol lain dari hukum yang tak kenal ampun.
Baron Ottard Sebagai Simbol Kegagalan Institusional
Peran Baron Ottard dalam *Les Misérables* melampaui fungsinya sebagai hakim. Ia adalah representasi konkret dari thesis utama Hugo: bahwa kejahatan sering kali bukan berasal dari sifat bawaan manusia, melainkan dari penindasan yang dilembagakan oleh masyarakat yang cacat.
Kontras dengan Javert
Seringkali, Javert dilihat sebagai personifikasi hukum yang tak kenal ampun. Namun, Javert adalah penegak, pelaksana hukum di jalanan. Ottard adalah arsiteknya. Javert, setidaknya, memiliki kode moral pribadinya yang diputarbalikkan; ia berjuang secara eksistensial ketika menghadapi kebaikan Valjean. Ottard, sebaliknya, bebas dari perjuangan moral semacam itu. Keputusannya bersifat klinis, administratif, dan tanpa gejolak. Ia adalah mesin yang tidak merasakan apa-apa.
Oleh karena itu, Ottard mungkin merupakan karakter yang lebih berbahaya daripada Javert, karena ia menunjukkan bagaimana kejahatan institusional dapat dilakukan tanpa emosi atau niat jahat. Ia hanya melakukan pekerjaannya, dan pekerjaan itu adalah sumber dari penderitaan Valjean yang abadi. Kematian Valjean yang bertahun-tahun kemudian masih merupakan gema dari palu hakim yang jatuh di pengadilan kecil itu.
Kekuatan Hukum Properti
Kasus Ottard juga menyoroti obsesi masyarakat Restorasi terhadap properti. Di era itu, ancaman terbesar terhadap ketertiban bukanlah pembunuhan atau kekerasan (yang sering terjadi di antara kelas bawah), melainkan pelanggaran terhadap hak milik orang kaya. Ottard mewakili kelas yang sangat takut pada komunisme dan pembagian kekayaan yang sempat diujicobakan selama Revolusi. Dengan menghukum keras pencurian roti, Ottard melindungi struktur ekonomi yang memungkinkan kelas bangsawan dan borjuis mempertahankan kekayaan mereka.
Hukum yang ditegakkan Ottard secara efektif mendeklarasikan bahwa properti—bahkan sepotong roti—lebih berharga daripada integritas kehidupan dan potensi penebusan seorang manusia yang kelaparan. Ini adalah inti dari kritik sosial Hugo terhadap masyarakatnya.
Dampak pada Identitas Valjean
Hukuman yang dijatuhkan Ottard tidak hanya merampas kebebasan Valjean; ia merampas identitasnya. Valjean meninggalkan ruang sidang sebagai Narapidana 24601. Nama Baron Ottard adalah segel yang meresmikan transisi Valjean dari seorang manusia menjadi sebuah angka. Seluruh perjuangan Valjean berikutnya—usahanya untuk mendapatkan kembali nama, martabat, dan jiwanya—adalah perlawanan langsung terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Ottard.
Kontemplasi Yudisial: Analisis Sosiologis Atas Sikap Hakim Restorasi
Untuk mencapai kedalaman pemahaman Baron Ottard, kita harus menjelajahi alasan di balik kekejaman standar peradilan pada awal abad ke-19, sebuah fenomena yang jauh melampaui keunikan individu Ottard. Era Restorasi adalah periode trauma kolektif, di mana trauma Revolusi dan teror guillotine masih segar dalam ingatan. Para elite memandang sistem hukum bukan hanya sebagai mekanisme penegakan, tetapi sebagai mekanisme pengendalian sosial (mécanisme de contrôle social).
Ketakutan akan Anarki Massa
Banyak hakim seperti Ottard dibesarkan dengan cerita-cerita tentang kekejaman Revolusi—pembunuhan bangsawan, penyitaan properti, dan dominasi massa. Mereka melihat diri mereka sebagai penjaga terakhir dari peradaban yang beradab. Setiap tindakan kriminal, terutama yang berasal dari kelas bawah, dipandang sebagai benih potensial bagi pemberontakan yang lebih luas. Oleh karena itu, hukuman harus bersifat superlatif, menunjukkan kekuatan negara untuk menumpas benih-benih pemberontakan sebelum ia berakar.
Keputusan Ottard untuk menjatuhkan hukuman kerja paksa yang brutal untuk pencurian kecil bukanlah anomali, tetapi manifestasi standar ketakutan ini. Kerja paksa bukan hanya hukuman fisik; itu adalah penghinaan sosial, sebuah cara untuk menandai individu sebagai sampah masyarakat, menjauhkan mereka dari komunitas, dan mengurangi ancaman mereka terhadap tatanan yang ada.
Prinsip Akuntabilitas Versus Ketidakpastian
Dalam sistem yang dianut Ottard, akuntabilitas pribadi adalah segalanya. Seorang individu yang memilih untuk mencuri harus bertanggung jawab sepenuhnya atas tindakan tersebut. Konsep kemiskinan sebagai pemicu atau kegagalan sistem sebagai faktor mitigasi adalah konsep yang dianggap berbahaya bagi stabilitas sosial. Jika hakim mulai memaafkan kejahatan berdasarkan kelaparan, maka seluruh fondasi properti akan runtuh. Para hakim percaya bahwa mereka melakukan tugas yang keras tetapi perlu untuk mencegah ketidakpastian total.
Ini menciptakan dilema moral yang mendalam: Apakah sistem hukum harus memprioritaskan ketertiban absolut di atas belas kasihan, atau apakah ia harus mencari keadilan yang lebih manusiawi meskipun itu berarti memperkenalkan unsur diskresi (pertimbangan pribadi) yang dapat dianggap sebagai bias?
Bagi Ottard, jawabannya jelas: Ketertiban adalah keadilan. Ketertiban dijamin oleh penerapan kode secara seragam dan tanpa emosi. Kekakuannya adalah sumber kekuatannya dan pada saat yang sama, sumber kegagalan moralnya.
Peran Masyarakat dalam Menghukum
Sangat penting untuk dicatat bahwa Baron Ottard tidak bertindak dalam kekosongan. Ia adalah produk dari masyarakat yang pada dasarnya setuju dengan kekerasannya. Media, kaum borjuis, dan bahkan sebagian besar Gereja (pada masa Restorasi awal) mendukung penegasan kembali otoritas yang kuat. Vonis lima tahun kerja paksa untuk roti mungkin tidak mengejutkan banyak orang pada masa itu; itu diterima sebagai harga yang harus dibayar oleh orang miskin untuk menjaga stabilitas properti. Keadilan Ottard adalah cerminan dari hati nurani kolektif kelas penguasa Prancis yang beku.
Penyelidikan mendalam terhadap kasus Valjean oleh Ottard mengajarkan kita bahwa hukum formalis, tanpa disaring melalui lensa empati sosial, selalu berisiko menjadi tirani legalistik yang menciptakan lebih banyak penderitaan daripada yang dihindarinya. Baron Ottard adalah monumen bagi kebenaran suram ini.
Epilog: Gema Hukuman di Abad Berikutnya
Baron Ottard tidak muncul lagi dalam narasi, ia tidak ditebus, dan ia juga tidak dihukum. Ia kembali ke kehidupan aristokratnya, mungkin menjatuhkan ratusan vonis serupa dalam karirnya, mati tanpa pernah menyadari bahwa keputusannya yang rutin dan tanpa konsekuensi baginya, telah memicu legenda moral terbesar abad ke-19.
Ottard dan Tanggung Jawab Sejarah
Jika kita melihat Ottard dari perspektif modern, ia mewakili kegagalan sistem untuk menerima tanggung jawab sosial atas kondisi kemiskinan. Bagi para hakim abad ke-19, sistem hukum hanya bertugas mengurus pelanggaran, bukan penyebab pelanggaran. Jika kemiskinan menyebabkan pencurian, maka kemiskinan adalah masalah sosial atau moral, bukan masalah hukum yang harus dipertimbangkan oleh pengadilan.
Namun, dalam narasi Hugo, Ottard secara moral bertanggung jawab. Ia memiliki kekuasaan dan diskresi, sekecil apa pun, untuk membuat perbedaan. Dengan memilih jalur formalitas yang paling kaku, ia memilih untuk menjadi bagian dari rantai penindasan yang panjang. Keputusan di Meja Hijau adalah sama kuatnya, jika tidak lebih, daripada tindakan kekerasan di medan perang.
Valjean, dalam perjalanannya, menghadapi penindasan dalam berbagai bentuk—dari otoritas gereja yang diwakili oleh Uskup Myriel (belas kasihan), hingga otoritas penegak hukum yang diwakili oleh Javert (ketegasan yang obsesif). Namun, semuanya berakar pada satu tindakan fundamental: vonis hukum yang dijatuhkan oleh Baron Ottard. Ottard adalah awal dari segala penderitaan Valjean, dan oleh karena itu, merupakan katalis tak terelakkan bagi semua kebaikannya di masa depan.
Pada akhirnya, Baron Ottard tetaplah sosok bayangan, anonim dalam kekejamannya yang dilembagakan. Ia adalah pengingat bahwa keputusan yang paling menghancurkan sering kali dibuat bukan oleh para tiran yang berteriak, melainkan oleh para birokrat yang berbisik, yang dengan dingin dan efisien menerapkan aturan yang dirancang untuk menjaga kesengsaraan kelas bawah demi kepentingan ketertiban kelas atas. Kisahnya adalah peringatan abadi bagi semua yang memegang palu keadilan: bahwa hukum tanpa hati adalah bentuk kekerasan yang paling canggih.
Analisis yudisial, sosiologis, dan moral terhadap peran Baron Ottard ini menegaskan bahwa bahkan dalam peran pendukung yang kecil, seorang karakter dapat berfungsi sebagai lensa kuat untuk memahami kegagalan institusional dan trauma kolektif suatu zaman. Sosoknya akan terus menjadi studi kasus tentang bagaimana keadilan buta, yang ditegakkan oleh pria bergelar seperti Baron, dapat secara tidak sengaja menciptakan ketidakadilan yang abadi.
Penderitaan Valjean yang berkelanjutan, dari rantai galangan kapal hingga pelarian dan pengejaran abadi, adalah monumen hidup bagi keputusan yang diambil oleh Ottard. Selama ada kisah tentang Jean Valjean, nama Baron Ottard akan tetap tercatat, bukan sebagai pahlawan, tetapi sebagai stempel resmi yang meresmikan transisi seorang pria jujur menjadi seorang buangan. Ia adalah representasi abadi dari bahaya ketika prosedur mendominasi kemanusiaan.
Setiap putusan yang dijatuhkan oleh Baron Ottard dan para hakim yang seprofesi dengannya selama era Restorasi adalah penegasan kembali hak istimewa kelas dan penolakan terhadap pembebasan total yang dijanjikan oleh Revolusi yang baru saja berlalu. Mereka menggunakan Kode Napoleon yang progresif di beberapa aspeknya, tetapi menerapkannya dengan semangat kaku monarki pra-Revolusi. Ottard adalah produk dari paradoks ini: seorang hakim yang beroperasi di bawah sistem hukum modern, namun berpegangan pada mentalitas feodal mengenai properti dan hierarki sosial.
Peran Ottard menunjukkan bahwa penindasan tidak selalu membutuhkan tirani yang terang-terangan; seringkali cukup dengan memiliki individu yang berkuasa yang menolak untuk melihat di luar teks hukum. Kekuatan hukum adalah bahwa ia dapat membenarkan segala sesuatu, bahkan ketidakadilan yang paling keji, asalkan prosedur diikuti. Inilah pelajaran pahit yang dipersonifikasikan oleh Baron Ottard.
Melalui analisis ini, menjadi jelas bahwa Baron Ottard adalah salah satu pilar struktural yang paling penting dalam fondasi narasi *Les Misérables*, mewakili titik kontak pertama antara Valjean yang miskin dan sistem yang dirancang untuk menghancurkannya. Tanpa kekakuan yudisial Ottard, tidak akan ada 24601, tidak akan ada Javert, dan tidak akan ada kisah penebusan yang epik. Kemanusiaan Jean Valjean lahir dari kebrutalan yudisial Baron Ottard.