Ilustrasi digital: Sosok Baroness Elara von Sterling.
Di antara kabut pagi yang menyelimuti dataran tinggi Sterlingia, berdiri tegak sosok yang memancarkan aura kekuasaan dan keindahan yang nyaris menakutkan: Baroness Elara von Sterling. Ia bukan hanya pemegang gelar kehormatan; ia adalah arsitek takdir bagi wilayahnya, seorang wanita yang menyeimbangkan pesona keanggunan dengan ketajaman perhitungan politis yang dingin. Di mata para adipati dan bangsawan dari kerajaan tetangga, Elara adalah teka-teki abadi: seorang baron cantik yang tak terjangkau, yang senyumnya bisa menjanjikan kekayaan atau justru meruntuhkan seluruh dinasti.
Sterlingia, yang terletak di persimpangan jalur perdagangan vital, telah lama menjadi incaran. Kekayaan wilayahnya berasal dari tambang kristal langka dan pengelolaan sungai-sungai yang kaya hasil bumi. Namun, kemakmuran ini membawa bahaya. Sejak Elara mengambil alih kendali setelah kematian misterius ayahnya, ia harus menghadapi gelombang intrik yang tak pernah surut, di mana setiap pujian mengandung racun, dan setiap aliansi adalah jaring yang siap memerangkap. Kecantikannya, yang sering dipuja dalam balada dan lagu-lagu, telah ia ubah menjadi perisai dan, yang lebih penting, menjadi senjata strategis.
Garis darah Sterling bukanlah garis darah yang sederhana. Ia mengalirkan campuran antara kebijaksanaan para pedagang ulung dan ketegasan para panglima perang kuno. Elara, sejak usia muda, dipersiapkan bukan untuk menjadi permaisuri atau hiasan istana, melainkan untuk menjadi penguasa yang brutal dalam diplomasi. Rambutnya sehitam malam tanpa bulan, mata hijaunya—yang seringkali dibandingkan dengan batu zamrud paling langka—mampu membaca kebohongan sebelum kata-kata diucapkan. Posturnya yang ramping menyembunyikan kekuatan baja, hasil dari pelatihan fisik dan mental yang keras, jauh dari stereotip wanita bangsawan pada umumnya.
Malam itu, di ruang kerjanya yang dipenuhi peta dan manuskrip kuno, Elara sedang meninjau laporan mengenai pergerakan militer di perbatasan selatan, wilayah yang diklaim oleh Duke Valerius dari Montaigne—seorang pria yang ambisius dan, yang paling berbahaya, terobsesi pada Elara. Valerius tidak menginginkan Sterlingia; ia menginginkan Elara agar ia bisa menguasai Sterlingia melalui perkawinan, sebuah taktik kuno yang ia yakini akan berhasil karena pesona fisik Valerius yang terkenal.
"Mereka melihat kulit yang halus dan mata yang berkilauan, Tuan Aldrich," kata Elara kepada penasihatnya, seorang pria tua bijak dengan janggut perak. "Mereka lupa bahwa di bawah lapisan sutra ini terdapat baja yang telah ditempa oleh api pengkhianatan."
Aldrich, yang telah melayani tiga generasi Sterling, mengangguk perlahan. "Duke Valerius mengira kecantikan Anda adalah kelemahan, sebuah pintu gerbang menuju keangkuhan yang bisa dieksploitasi. Ia mengirimkan hadiah-hadiah yang konyol—sutra dari Timur, permata yang terlalu mencolok. Ia meremehkan fakta bahwa Anda adalah satu-satunya Baron yang pernah menyelesaikan sengketa perbatasan dengan Kekaisaran Utara tanpa menumpahkan setetes darah, hanya dengan negosiasi yang cerdas dan ancaman terselubung."
Elara tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. "Biarkan ia terus meremehkan. Kesenjangan antara persepsi dan kenyataan adalah ruang di mana kekuatan sejati bermanuver." Ia kemudian beralih pada masalah yang lebih mendesak: kekurangan dana mendadak pada proyek irigasi di Lembah Garnet. Laporan keuangan menunjukkan adanya penyimpangan yang terorganisir, bukan sekadar kesalahan administrasi. Ini berarti, pengkhianat itu berada di dalam tembok kastilnya sendiri.
Langkah Elara selanjutnya adalah memancing musuhnya keluar. Ia mengumumkan sebuah perayaan besar, ‘Balada Anggun di Ruang Cermin’—sebuah tradisi Sterling yang hanya diadakan saat wilayah itu menghadapi ancaman serius, sebagai pertunjukan kekayaan dan stabilitas yang palsu namun meyakinkan. Persiapan pesta ini memakan waktu berminggu-minggu, didominasi oleh detail yang sangat kecil. Setiap lilin, setiap hidangan, setiap musisi diatur oleh Elara dengan presisi seorang jenderal.
Malam pesta tiba. Aula besar Kastil Sterling berkilauan. Para tamu datang dari penjuru negeri, mengenakan busana terbaik mereka. Di tengah lautan warna-warni ini, Elara muncul. Gaunnya, terbuat dari beludru hitam pekat yang dihiasi dengan sulaman perak yang menyerupai pola bintang, tampak menelan semua cahaya kecuali yang dipantulkan oleh kulitnya dan perhiasan zamrud keluarganya. Ia adalah pusat gravitasi, dan semua mata tertuju padanya.
Duke Valerius termasuk di antara para tamu. Pria itu tampak gagah, mencoba meniru aura kehormatan, tetapi tatapannya terlalu serakah. Ia mendekati Elara dengan langkah penuh percaya diri. "Baroness," sapanya, suaranya bernada seperti madu kental. "Keindahan Anda malam ini melampaui deskripsi puitis mana pun. Sungguh sia-sia keanggunan ini tidak diabadikan dalam bingkai pernikahan yang agung."
Elara menerima pujian itu dengan senyum yang dipelajari. "Duke Valerius, pujian Anda selalu berlebihan, namun dihargai. Mengenai bingkai pernikahan, biarkan saya mengingatkan Anda: bingkai bagi seorang Sterling adalah batas-batas wilayahnya, bukan ranjang tidurnya."
Selagi mereka berdansa, Elara tidak hanya menggerakkan kakinya. Pikirannya bekerja cepat. Ia mengamati Valerius: gerak-geriknya yang gelisah, caranya menghindari kontak mata saat membahas isu perbatasan, dan bagaimana ia terlalu sering melirik ke arah Lord Cassian, kepala keuangan Elara. Elara telah menanam benih kecurigaan, dan sekarang ia mengamati siapa yang akan memungutnya.
Kastil Sterling yang berdiri kokoh di tengah dataran, jantung kekuasaan Baroness Elara.
Setelah pesta berakhir dan para tamu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan berat dan cangkir-cangkir perak yang kosong. Elara tidak tidur. Ia tahu bahwa pengkhianatan di Lembah Garnet adalah ulah Cassian, tetapi ia memerlukan bukti yang tidak terbantahkan yang menghubungkan Cassian langsung dengan Valerius, agar penangkapan Cassian tidak memicu perang terbuka dengan Montaigne.
Dalam minggu-minggu berikutnya, Elara menjalankan kehidupan ganda. Di depan publik, ia tetap Baroness yang sibuk dengan perayaan kecil, diplomasi sosial, dan pemilihan busana. Di balik pintu tertutup, ia menjadi detektif yang teliti. Ia tidak mempercayakan tugas ini kepada pengawal mana pun, karena semakin tinggi tingkat intrik, semakin sedikit orang yang bisa dipercaya.
Fokusnya beralih ke Arsip Bawah Tanah Kastil Sterling, sebuah labirin gelap yang berisi sejarah, perjanjian, dan surat-surat pribadi yang berasal dari masa kakek buyutnya. Ayah Elara pernah menyebutkan adanya sebuah ‘Klausul Perdana’ dalam piagam pendirian baroni yang dapat digunakan untuk menuntut hak penuh atas wilayah yang kini disengketakan Valerius, asalkan ada bukti pengkhianatan yang jelas terhadap garis darah Sterling.
Elara menghabiskan malam-malam tanpa tidur di bawah cahaya lilin, menghirup bau debu dan perkamen tua. Ia membaca berlembar-lembar catatan tangan yang hampir usang, mencari kata kunci tertentu: Garnet, Montaigne, dan Angkasa Merah—kode rahasia yang ia curigai digunakan oleh ayahnya untuk mencatat masalah sensitif.
Pada suatu dini hari, setelah memilah tumpukan korespondensi yang diikat dengan pita sutra ungu, ia menemukan apa yang ia cari: sebuah buku catatan kecil, tersembunyi di dalam rongga tersembunyi di balik rak buku yang miring. Buku itu tampak seperti jurnal pribadi, tetapi isinya jauh lebih berbahaya. Itu adalah buku harian sandi ayahnya.
Halaman demi halaman menjelaskan bagaimana Cassian, sejak muda, telah menjalin kontak dengan keluarga Valerius, menjanjikan informasi finansial dengan imbalan janji kekayaan dan posisi tinggi jika Valerius berhasil menguasai Sterlingia. Bukti penggelapan dana di Lembah Garnet hanyalah langkah kecil dalam rencana yang jauh lebih besar: memiskinkan baroni secara bertahap hingga Elara terpaksa menerima Valerius sebagai penyelamat finansial.
Yang paling penting, ada surat yang disalin di dalamnya, ditandatangani oleh Valerius sendiri, yang menjanjikan Cassian gelar baru dan bagian dari tambang kristal segera setelah Sterlingia jatuh. Ini adalah pengkhianatan yang memenuhi syarat ‘Klausul Perdana’ dan memberinya kekuatan untuk menindak Cassian tanpa membiarkan Valerius melakukan intervensi militer.
Bukti sudah di tangan, namun implementasinya harus dilakukan dengan elegan dan tanpa cela. Elara harus memastikan bahwa Valerius tidak mengetahui bahwa ia telah mengungkap rencana tersebut. Ia harus terus memainkan peran sebagai baron cantik yang sedikit naif, yang terlalu terobsesi dengan perhiasan dan pesta.
Keesokan harinya, Elara mengirimkan undangan pribadi kepada Valerius, mengundangnya untuk ‘makan malam santai’ yang sangat intim, sebuah isyarat yang langsung membuat seluruh istana Valerius gempar. Semua orang berasumsi bahwa Elara akhirnya menyerah pada pesonanya. Cassian, yang menjadi semakin arogan karena merasa berhasil, tersenyum puas ketika melihat undangan tersebut.
Valerius tiba dengan aura kemenangan yang hampir tak tertahankan. Ia yakin bahwa malam ini adalah malam penyerahan diri Elara. Makan malam itu diadakan di konservatori kaca yang indah, dihiasi dengan bunga-bunga langka yang harum. Elara mengenakan gaun sutra berwarna gading, yang kontras dengan rambut gelapnya, membuatnya tampak rapuh dan memikat.
"Anda tampak jauh lebih santai, Baroness," kata Valerius, menuangkan anggur mahal ke gelasnya. "Apakah Anda akhirnya menyadari bahwa beban Sterlingia terlalu berat untuk bahu yang begitu lembut?"
Elara menyesap anggurnya, matanya memancarkan kehangatan palsu. "Saya memang sedang mempertimbangkan masa depan Sterlingia, Duke. Saya menyadari bahwa saya membutuhkan mitra yang kuat, mitra yang memahami kompleksitas keuangan dan kekuatan militer."
Valerius meletakkan garpunya. "Dan Anda telah menemukan mitra itu?"
"Ya," jawab Elara, suaranya tenang. "Saya menemukannya pagi ini, di lemari besi keluarga. Mitra itu adalah Klausul Perdana."
Wajah Valerius berubah. Ekspresi sombongnya runtuh, digantikan oleh kebingungan dan kemarahan. Sebelum ia sempat bereaksi, Elara melanjutkan dengan nada yang kini dingin dan penuh otoritas, meninggalkan semua kesan kelembutan yang ia tampilkan sebelumnya.
"Anda datang ke sini malam ini, Duke, dengan keyakinan bahwa Anda telah memenangkan permainan ini. Anda telah membuat Lord Cassian menjarah kas wilayah saya dan merencanakan kekalahan saya. Sayangnya, saya telah menemukan korespondensi Anda dengan Cassian, yang secara eksplisit menunjukkan rencana pengkhianatan terorganisir, sebuah tindakan yang melanggar Piagam Perbatasan kami yang tertua."
Valerius berusaha membantah, suaranya naik. "Itu pasti palsu! Fitnah! Kami hanya mendiskusikan investasi bersama..."
"Tidak," potong Elara tegas. "Kami tahu Anda menjanjikannya gelar Adipati dan kendali atas Tambang Kristal Utara. Pengkhianatan ini mengaktifkan Klausul Perdana, yang memberikan hak penuh kepada Sterlingia atas seluruh wilayah Lembah Garnet, yang selama ini Anda klaim sebagai milik Anda, sebagai kompensasi atas kerugian finansial yang ditimbulkan oleh sekutu Anda."
Saat Elara berbicara, sekelompok pengawal elit, yang selama ini bersembunyi di balik tirai taman, melangkah maju. Mereka tidak berseragam militer; mereka mengenakan pakaian pelayan, menunjukkan betapa cermatnya perencanaan Elara. Di saat yang sama, pengawal lain bergegas menuju kediaman Cassian untuk menangkapnya.
Valerius berdiri, wajahnya merah padam. "Anda melakukan kesalahan besar, Baroness! Kecantikan Anda tidak akan menyelamatkan Anda dari kemarahan Montaigne!"
Elara menyambut amarahnya dengan tatapan tajam. "Saya tidak membutuhkan kecantikan untuk menyelamatkan diri saya. Saya memiliki hukum dan bukti di pihak saya, Duke. Dan Anda, yang datang sebagai calon suami, sekarang akan meninggalkan kastil saya sebagai penjahat yang terlibat dalam konspirasi ekonomi. Anda akan segera menerima salinan resmi klaim kami, dan saya menyarankan Anda untuk menerimanya demi menghindari konflik yang lebih besar. Montaigne tidak akan mendukung seorang Duke yang terbukti melakukan penggelapan dana dan mencoba meruntuhkan baroni tetangga."
Di bawah ancaman penangkapan dan dipermalukan di depan umum, Valerius terpaksa meninggalkan Sterlingia malam itu juga, dikawal oleh sekelompok prajurit Elara hingga mencapai perbatasannya sendiri. Rencana ambisiusnya hancur, bukan oleh pedang atau pasukan, tetapi oleh kecerdasan seorang wanita yang ia anggap remeh.
Replika Segel Kerajaan Sterling, yang melambangkan kekuasaan Elara.
Dengan kepergian Valerius dan penangkapan Cassian, kekuasaan Elara semakin menguat. Namun, ia tahu bahwa kemenangan ini hanyalah satu babak. Seluruh Eropa bangsawan sekarang menyaksikan Sterlingia. Mereka telah melihat betapa mematikannya kecantikan yang dipadukan dengan pikiran yang cerdik. Para bangsawan yang sebelumnya meremehkannya, kini mulai takut dan menghormatinya.
Kisah Baron Cantik dari Sterlingia kini menyebar dalam bisik-bisik yang penuh kekaguman dan peringatan. Para ibu menasihati putri-putri mereka agar tidak meniru kesombongan Elara, tetapi para ayah diam-diam berharap anak laki-laki mereka memiliki setengah dari kecerdasan strategisnya.
Elara menggunakan penguasaan wilayah Lembah Garnet yang baru diperolehnya untuk membangun kembali kas baroni. Ia tidak hanya memperbaiki kerusakan yang diakibatkan Cassian, tetapi juga berinvestasi dalam teknologi irigasi baru, membuat lembah itu menjadi tiga kali lebih produktif dari sebelumnya. Ia memastikan bahwa rakyatnya melihat keadilan ditegakkan, dan bahwa kemakmuran adalah hasil dari pemerintahan yang jujur dan kuat, bukan hasil dari penaklukan militer yang sia-sia.
Dalam salah satu pertemuannya dengan duta besar dari Kekaisaran Timur, Elara menjelaskan filosofi kepemimpinannya. "Bagi seorang wanita, kecantikan adalah mata uang yang harus dihabiskan dengan hati-hati. Jika Anda membiarkannya menjadi satu-satunya aset Anda, Anda akan menjadi rentan. Jika Anda menjadikannya sebagai kamuflase untuk kecerdasan Anda, itu menjadi perlindungan yang tak tertembus. Saya membiarkan mereka fokus pada gaun dan rambut saya, sementara saya menghitung biaya perang dan perjanjian damai di benak saya."
Waktu berlalu, dan Baroness Elara von Sterling terus memimpin. Ia tidak pernah menikah. Ia menyadari bahwa pernikahan politik akan selalu merusak kedaulatannya. Ia memilih untuk memimpin sendirian, menjadikan Sterlingia sebagai satu-satunya mahkotanya, dan rakyatnya sebagai satu-satunya keluarganya.
Beberapa bangsawan masih mencoba merayunya, beberapa mencoba mengintimidasi, tetapi tak satu pun yang berhasil melewati lapisan pertahanan yang ia bangun dengan hati-hati. Ia telah mengajarkan dunia bangsawan sebuah pelajaran yang tak ternilai: kecantikan adalah sekilas pandang, tetapi kekuatan sejati terletak pada pengendalian narasi dan penguasaan pengetahuan.
Pada akhirnya, kisah Baron Cantik ini adalah kisah tentang transformasi. Kecantikan fisik yang awalnya merupakan kutukan—karena menarik perhatian yang tidak diinginkan—berubah menjadi anugerah. Itu adalah pengalih perhatian yang sempurna, memungkinkan Elara untuk bergerak di bayang-bayang politik yang cerah, mengendalikan arus nasib wilayahnya dengan keanggunan seorang penari dan ketepatan seorang ahli bedah. Ia adalah Baroness yang paling diinginkan dan paling ditakuti, sebuah paradoks yang menjamin perdamaian dan kemakmuran bagi Sterlingia untuk generasi mendatang.
Elara, ketika ia berdiri di balkon kastilnya, melihat ke arah Lembah Garnet yang kini subur makmur. Ia tidak lagi melihat bayangan Valerius atau wajah pengkhianat. Yang ia lihat hanyalah bukti bahwa keputusan yang tegas, meskipun diambil dengan tangan yang terawat, mampu membentuk sejarah. Kekuasaan sejati tidak terletak pada mahkota yang berkilauan, tetapi pada ketajaman pikiran yang mengenakannya. Dan dalam diri Elara von Sterling, kedua hal itu bersatu dalam harmoni yang mematikan.
Sterlingia, sebuah wilayah yang aman di bawah bayangan kecantikan dan kebijaksanaan Baroness Elara.
Elara tidak hanya cantik; ia adalah ahli dalam manipulasi visual. Setiap helai kain, setiap permata yang dikenakannya adalah bagian dari rencana strategis yang lebih besar. Ketika ia harus tampak rentan untuk memancing lawan, ia akan memilih gaun yang memperlihatkan lehernya, menggunakan warna-warna pastel, dan berbicara dengan nada yang sedikit lebih lembut. Ketika ia perlu menunjukkan kekuasaan mutlak—seperti saat penandatanganan perjanjian dagang yang sulit—ia akan mengenakan setelan beludru gelap, membiarkan rambutnya tergerai dalam gaya yang formal dan kaku, serta menumpuk perhiasan keluarga Sterling yang dikenal memiliki berat dan nilai sejarah yang tak tertandingi. Para negosiator musuh seringkali kelelahan bukan karena kompleksitas perjanjian, tetapi karena keharusan untuk mempertahankan fokus di hadapan kehadiran Elara yang dominan.
Dalam kasus Valerius, Elara menggunakan kecantikannya untuk menumpulkan kewaspadaan Duke tersebut. Valerius terlalu yakin bahwa kecantikan harus dihargai dengan kepatuhan atau keangkuhan. Ia tidak pernah membayangkan bahwa kecantikan itu sendiri adalah sebuah perangkap. Riasan malam itu, sentuhan tipis bedak dan sedikit pewarna bibir, dirancang untuk membuatnya tampak seperti wanita yang sedang jatuh cinta atau setidaknya terkesima oleh kekayaan Valerius. Kontrasnya, saat ia mengungkapkan Klausul Perdana, semua topeng itu dilepas. Nada suaranya menjadi logam dingin, dan mata zamrudnya memancarkan perhitungan yang jauh melampaui usianya. Transisi ini adalah kejutan psikologis yang membuat Valerius goyah, memungkinkan Elara menguasai narasi sepenuhnya tanpa perlawanan fisik.
Sumber utama intrik di Sterlingia adalah tambang kristal Safir Murni yang legendaris, yang terletak di pegunungan timur. Tambang ini menghasilkan kristal dengan kejernihan luar biasa, sangat diminati oleh para alkemis dan pembuat perhiasan di seluruh benua. Kontrol atas tambang ini adalah simbol kekayaan dan kekuatan, dan inilah yang membuat Valerius begitu bersemangat untuk menggulingkan Elara. Dokumen-dokumen yang ditemukan Elara di Arsip Bawah Tanah tidak hanya mengungkap pengkhianatan Cassian, tetapi juga detail terperinci mengenai metode penambangan ayahnya, yang jauh lebih efisien dan berkelanjutan daripada yang diketahui umum.
Ayah Elara telah menyembunyikan peta-peta rahasia ini, tahu bahwa informasi tersebut bisa menjadi kunci pertahanan wilayahnya jika musuh berhasil menguasai permukaan. Elara kini menggunakan pengetahuan ini. Ia menunjuk seorang insinyur muda yang cerdas, Master Theodorus, yang telah lama diabaikan oleh Cassian. Bersama Theodorus, Elara merancang sistem ventilasi dan pengamanan baru untuk tambang, meningkatkan produksi sekaligus mengamankan kristal-kristal tersebut dari mata-mata Valerius yang masih berkeliaran di perbatasan. Keputusannya ini menunjukkan bahwa kepemimpinannya melampaui gaun dan perjamuan; ia adalah administrator yang detail dan visioner.
Meskipun kemenangan datang beruntun, harga yang harus dibayar Elara adalah kesendirian yang mendalam. Penguasa yang terlalu cerdas atau terlalu kuat seringkali ditakuti, dan rasa takut adalah tembok yang sulit ditembus. Elara sering menghabiskan waktu di perpustakaan ayahnya, bukan untuk mencari dokumen, tetapi untuk mencari kehangatan dari kenangan masa lalu yang hilang. Ia merindukan waktu ketika ia tidak harus menganalisis setiap senyum sebagai ancaman tersembunyi.
Ia ingat percakapan dengan ayahnya sebelum ia meninggal. Ayahnya berkata, "Elara, kecantikanmu adalah hadiah dari takdir, tetapi itu akan menarik serigala. Tugasmu bukan menyembunyikannya, tetapi menggunakannya sebagai umpan. Ingat, seekor singa betina yang terlihat tidur lebih berbahaya daripada singa jantan yang meraung di siang hari." Kata-kata ini menjadi mantra bagi Elara. Ia memahami bahwa kelembutan yang ia tampilkan adalah kelembutan ilusi, sebuah trik yang memungkinkan naluri politiknya berfungsi tanpa gangguan. Ia harus menekan keinginan pribadinya, termasuk cinta atau persahabatan sejati, demi stabilitas Sterlingia. Pengorbanan inilah yang membedakannya dari bangsawan lain yang mudah terperangkap dalam jebakan emosional.
Setelah penangkapan Cassian, Elara menghadapi tantangan lain: menenangkan faksi-faksi di dalam Dewan Sterling. Banyak bangsawan lokal yang memiliki ikatan dengan Cassian atau Valerius, dan mereka sekarang gelisah, takut bahwa Elara akan membersihkan semua lawan politiknya.
Elara mengadakan sidang terbuka yang tidak biasa, di mana ia tidak hanya memaparkan bukti kejahatan Cassian, tetapi juga mengumumkan rencana investasi baru di distrik-distrik yang paling membutuhkan. Ia menerapkan sistem meritokrasi yang ketat. Siapa pun yang terbukti kompeten dan setia, terlepas dari sejarah keluarganya, akan diberikan posisi penting. Ini adalah langkah yang berani, memecah sistem feodal tradisional yang mengandalkan hubungan darah semata. Dengan melakukan ini, ia memenangkan hati para bangsawan muda dan kelas pedagang, menciptakan basis dukungan yang jauh lebih stabil daripada loyalitas yang dipaksakan. Ia tidak menghukum tanpa pandang bulu; ia membangun kembali fondasi kepercayaan.
Contohnya adalah pengangkatan Lady Serena sebagai kepala pengamanan baru. Serena adalah seorang wanita yang dikenal memiliki latar belakang militer yang kuat tetapi diabaikan karena jenis kelaminnya. Elara melihat potensi tersebut, mengabaikan protes dari bangsawan tua yang konservatif, dan memberi Serena kekuasaan penuh untuk merombak sistem pertahanan kastil. Tindakan ini mengirimkan pesan kuat: Elara menghargai kemampuan di atas konvensi, dan ia tidak takut untuk melawan tradisi jika itu demi kepentingan Sterlingia.
Kisah Elara tidak lengkap tanpa membahas bagaimana ia berinteraksi dengan Ratu Imperia, penguasa kekaisaran yang lebih besar tempat Sterlingia berada di bawah protektorat. Ratu Imperia adalah sosok yang pragmatis dan kejam, yang cenderung mencurigai bangsawan yang terlalu mandiri, terutama wanita.
Elara tahu ia harus menjaga keseimbangan: terlalu lemah dan ia akan dicap tidak kompeten; terlalu kuat dan ia akan dicap pemberontak. Ia memilih strategi "Diplomasi Tirai Beludru". Setiap tahun, ia mengirimkan hadiah paling indah ke istana Ratu Imperia—bukan emas, tetapi perhiasan kristal Safir Murni yang ia desain sendiri, ditempa dengan lambang kekaisaran. Bersamaan dengan hadiah itu, ia mengirimkan laporan keuangan dan militer yang sangat transparan dan akurat.
Elara menggunakan kecantikannya dalam interaksi ini untuk menyampaikan kesan kerentanan yang terkontrol. Ia akan mengunjungi Ratu secara pribadi, selalu tampil memukau namun rendah hati, meminta nasihat Ratu mengenai urusan domestik, meskipun ia sudah memiliki rencana matang. Ratu Imperia, yang terbiasa dengan arogansi para bangsawan pria, merasa tersanjung oleh penghormatan Elara dan, yang lebih penting, yakin bahwa Elara, meskipun cantik dan populer, sepenuhnya berada di bawah kendali kekaisaran. Kenyataan, tentu saja, adalah sebaliknya. Ratu Imperia disajikan dengan gambaran indah, sementara Elara menjalankan otonomi penuh.
Strategi ini terbukti efektif ketika Valerius mencoba mengajukan petisi kepada Ratu Imperia setelah ia diusir dari Sterlingia. Ratu Imperia, yang telah menerima laporan yang terperinci dan meyakinkan dari Elara beberapa minggu sebelumnya, menolak permohonan Valerius dengan dingin, menyatakan bahwa masalah perbatasan adalah urusan internal Sterlingia yang telah ditangani dengan ‘kebijaksanaan yang patut dicontoh’ oleh Baroness muda. Kemenangan diplomatis ini mengukuhkan Sterlingia sebagai baroni yang tidak dapat diganggu gugat.
Bagi Elara, kekuasaan bukan hanya tentang uang atau tentara; itu adalah tentang narasi. Ia memastikan bahwa rakyatnya tidak melihatnya sebagai tiran, melainkan sebagai pelindung yang rela berkorban. Ia menginvestasikan sebagian besar pendapatannya ke dalam proyek sosial: mendirikan sekolah dan rumah sakit umum, hal yang jarang dilakukan oleh bangsawan di masanya.
Ia menyadari bahwa kecantikannya adalah cermin; apa yang dilihat orang lain tergantung pada apa yang mereka proyeksikan padanya. Valerius melihat keangkuhan dan kelemahan; rakyatnya melihat harapan dan ketahanan. Ia terus-menerus memelihara citra tersebut, bahkan dalam interaksi sehari-hari yang paling kecil. Jika ia berjalan di pasar, ia akan menyapa pedagang dengan nama mereka, menunjukkan perhatian pribadi yang jarang ditawarkan oleh bangsawan. Tindakan kecil ini membangun loyalitas yang jauh lebih kuat daripada janji-janji kosong.
Tugasnya sebagai "Baron Cantik" terasa seperti peran teater yang harus ia mainkan seumur hidup. Ia mengenakan gaun, ia menghadiri perjamuan, ia menerima pujian. Tetapi di balik semua itu, ia tidak pernah berhenti merencanakan, menganalisis, dan melindungi. Kecantikan adalah topeng yang mahal, tetapi sangat efektif. Itu memungkinkan sang baroness untuk duduk di meja perundingan sambil tersenyum manis, sementara di bawah meja, jarinya menggeser bidak catur yang menentukan takdir ribuan orang.
Kisah Elara von Sterling menjadi legenda. Ia membuktikan bahwa di dunia yang didominasi oleh kekuatan militer dan keserakahan, kecerdasan, ketelitian, dan penguasaan diri yang tak tertandingi adalah senjata paling mematikan yang pernah ada. Baroness Cantik bukan hanya sekedar gelar; itu adalah gelar kehormatan bagi seorang master strategi yang mengubah persepsi menjadi kekuasaan abadi.