Di jantung Kalimantan Selatan, tepatnya di kota Martapura yang terkenal dengan intannya, tersimpan sebuah nama yang begitu melegenda di kalangan masyarakat, yaitu Abah Guru Ijai. Beliau bukan sekadar tokoh agama biasa, melainkan seorang ulama kharismatik yang ilmu dan karamahnya diyakini mampu menyentuh hati banyak orang. Kehidupan dan ajaran Abah Guru Ijai terus dikenang dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi kini, terutama dalam menjaga akidah dan mengamalkan ajaran Islam yang murni.
Abah Guru Ijai, atau yang memiliki nama asli KH. Muhammad Zaini bin KH. Abdul Ghani Al-Banjari, lahir di desa Tunggul, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Sejak kecil, beliau telah menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada ilmu agama. Perjalanan pendidikannya ditempuh melalui berbagai pesantren terkemuka, baik di tanah Banjar maupun di luar daerah, bahkan sampai ke Makkah Al-Mukarramah. Hal ini membuktikan dedikasi dan kegigihannya dalam menimba ilmu dari para ulama besar.
Kiprah Abah Guru Ijai tidak hanya terbatas pada pengajaran kitab-kitab klasik atau fiqih semata. Beliau juga dikenal sebagai seorang mursyid tarekat Naqsyabandiyah yang memiliki pengikut sangat luas. Ajaran beliau yang menekankan pentingnya tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui dzikir dan ibadah menjadi daya tarik tersendiri. Ribuan orang dari berbagai kalangan berbondong-bondong mendatangi kediamannya untuk mendapatkan nasihat, doa, dan bimbingan spiritual. Pengaruhnya terasa begitu kuat dalam membentuk karakter masyarakat yang religius dan bertakwa.
Salah satu aspek yang paling menonjol dari Abah Guru Ijai adalah kemampuannya dalam menyajikan ajaran Islam dengan cara yang mudah dipahami namun mendalam. Beliau seringkali menggunakan bahasa yang sederhana dan menyertakan cerita-cerita atau analogi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal ini membuat ajaran beliau tidak hanya mudah diterima, tetapi juga mampu meresap ke dalam sanubari. Ceramah-ceramahnya seringkali dipenuhi tawa dan haru, mencerminkan kedalaman ilmunya yang dibalut dengan kerendahan hati.
Selain ceramah, Abah Guru Ijai juga dikenal dengan banyak karamah atau keistimewaan yang diyakini oleh para murid dan masyarakat luas. Meskipun beliau sendiri tidak pernah menonjolkan hal tersebut, banyak kisah yang beredar tentang pertolongan yang ia berikan, baik dalam bentuk kesembuhan, petunjuk, maupun keberkahan dalam kehidupan. Karamah ini semakin memperkokoh keyakinan umat terhadap beliau sebagai seorang wali Allah. Keberadaan beliau seolah menjadi lentera yang menerangi jalan bagi mereka yang mencari ketenangan batin dan solusi atas permasalahan hidup.
Dalam ajaran tasawufnya, Abah Guru Ijai senantiasa mengingatkan pentingnya mencintai Rasulullah SAW, mengikuti sunnahnya, serta mengutamakan adab dan akhlakul karimah. Beliau mengajarkan bahwa ibadah yang paling tinggi adalah ketika seorang hamba merasa selalu diawasi oleh Allah, sehingga ia senantiasa menjaga diri dari perbuatan maksiat dan berusaha melakukan kebaikan. Hubungan yang erat dengan Allah SWT, kata beliau, harus dibangun melalui ibadah yang tulus dan kesadaran diri yang terus-menerus.
Bagi masyarakat Banjar dan sekitarnya, sosok Abah Guru Ijai adalah lebih dari sekadar ulama. Ia adalah panutan, guru spiritual, dan sumber keberkahan. Makam beliau di Martapura hingga kini tak pernah sepi dari peziarah yang datang untuk mendoakan dan mengambil berkah. Kehidupan Abah Guru Ijai menjadi bukti nyata bahwa ketulusan dalam berdakwah, kedalaman ilmu, dan kesucian jiwa akan senantiasa meninggalkan jejak kebaikan yang abadi. Pesannya yang paling mendasar adalah bagaimana agar kita senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan berbuat baik kepada sesama. Warisan ajaran dan semangat spiritualnya terus hidup, membimbing umat dalam perjalanan spiritual mereka.